Setelah Kepergian Ibu

Momo Shiny
Chapter #22

Bab 22. Dukungan

Akibat perbuatannya, Faris mungkin akan dikenai pasal keterlibatan jual beli narkoba. Tuntutan hukumnya adalah beberapa bulan kurungan penjara. Hal itu membuat Bu Mega mulai berubah sikap terhadapku, begitu juga kepada Dinda. Bu Mega menganggap kamilah penyebab keponakannya harus terlibat dalam proses hukum.

Kekesalan Bu Mega pun mulai merugikan. Rumah kontrakan yang kutempati memang miliknya, dan dia keberatan bila aku dan Dinda masih tinggal di sana. Dengan segera, dia meminta kami pindah.

"Pokoknya secepatnya kamu keluar dari sini! Saya ga ingin liat kalian lagi!" bentak Bu Mega.

Aku meminta keringanan tenggat waktu, karena mencari kontrakan baru tidaklah mudah. Ditambah saat ini aku sedang menjalani ujian semester akhir. Rasanya tidak ada cukup waktu untuk mengurus kepindahan.

Berusaha kujelaskan situasi dengan berbagai cara. Namun, Bu Mega tetap tidak mau mengerti. Setiap hari dia menggedor-gedor pintu rumah, meminta agar kami secepatnya pergi. Sungguh tak kuduga, Bu Mega yang selama ini begitu baik, kini berubah drastis menjadi ketus dan pemarah. Sebelumnya, dia bahkan telah kuanggap bagai orang tua sendiri. Sekarang kebencian menyelimutinya, hingga tak tersisa lagi kebaikan di hatinya untukku.

Hingga suatu hari. Ketika pulang kerja, aku menemukan benda berhargaku sedang dihancurkan oleh anak-anak Bu Mega.

Aku bergegas mencegah, "Hei! Ngapain kalian?!"

"Hancurin aja ini. Rasain, nih!" Dua anak Bu Mega yang berusia belasan asik menginjak-injak sangkar burung kenari peliharaanku. Beberapa di antaranya telah dilepaskan.

"Hei! Berhenti!"

Aku menarik-narik mereka. Memerintah agar menghentikan perbuatannya. Namun, tidak didengarkan. Hingga kudorong salah satunya dengan penuh tenaga. Dia pun menubruk tumpukkan kayu hingga membuat lengannya terluka.

"Aaaggg ... sakit!"

Tak kuhiraukan keluhannya. Aku berusaha menyelamatkan burung-burung yang sangkarnya telah mereka porak-porandakan.

Sedang berusaha menyelamatkan burung-burung itu, tiba-tiba saja seseorang menarik bajuku. "Lu apain anak gua?!"

Suami Bu Mega, dia membelalakkan mata. Mungkin marah atas perbuatanku mendorong anaknya. Di belakang pria itu, Bu Mega bukannya menghentikan perselisihan, dia justru mengompori, "Hajar aja, Pak. Gara-gara dia, Faris jadi dipenjara. Sekarang anak kita terluka juga. Ga pernah dididik orang tua ya begitu!"

Perkataan Bu Mega sungguh menusuk hati. Namun, aku masih hanya diam. Mencoba meredam emosi.

"Burung gini aja dipelihara. Injek lagi boleh ya, Bu?" Salah seorang anak Bu Mega menginjak burung kenariku hingga tubuhnya hancur.

"Hei ...."

Aku pun mendadak geram. Hingga tak mampu menahan emosi. Segera melepaskan diri dari cengkeraman suami Bu Mega, aku mendorong, kemudian menghantamkan tinju ke anak Bu Mega yang menginjak burung kenariku.

"Aaaggg ...." Anak Bu Mega terdorong, dia berteriak kesakitan.

Tidak tinggal diam, suami Bu Mega menyusul. Dia membalas luka pada wajah anaknya dengan mendaratkan tinjunya di wajahku. Aku pun tidak menerima begitu saja. Kubalas berkali-kali tinjunya. Rasanya emosiku mencapai puncak. Hingga suami Bu Mega yang badannya tidak terlalu besar mulai babak belur.

Terus kuluapkan emosi melalui hantaman demi hantaman yang mendarat tepat di wajah suami Bu Mega. Tak lama kemudian, kedua anaknya membantu. Mereka menyeretku ke belakang. Namun, aku berhasil kembali melepaskan diri. Emosi masih menari-nari di benak, hingga serangan berpindah. Kupukuli pemuda yang sudah menyakiti hewan peliharaanku. Berkali-kali. Hingga darah mulai mengucur dari hidungnya.

Dari arah sekitar, terdengar suara Bu Mega yang mulai berteriak meminta bantuan dari warga.

"Tolooong ... anak saya disiksa. Tolooong ...."

Lihat selengkapnya