"Cantik ...,"
Bisik seorang laki-laki tua dengan perut buncit yang kini melingkarkan tangannya di perutku yang langsing. Dagunya ia letakkan tepat di atas bahu hingga napasnya yang memburu berhembus kasar menerpa dadaku.
Kami berdua berdiri di depan cermin besar di kamar sebuah hotel mewah sekarang. Aku menatap pantulan bayanganku sendiri, sungguh benar apa yang dikatakan oleh laki-laki yang sebenarnya lebih pantas jadi ayahku ini.
Cantik, bahkan teramat cantik. Ditunjang dengan body depan belakang yang montok juga kencang hingga membuat banyak lelaki hidung belang dengan kocek tebal, rela mengantre untuk mendapat servis dariku.
"Ah, Om, bisa aja ..., " sahutku manja. Padahal sungguh mati, aku sudah muak untuk terus berpura-pura seperti ini.
Dengan tidak sabar ia membalikkan badanku, membuat makhluk kecil dengan tampilan menyeramkan yang selama ini mengikuti kemanapun aku pergi, menggeram dengan hebat sambil meneteskan air liur yang menjijikan.
Dengan sekali lompatan, makhluk itu langsung masuk ke dalam tubuh melalui bagian kewanitaanku.
Seketika gairahku langsung terbakar, aku kesetanan ketika melayani bandot tua yang sedikit kewalahan menghadapi kebinalanku di atas ranjang.
Awalnya mungkin akan terasa menyenangkan, namun lama-lama siapa pun yang menyetubuhiku akan mengalami nasib mengenaskan.
Begitu juga yang terjadi dengan bandot tua ini sekarang. Perlahan energinya mulai terforsir habis dengan mulut yang megap-megap mencari udara.
Berkali-kali ia meminta berhenti ketika aku terus menuntut untuk dipuaskan, namun makhluk di dalam tubuhku ini seolah tidak mau berhenti sama sekali.
Tubuhku terus bergerak liar dalam kendalinya, hingga tanpa sadar bandot tua itu meregang nyawa karena kehabisan nafas juga serangan jantung akibat kelelahan.
Tangannya mencengkeram punggungku dengan erat, meninggalkan jejak-jejak kuku dengan goresan luka memanjang. Sebelum akhirnya terdengar suara mengorok yang mengerikan, yang menjadi tanda bahwa napasnya telah terhenti saat itu juga.
Perih, terlebih lagi bagian bawah dari tubuhku ini. Dengan langkah gontai aku meninggalkan tubuh yang terbaring kaku dengan mata melotot itu kemudian duduk di tepian ranjang.
Bagaikan mimpi yang terus berulang, makhluk itu akan ke luar melalui bagian paling sensitif sebagaimana ia masuk, hingga membuatku ambruk kehabisan tenaga.
Antara sadar dan tidak, aku mendengar suara yang sedang mengunyah makanan dengan lahap dan menimbulkan decak yang menjijikan, membuat mual langsung menohok perutku seketika.
Akupun segera memejamkan mata tanpa memedulikan lagi apa yang terjadi di belakang tubuhku.