Hari sudah malam ketika aku melajukan mobil ke tempat di mana klienku menunggu. Entah mengapa, kali ini perasaanku sungguh tidak enak. Seolah sesuatu yang buruk sedang mengintai.
"Kamu masih di mana, sayang? Aku udah gak sabar nunggu. Jangan lupa ya, hotel mawar kamar .... "
Segera kuletakkan lagi telepon genggam di kursi kosong di sebelah setelah kulihat sekilas pesan yang tertera di layar. Terus terang aku sudah tidak lagi berminat untuk membacanya.
Andaikan ia tahu apa yang akan terjadi dengan dirinya setelah ini. Tanpa sadar aku tersenyum sinis sambil menatap pantulan wajah pada kaca spion.
Ketika melihat bulan yang bulat penuh lewat kaca depan, rasa gelisah kembali mendera. Bulan itu seolah mengingatkanku pada sesuatu, tapi entah apa?
Tiidd ...
Suara klakson mobil di belakang membuyarkan lamunanku.
Segera kulajukan lagi mobil. Tinggal belok kiri, sepuluh meter di depan adalah hotel tempat aku akan menemui klienku. Sekaligus tempat di mana klienku itu akan menatap surga dunia untuk yang terakhir kali.
****
"Sarah .... "
Seseorang di atas ranjang langsung bangkit begitu melihatku masuk kamar setelah diantar petugas hotel yang kupergoki mencuri-curi pandang sambil menelan ludah berkali-kali.
Sebagai salam perpisahan, kuhadiahi petugas hotel itu kerlingan nakal nan menggoda yang langsung membuat jakunnya naik turun dengan badan sedikit gemetar. Aku tersenyum dalam hati.
Klienku kali ini tergolong masih muda. Mungkin usianya pertengahan empat puluh, dengan paras yang lumayan tampan.
"Halo, Om .... " sapaku manja dengan suara sedikit mendesah begitu pintu kamar tertutup.
"Kok, Om, sih?" protesnya yang tanpa basa-basi langsung mencium bibirku yang merah merekah. "Harusnya, Mas, dong!"
Ia menatapku lekat, matanya tak bisa berbohong bila ia begitu terpikat. Napasnya yang memburu langsung terdengar berhembus kasar di telinga, tanda nafsunya sudah tak lagi terkendali.