Surtini : Gadis Anyelir

choiron nikmah
Chapter #4

Selamatkan bumi atau selamatkan manusia#4

"Nak, ayo sarapan. Nanti terlambat masuk sekolah. Ini sudah jam enam lebih lima belas menit loh," teriak ibu Surtini.

"Iya bu, sebentar lagi. Nanggung kurang satu halaman lagi," jawab Surtini.

"Surtini sekarang sudah tambah besar bu, dia punya tanggung jawab sendiri pada dirinya. Jika terlambat, dia harus menanggung sendiri konsekwensinya," ujar Bapak Surtini.

"Tenang saja Pak, Bu. Surtini pasti tidak akan mengecewakan Bapak, Ibu. Percayakan saja semua kepada Surtini. Sekarang aku sudah setengah besar alias masa remaja. Semakin tua umur Surtini, semakin banyak tanggung jawab. Untuk itu mohon bimbingannya Tuan dan Nyonya Siswanto," celetuk Surtini yang tiba-tiba datang mendekap bapaknya.

"Lihatlah tingkah anak ini bu, ini sudah pasti ada udang dibalik batu." Bapak Surtini melirik Surtini yang bertingkah manis-manis manja di depan orang tuanya.

"Ya ... tentu saja, minta uang jajan pak, dia tau betul kalau bapak baru saja gajian. Makanya, bertingkah seperti itu," ujar ibu Surtini.

Surtini tersenyum girang, "Hehehe ... ibu tau aja. Emang ibu yang terhebat. Ibu itu hebat loh, bisa baca pikiranku. Hoho ..."

"Sudah hentikan, cepat berangkat sekolah sana. Jangan merusak pagiku yang bahagia," ujar Bapak Surtini sembari menyodorkan sejumlah uang dua ribuan.

"Terimakasih belas kasih, Tuan. Andai saja buku-buku malang yang kesepian di etalase sana bisa aku bawa pulang dengan uang hasil kemurahan hati Tuan. Sungguh sangat bahagia hati ini," ucap Surtini sembari memperagakan gerakan ala pemain opera.

Bapak Surtini menepuk jidatnya, "Sungguh malang nian nasib bapak tua ini. Di usia yang tak lagi bertenaga ini, dihadapkan dengan seorang anak yang ingin memeras keringat nya."

"Hentikan opera kalian. Surtini, cepat sarapan. Sepulang sekolah jangan mampir di toko buku dulu. Langsung pulang, sore nanti akan ada sepupumu datang berkunjung dari kampung halaman." Ibu Surtini mengerutkan dahinya sehingga dua alisnya jadi terhubung.

Jika sudah demikian, baik bapak atau anak tidak bisa membantah lagi. Seketika mereka terdiam dan sarapan dengan tenang. Benak mereka otomatis terprogram untuk segera pulang untuk menyambut kerabat yang datang jauh berkunjung dari kampung halaman ibunya tinggal.

Lihat selengkapnya