SUWUNG

Faiq Mufidah
Chapter #12

Potongan Puzzle

Kejujuranku berujung petaka. Kupikir, berita dariku akan menyulut perang di negara yang telah merdeka. Dugaanku meleset. Amarah Mama sirna hanya dalam hitungan detik saat Papa masuk ke rumah. Aku menduga, kali ini diamnya pasti pertanda buruk.

Papa masuk ke rumah dengan wajah datar. Tidak ada raut bahagia, pun tidak ada raut kesedihan atau amarah. Begitu pula dengan Mama.

Malam merangkul hangatnya sinar mentari. Hari semakin gelap dan suasana berubah jadi dingin.

Papaku masih terlihat mempesona walau sekadar mengenakan kaos oblong warna hitam. Tubuhnya harum, rambutnya sedikit basah. Kumis tipis dan janggutnya yang mulai memanjang membuatnya terlihat maskulin. Hobi Papa berolahraga, membuat tubuhnya berotot dan tampak selalu bugar.

“Pa...,” ucapku mengawali pembicaraan.

 “Ada apa Kamari?”

Papa yang tengah sibuk membuat kopi untuk diri sendiri di dapur, tidak menatap mataku. Pandangannya tidak jauh dari gelas dan peralatan dapur di hadapannya.

“Kapan kita ke rumah Tante Rani lagi?”

Seolah pertanyaan tak biasa. Seketika Papa menoleh padaku.

“Tumben, bertanya seperti itu. Kenapa?” ucapnya.

“A-anu, Pa. Kotak makanan sehat, tertinggal di sana,” jawabku penuh hati-hati.

Papa menyesap sedikit kopinya. Lalu melirik ke ruang tengah seraya menurunkan badan. Kini kepalanya sejajar dengan kepalaku.

“Mamamu tahu, kita tadi ke sana?” bisiknya.

Aku tidak menjawab. Hanya mengangkat bahu dan menggelengkan kepala.

“Ingat, ya. Jangan bilang apa-apa ke Mama. Biar malam nanti Papa ambilkan ke sana.”

Aku mengangguk. Aku tidak mengatakan pada Papa, aku telah memberi tahu Mama kotak itu tertinggal di rumah Tante Rani.

Papa memegang pundakku dan menyuruhku ke depan dengan isyarat tangan dan ayunan kepalanya.

Aku menurut saja tanpa tanya dan perlawanan.

Aroma tidak sehat di bawah atap rumahku semakin tercium jelas. Pagi hari, sebelum matahari benar-benar menampakkan cahayanya. Wadah kotak makanan sehat sudah berada di atas meja dapur. Uang di dalamnya pun masih utuh. Mama tampak biasa melihatnya. Tidak ada kata atau pertanyaan untuk mengonfirmasi kapan benda itu berada di atas meja.

Beberapa pertanyaan justru muncul dalam diriku. Mengapa Mama tidak bertanya kepadaku kapan dan siapa yang mengambilkan kotak ini? Apakah Papa sendiri yang akhirnya jujur kepada Mama?

Kali ini, aku tampak bodoh. Tidak tahu harus berbuat apa.

Aku tidak tahu persis apa yang sebenarnya terjadi pada Mama dan Papa. Hati kecil selalu berbisik, ada sesuatu yang aneh di dalam keluarga ini. Sebelum aku mengerti jalan pikiran orang dewasa. Aku hanya bisa menebak-nebak dan menyimpannya dalam memori ingatan dalam bentuk potongan puzzle. Aku ingin segera dewasa dan mengetahui makna akan teka-teki kehidupan orang dewasa.

***

Hari Minggu pagi. Papa mengajakku memancing bersama Eyang Kakung. Dengan tegas kutolak. Aku tidak ingin melewatkan Chibi Maruko-Chan, Hamtaro dan Crayon Shin Chan. Acara di layar teve yang bisa kutonton hanya pada Minggu pagi. Berbekal jagung dan ubi rebus, aku telah duduk dengan khitmat di depan layar teve sejak pukul tujuh.

Lihat selengkapnya