Kembali ke rumah, Surya dan Ani disambut wajah-wajah adik mereka yang lebih kecil. Adik bungsu mereka, Ratna, berlari menghampiri Surya, meraih tangan kakaknya sambil menatap dengan mata berbinar-binar.
“Surya, kita bisa makan enak hari ini?” tanya Ratna, polos dan penuh harap.
Surya mengusap rambut adiknya dengan lembut. “Iya, kita bisa makan nasi hari ini. Kakak sudah jual pinang dan kelapa.”
Di dalam hati, Surya berjanji akan terus berusaha. Ia sadar bahwa kehadirannya adalah harapan bagi keluarganya. Seberat apa pun, selama ia bisa berdiri dan berjalan, ia takkan berhenti. Di rumah yang sederhana, tanpa listrik dan hanya diterangi oleh lampu minyak saat malam tiba, Surya menyimpan harapan besar untuk masa depan.
Setiap malam, ia duduk di samping lampu minyak dan belajar membaca. Buku-buku sekolah yang sudah lecek menjadi teman setianya, membantu ia melupakan rasa lelah. Di tengah gelapnya malam dan sunyinya kampung, Surya berjanji pada dirinya sendiri. Ia akan menyelesaikan sekolah, ia akan berjuang untuk nasib yang lebih baik. Di hatinya, tumbuh sebuah tekad: ia tak hanya ingin menghidupi keluarganya. Ia ingin membuktikan bahwa ia bisa lebih dari sekadar gadis kecil yang mengais hidup di pasar.
Hari-hari berlalu dengan penuh perjuangan. Surya bangun sebelum fajar menyingsing, menyiapkan sarapan sederhana bagi adik-adiknya, kemudian pergi ke pasar untuk membantu Ani menjual pinang dan kelapa. Sambil menunggu pembeli, Surya memanfaatkan waktu untuk belajar. Buku yang dibawanya hampir selalu terbuka di atas meja, meskipun terkadang ia harus menahan kantuk karena begadang semalam penuh dengan pelajaran yang belum sepenuhnya dipahami.
Di pasar yang ramai, Surya sering kali mendengar pembicaraan orang-orang tentang mimpi dan cita-cita. Banyak yang berbicara tentang keinginan untuk menjadi kaya, memiliki usaha besar, atau menjadi seseorang yang dihormati. Namun, bagi Surya, keinginan itu terasa begitu jauh, seolah hanya menjadi impian kosong yang sulit dicapai. Ia tidak pernah menginginkan kemewahan, hanya sebuah kehidupan yang lebih baik, di mana keluarganya bisa tidur nyenyak tanpa rasa lapar dan tanpa khawatir hari esok akan seperti hari ini.
"Surya, jangan terlalu banyak berpikir, ya? Fokus saja pada penjualan kita hari ini," Ani, kakaknya yang sudah lebih dewasa, mengingatkan. Ani selalu menjadi penyejuk hatinya, seseorang yang meskipun tidak banyak berbicara, selalu hadir untuk memberikan dukungan moral.
“Ani, kalau ada kesempatan, aku ingin bisa lebih dari ini. Aku ingin sekolah lebih tinggi lagi,” jawab Surya, dengan suara pelan namun penuh tekad.
Ani tersenyum tipis, meski matanya tampak sedikit sendu. "Aku tahu kamu kuat, Surya. Tapi kita harus realistis. Cobalah untuk menikmati apa yang kita punya saat ini."