Susuk Wanita Malam

Annisa Novianti
Chapter #8

Part 8

"Neng, kamu kenapa dari kemarin kok muntah-muntah terus?"

Deg!

Seketika jantung yang berdetak terasa berhenti ketika mendengar emak menggedor-gedor pintu kamar mandi saat aku sedang muntah-muntah di dalamnya.

"Nggak apa-apa kok, Mak. Mungkin Neng cuma masuk angin!" teriakku dari dalam sambil mati-matian menahan sesuatu yang hendak mencelat ke luar.

Kuusap air mata sekaligus sudut bibir dengan kasar menggunakan punggung tangan kemudian melangkah ke luar.

Emak menatapku dari atas sampai bawah seperti sedang menyelidik, kemudian pandangannya berhenti tepat mengarah perut.

Bergegas aku menutupi sesuatu yang semakin membesar itu dengan melipatkan tangan di atasnya.

"Kamu yakin gak apa-apa, Neng?"

Mata emak terlihat khawatir sekaligus penasaran. Aku hanya mampu menggeleng lemah tanpa menjawab apa-apa, kemudian menarik sudut bibir untuk membentuk sebuah senyum walau terlihat dipaksakan.

Hening beberapa saat melingkupi kami berdua, sementara mata emak belum juga beranjak dari menatap mataku hingga membuat aku salah tingkah.

Emak menghela napas panjang kemudian mengembuskannya. Beliau mendesah dengan rasa gelisah yang terlihat kentara. Radarku sebagai anak, ternyata mampu menangkap sinyalnya. Mungkinkah ...

"Neng, akhir-akhir ini emak merasa ada yang aneh sama kamu. Mudah-mudahan cuma perasaan emak saja ..."

Tanpa diduga emak tertawa, namun terdengar sumbang di telinga. Perasaanku sungguh tak enak sekarang. Aku merasa seolah sedang dihakimi, sebelum persidangan di mulai.

"Kamu terlihat kurus, pucat, tapi perut kamu membesar. Orang lain mungkin tak menyadari, tapi emak tak bisa kamu bohongi. Emak tahu keseharian kamu seperti apa, karena emak yang membesarkan kamu. Emak curiga kalau ... kalau ... ah ..."

Emak tak meneruskan ucapannya, matanya terlihat berkaca-kaca. Aku tahu persis ke mana arah pembicaraan ini. Setelah mendesah panjang, emak kembali meneruskan ucapannya.

"Coba jujur, Neng. Apa yang sebenarnya terjadi sama kamu?"

Emak menatap tajam, membuat aku langsung gelagapan ketika menerima serangan secara tiba-tiba.

"Enggak kok, Mak. Neng cuma masuk angin aja," jawabku gugup sambil menekan perut yang semakin membesar dengan ke dua tangan.

Rupanya emak tak menyerah begitu saja. Tangannya mengurai tanganku lalu menyimpannya di samping badan. Baju longgar yang selalu aku kenakan tak dapat lagi menutupi sesuatu yang menyembul di baliknya.

Tanpa suara emak menyingkap kaus itu dengan tangan bergetar. Tampaklah sesuatu yang hampir enam bulan ini aku sembunyikan.

Entah merasakan kegelisahanku atau apa, aku tak mengerti, karena tiba-tiba saja janin dalam perut membuat getaran samar yang menjadi tanda bahwa ia ada dan nyata.

"Astagfirullah al'adziim ... siapa yang melakukannya, Neng?" tanya emak histeris. Kemudian buru-buru melepaskan pegangannya pada kaus yang ku kenakan.

Lihat selengkapnya