Surya

AndikaP
Chapter #1

Jejak Kecil di Tanah Berlumpur

Di ujung kampung yang masih terlelap, Surya bangkit dari tikar anyaman yang tak pernah cukup hangat. Kegelapan masih menyelimuti tanah pedesaan itu, hanya diterangi cahaya samar dari lampu minyak di sudut rumah. Di luar, sunyi. Bunyi serangga malam berpadu dengan lolongan anjing yang terdengar dari kejauhan. Suara itu tak lagi menggetarkan Surya, gadis berusia sepuluh tahun yang sudah akrab dengan segala kerasnya kehidupan ini.

Sejak kecil, Surya terbiasa hidup dalam kesederhanaan yang penuh perjuangan. Ibunya sudah lama meninggal karena sakit, dan ayahnya bekerja sebagai buruh tani yang penghasilannya tidak menentu. Sering kali, mereka harus berjuang keras hanya untuk bisa makan cukup. Meskipun begitu, Surya dan adik-adiknya tidak pernah merasa kekurangan kasih sayang. Ayah mereka selalu berusaha sebisa mungkin untuk memenuhi kebutuhan mereka, meskipun tak jarang ia harus pergi jauh dan meninggalkan mereka dalam beberapa waktu.

Pagi ini, seperti pagi-pagi sebelumnya, Surya harus bangkit lebih awal. Meski tubuhnya letih, hatinya dipenuhi tekad. Ia segera meraih tas anyamannya, tempat beberapa buah pinang yang sudah ia kumpulkan sejak kemarin tertata rapi. Di sampingnya, Ani, adik perempuannya yang berusia delapan tahun, masih terkantuk-kantuk namun berusaha keras menahan kantuk. Mereka harus mencapai pasar pagi ini sebelum fajar benar-benar merekah.

"Cepat, Ani. Kita harus tiba sebelum banyak orang datang," bisik Surya, menatap adiknya dengan sorot mata penuh tekad. Kegigihan Surya adalah cermin dari hatinya yang tak mudah menyerah. Ia tahu, hanya dengan berusaha lebih keras mereka bisa membawa pulang uang yang cukup untuk makan dan membeli barang kebutuhan rumah.

Meski Ani sering kali mengeluh, kali ini dia tak banyak bicara. Seperti Surya, dia sudah terbiasa dengan kehidupan yang penuh perjuangan. Mereka berjalan menapaki jalan berlumpur yang lengket di telapak kaki. Setiap langkah mengeluarkan bunyi lengket, namun Surya sudah terbiasa. Tangan kecilnya menenteng tas pinang, sementara matanya sesekali mengawasi kiri-kanan, waspada akan apa pun yang mungkin muncul di jalanan sepi itu.

Pasar tidaklah dekat. Di bawah temaram bulan, Surya dan Ani berjalan dalam keheningan. Mereka tak berbicara, hanya saling menguatkan dengan langkah yang terus berirama. Keterpaksaan sudah tak lagi jadi beban bagi Surya. Ia merasa bahwa setiap kali berhasil sampai pasar dan menjual buah pinangnya, ia telah mengalahkan satu rintangan hidup. Setiap koin yang ia dapatkan adalah bukti bahwa ia bisa—bahwa di balik tubuh kecilnya, ada jiwa yang tak mudah runtuh.

Suara binatang malam mulai menghilang ketika langit berubah keabu-abuan, menandakan pagi akan segera tiba. Setelah berjalan hampir satu jam, kaki Surya dan Ani mulai terasa pegal, tetapi mereka terus melangkah, dengan pikiran pada tujuan yang lebih besar: membawa pulang uang untuk membeli beras dan mungkin sedikit jajan untuk adik-adik mereka yang masih kecil. Hanya dengan itu, mereka bisa bertahan. Setiap usaha, sekecil apa pun, adalah harapan yang harus terus diperjuangkan.

Lihat selengkapnya