Setelah Kepergian Ibu

Momo Shiny
Chapter #18

Bab 18. Dinda Harus Sembuh

Aku kumpulkan berbagai informasi berkaitan dengan penanganan pecandu narkoba secara herbal, lalu mempelajarinya. Hal yang perlu kulakukan yaitu menghilangkan kecanduan serta mengobati gangguan kesehatan pada tubuh Dinda. Meskipun tak menjamin apa yang kurencanakan akan berhasil. Namun, aku merasa perlu mencobanya.

Tahap pertama yang kulakukan adalah mengobati kecanduannya. Menurut informasi yang kudapat dari berbagai sumber, aku perlu menggunakan tanaman herbal yang bersifat hipnotik sedative. Fungsinya adalah untuk memberikan efek menenangkan, mengurangi kegelisahan, juga meredam rasa sakit. Selain itu, aku juga menggunakan tanaman herbal yang bersifat detoksifikasi. Tujuannya adalah untuk menghilangkan racun-racun dalam tubuh.

Aku mulai memikirkan tanaman apa yang sekiranya cocok. Kuputuskan akan menggunakan biji pala, temulawak, dan bunga sirsak. Karena menurut sepemahamanku, tanaman-tanaman itu bersifat hipnotik sedative, sekaligus detoksifikasi.

Menurut ilmu yang pernah kuterima ketika menyimak mata kuliah Standarisasi Obat Alam, sirsak memang sudah digunakan sejak zaman kuno oleh masyarakat Amazon pedalaman Amerika sebagai obat penenang. Beberapa riset melaporkan dalam bunga, buah, akar, dan daun sirsak terdapat zat Serotonin Reuptake Inhibitor (SRI) yang berfungsi untuk meningkatkan kadar Serotonin. Meningkatnya kadar Serotonin dalam otak dapat mempengaruhi mood. Untuk itu, kurasa tanaman ini mampu menjadi salah satu alternatif pengobatan untuk menghilangkan kecanduan narkoba.

Mulai kucari bahan-bahan yang kuperlukan. Kebetulan apa yang kubutuhkan tidak sulit ditemukan, karena di negara beriklim tropis tanaman-tanaman itu memang mudah tumbuh subur. Banyak pedagang yang menjualnya. Setelah berhasil mengumpulkan, segera kuracik.

Kesulitan menjalankan terapi pengobatan ini bukanlah pada mencari atau meraciknya, melainkan membujuk Dinda untuk patuh. Berulang kali memintanya untuk mengonsumsi tanaman herbal yang telah kuolah menjadi minuman, berulang kali pula Dinda menolaknya.

"Ga mau! Aku ga mau jamu! Aku mau Meth, Kak! Yang aku butuh cuma Meth! Bukan jamu!" Dinda teriak-teriak sambil menampik apa yang hendak kusuapkan ke mulutnya.

Aku berusaha membujuknya. "Ini obat herbal, Dinda. Kamu mau sembuh, kan? Mau lepas dari kecanduan?"

Dia terlihat seperti orang yang tidak mampu berpikir dengan jernih. Tak sedikit pun kata-kataku didengarkannya. Terus saja dia mengoceh meminta barang haram yang merusak tubuh hingga otaknya.

Sambil menggaruk-garuk lengan kiri dan kanannya, dia mengeluh. "Kak ... Kakak tega liat aku begini? Aku tersiksa, Kak ... sakiiit ...."

Tak patah semangat, aku terus mencoba membujuknya untuk mau meminum ramuan herbal yang kubuat. "Dinda, percaya sama Kakak. Kalo kamu rutin minum ramuan ini. Kamu akan sembuh. Kamu akan terlepas dari jerat siksaan ini."

"Enggak! Aku ga percaya! Aku cuma mau Meth! Aku mau Meth, Kak!"

Dinda menarik-narik bajuku, dia begitu memaksa agar aku mencarikan apa yang diinginkannya. Tak banyak yang dapat kulakukan. Aku merasa begitu sedih untuknya.

Masih bergelut dengan keinginan Dinda yang tidak juga berhenti meminta narkoba, Alta tiba-tiba datang. Melihat Alta, Dinda segera berlari menghampirinya.

"Al, carikan aku Meth .... Aku mohon! Aku mohon, Al." Dia menggenggam erat lengan Alta.

Alta menatapku. Masih menggenggam secangkir minuman herbal yang terus ditolak Dinda, aku membalas tatapan Alta sambil menggelengkan kepala. Dia mungkin melihat kekecewaan pada raut wajahku.

Alta menarik lengannya agar genggaman tangan Dinda terlepas, kemudian dia bertanya, "Kamu mau Meth?"

"Iya ... iya ... aku mau! Aku mau," jawab Dinda sambil kembali menggaruk-garuk tubuhnya.

"Keluar sana! Cari sendiri! Tiba-tiba Alta membentak Dinda sambil membuka pintu lebar-lebar.

Sontak aku terkejut. Mengapa Alta malah menyuruhnya keluar?

"A-apa?" Dinda terlihat bingung.

Lihat selengkapnya