Setelah Kepergian Ibu

Momo Shiny
Chapter #7

Bab 7. Anak-Anak Berhari Emas

Kecelakaan yang dialami Bimo mencederai cukup banyak bagian di tubuhnya, hingga selama beberapa bulan dia sangat bergantung kepada kami. Dengan bantuan tulus dari Bu Risma dan anak-anak panti, kini Bimo pun perlahan pulih. Namun, akibat luka yang cukup parah, kaki kirinya tak mampu berfungsi seperti sebelumnya. Seharusya bisa dilakukan operasi pemasangan pen yang berguna untuk menopang tulang yang patah, juga membuat agar peredaran darah tetap mengalir, tetapi saat itu kami tidak memiliki cukup dana untuk membiayai, jadi tidak dilakukan. 

Tidak menerima penanganan medis yang seharusnya, kaki Bimo yang patah mulai menimbulkan keluhan-keluhan lanjutan. Dia mengatakan tidak dapat merasakan sentuhan pada bagian tubuh terbawah itu. Diperiksakan kembali, ternyata sebelah kakinya mulai mengalami kelumpuhan. Mau tak mau, Bimo harus menerima saran dokter yang mengatakan bahwa sebelah kakinya harus diamputasi.

Saat berjalan, dia harus bergantung kepada tongkat penyangga yang berfungsi sebagai pengganti kaki kirinya. Meski kecelakaan itu telah merenggut kesempurnaan bentuk fisiknya. Namun, Bimo tak patah semangat. Dia tetap menjalani hari-harinya seperti biasa. Bahkan rela melakukan pekerjaan apa pun demi mendapatkan uang untuk membiayai hidup kami. Saat ini, dia menjadi buruh di sebuah pabrik teh yang bertugas sebagai pengepak.

***

Sasa telah berusia tujuh belas tahun, hari itu dia mengumpulkan kami di ruang keluarga. Tatapannya sendu. Namun, tampak begitu serius. Seperti ada suatu hal penting yang ingin disampaikannya.

Dia mulai membuka perbincangan. “Bu Risma, Bimo, dan Adik-Adik semua, Sasa sangat sayang kalian.”

“Ada apa, nih? Tumben sayang-sayangan? Biasanya juga galak,” ledek Alta.

Tak seperti biasanya ketika Alta menggoda atau mengganggu, Sasa sering kali membalas dengan melakukan hal serupa, tapi saat ini dia terlihat lebih kalem. Bahkan hanya membalas dengan senyum simpul.

Bu Risma bertanya dengan lembut, “Ada apa, Sasa?”

Saudara tak sekandung yang kini telah tumbuh menjadii gadis dewasa itu mulai mengutarakan tujuannya mengumpulkan kami. “Beberapa bulan lalu Sasa daftar untuk jadi TKW, dan kemarin dikabari kalo Sasa diterima.”

"Apa?!” Serempak kami terkejut.

“TKW itu yang kerja ke luar negeri, kan?” tanya Velly. Dia terlihat masih belum paham.

"Iya. Kerja di luar negeri dan bayarannya lebih gede dari di sini. Sasa bisa kirim banyak uang buat kalian. Terlebih bisa bantu biaya pengobatan Bu Risma.”

“Ga boleh! Sasa ga boleh pergi jauh-jauh! Nanti Tito sama siapa?” Tiba-tiba saja Tito berdiri, menghampiri, kemudian mendekap Sasa. 

Gadis berkulit sawo matang dengan rambut sebahu itu memangku Tito. Dia pun membelainya. “Sasa perlu kerja, dan kebetulan ini ada jalannya. Tito kan bisa dijagain sama Velly. Masih ada Bimo, Alta, sama Amar juga.”

Bu Risma hanya terdiam. Dia tak berkata apa pun, tetapi air mukanya menunjukkan kesedihan. Sama seperti yang terpancar di wajah anak-anak lain. Semua terlihat berat melepas Sasa.

Mendekati Bu Risma, Sasa menggenggam tangannya. “Bu Risma, izinkan Sasa kerja di luar negeri. Sasa sedih liat Bu Risma sakit, tapi kita ga punya uang untuk membiayai pengobatan. Sasa ingin bantu.”

“Kamu ga perlu melakukan itu untuk Ibu, Nak.” Usai bicara beberapa patah kata, Bu Risma batuk-batuk.

Satu tahun lalu, Bu Risma memang divonis mengidap kanker paru-paru. Asuransi kesehatan yang difasilitasi oleh pemerintah tidak mampu memenuhi seluruh biaya pengobatan, hingga kami memang mengalami kesulitan keuangan. 

“Bu Risma sudah sangat baik ke Sasa. Sejak Sasa dibuang, hanya Bu Risma yang menyayangi Sasa dengan tulus. Sekarang Sasa sudah dewasa, Sasa hanya ingin membalas jasa Bu Risma.” Gadis manis berparas ayu itu pun mulai berurai air mata.

Bu Risma membelai rambutnya. “Ibu ga pernah mengharap balasan apa pun dari cinta kasih yang pernah Ibu berikan ke kalian.”

“Tapi ... tapi Sasa merasa ini kewajiban. Karena Sasa pun telah menganggap Bu Risma seperti orang tua sendiri.” 

Sejenak Bu Risma terdiam, seolah sedang memikirkan sesuatu. Tak lama kemudian berkata, “Tanyalah sama Bimo dan adik-adikmu. Minta izin dari mereka juga.”

Lihat selengkapnya