Senja meraba ranjang di samping tempat ia tidur. Seketika ia terjaga saat tidak mendapati Surya di sampingnya. Kepalanya celingukan mencari keberadaan sang suami.
"Mas?" teriaknya ke arah kamar mandi yang sedikit terbuka. Namun tak ada balasan, pun suara gemericik air.
"Ah, mungkin sedang membuat pancake di dapur," pikir Senja.
Pergumulan mereka semalam cukup menyita tenaga dan perasaan. Sangat panas dan membara. Senja terkekeh, wajahnya memerah, perasaannya serasa meluap. Ia mengingat jelas segala detail yang terlalui. Dari cumbuan di pusar hingga ucapan kata cinta yang Senja ikrarkan berulang-ulang.
"Kau tidak tahu bagaimana besarnya rasa ini padamu, Mas. Mas Surya, aku sangat mencintaimu."
Setiap Senja melafalkan kalimat cinta, Surya akan mempercepat tempo permainan, membuat Senja menjerit tak karuan. Ia menyukainya karena itu terasa sangat memabukan. Bagi Senja, tindakan itu merupakan sebuah balasan dari curahan cinta yang ia lantunkan. Perlakuan lembut Surya selama sesi ranjang sudah cukup meyakinkan Senja bahwa Surya juga memiliki rasa yang sama.
"Aku berjanji akan menjadi istri yang nurut, Mas," ucapnya, masih tersipu.
Ia mendekap erat bantal dan membenamkan wajahnya ke atas permukaannya. Malu, bak remaja ingusan yang baru mengenal cinta untuk pertama kalinya.
Surya dan Senja pernah mengarungi satu universitas yang sama. Keluarga mereka sudah melakukan kerja sama bisnis selama bertahun-tahun, sejak Surya dan Senja menginjak usia belia. Seringnya frekuensi kebersamaan mereka, terutama di masa-masa kuliah, menumbuhkan rasa lain dalam diri Senja. Rasa yang tak bisa diklaim lagi sebagai rasa persahabatan.
Senja pernah beberapa kali menyatakan perasaannya dan beberapa kali pula ia ditolak. Banyak alasan yang diutarakan pria itu. Dari fokus belajar hingga mempunyai rasa terhadap wanita lain. Poin satu ini yang membuat hati Senja perih. Ia bahkan menangis sampai berhari-hari ketika rumor kedekatan Surya dengan Marisa berhembus kencang. Walau pun hubungan itu tidak pernah dikonfirmasi oleh kedua belah pihak.
"Pada akhirnya, akulah yang kau pilih, Mas. Terima kasih, aku sangat bahagia!" pekiknya ceria.
Dengan masih terhipnotis oleh memori panas semalam, Senja turun dari ranjang. Ia akan menyusul Surya di dapur, mungkin saja pancake yang sempat dijanjikan pasca janji pernikahan sudah matang. Sekalian ia akan bebersih diri dan berbenah tempat.
Suite tempat mereka berbulan madu selama seminggu ke depan terlihat sangat kacau. Inilah yang dimaksud dengan frasa menguras tenaga. Permainan mereka tidak hanya stay di atas ranjang saja, melainkan meng-explore beberapa titik yang tersebar di dalam suite.
"Darimana kau mempelajari teknik-teknik percintaan itu, Mas?"
Tangannya yang hendak meraih lingerie merah yang tersampir di kap lampu, membeku di udara. Tersentak oleh gumamannya sendiri. Darimana pria itu tahu? Bodoh! Tentu saja dari mantan kekasihnya. Memikirkan itu, mendadak hatinya seolah teremas kuat.
"Tidak, Senja! Mantannya adalah masa lalu! Dan kaulah masa depannya!"
Benar bukan? Karena siapa pun mantan yang sempat menghuni hatinya, entah si Marisa atau Niken -primadona kampus yang dulu juga gencar melakukan pendekatan terhadap Surya- akhir bahagia telah tertulis di buku asmara milik Surya. Dan Senja adalah akhir bagi Sang Surya.
"Mas, sudah matang pancake-nya?"
Senja berkedip. Kosong. Dapur masih terlihat rapi seolah belum pernah dikunjungi. Dapat dipastikan Surya belum menjangkau area dapur di suite ini. Senja memutar tubuhnya, "ah! Balcony!" pikirnya.
Ia melangkah cepat menuju balcony, namun senyumnya pudar kala tidak mendapati siapa pun di sana. Senja menghela napas sembari berkacak pinggang. "Apa ia keluar suite ya?"