SUWUNG

cholifatul ridwan
Chapter #5

5

Bangun pagi, saya masih sama dengan diri saya yang kemarin. Saya masih membuka mata saya secara otomatis. Namun, rupanya pagi ini saya dihinggapi rasa malas. Mungkin efek dari rasa nelangsa kemarin yang belum sepenuhnya pergi. Juga efek dari pertanyaan saya sendiri yang belum saya temukan jawabannya. Bagaimana akan mengerti sebuah ketulusan betul-betul hadir dari sanubari saya? Di manakah mulanya? Dan sampai manakah batasnya? Saya hidup membujang. Bagaimanapun, saya butuh uang untuk tetap hidup. Bukankah wajar bila saya mencari keuntungan dari setiap berhubungan dengan orang lain? Kalau tidak begitu, dari mana saya dapat bertahan hidup? Saya tidak mau menjadi patung atau pengemis.

Saya kadang memang mendapati orang yang menggandakan dokumen di toko saya bilang, terima kasih. Atau kadang mereka memberikan senyum mereka. Juga orang yang kadang saya tolong ambilkan buku atau uang mereka yang jatuh di jalan. Namun, saya juga tidak atau belum tahu pasti apakah mereka benar-benar tulus. Apakah saya juga harus menanyai setiap orang yang berhubungan dengan saya itu? Hai, si Anu, apakah Anda betul-betul tulus membayar jasa atas setiap dokumen yang Anda gandakan di tempat saya? Atau, hai, si Anu, apakah Anda tulus dengan ucapan terima kasih dan senyum Anda itu? Hai, Mbah Reksa, apakah njenengan bekerja sebagai penjaga kontrakan ini betul-betul dengan hati yang tulus? Hai, Pak Jaga, apakah njenengan ikhlas jika saya mengambil lima potong tempe goreng dan saya tidak membayarnya? Saya kira saya hanya akan dicap sebagai orang kepo.

Akhirnya saya memang kembali lagi sebagai orang yang menjalani hari-hari saya dengan wajar. Ditambah kali ini disertai rasa malas.

Sebenarnya tidak begitu tepat kalau saya ini orang yang tidak memiliki motivasi sama sekali. Tapi, mungkin lebih tepatnya, saya ini orang dengan motivasi yang cukup sederhana. Saya hanya mau menjalani hidup saya secara wajar. Apakah ini yang kemudian membikin hidup saya nampak datar-datar saja? Apakah kesepian yang kemarin saya rasakan juga efek dari motivasi hidup saya yang hanya sederhana itu? Apakah saya mesti memiliki motivasi yang lebih?

Saya ini bujangan yang hidup sendiri dan sudah tidak begitu muda lagi. Orang-orang seumuran saya umumnya sudah banyak yang menikah atau memiliki anak. Apakah saya juga perlu menikah dan melanjutkan keturunan saya? Sepertinya ini adalah ide yang cukup menarik. Barangkali dengan membangun hubungan yang terikat secara lebih intim dan intens akan membikin saya terlepas dari rasa kesepian. Tapi, bagaimana memulai hubungan yang seperti itu?

Menikah sepertinya mudah. Saya tinggal datang ke KUA. Membayar sekian uang yang saya kira tidak terlalu banyak. Beres. Tapi dengan siapa saya akan menikah? Berarti tinggal menacari calon pasangan yang mau sama saya. Siapa kira-kira? Saya jadi teringat si gadis tamu saya itu lagi. Rasa-rasanya hanya dialah perempuan yang pernah dekat berhubungan dengan saya. Apakah dia mau saya ajak menikah? Kan saya baru kenal dan baru berhubungan beberapa hari dan dia pun sekarang sulit dihubungi? Tapi, sepertinya dia gadis yang baik, meski dia bilang ada punya masalah dengan hidupnya. Yah, kan masalah bisa diatasi bersama? Bukankah memang hubungan seperti itu untuk menyelesaikan masalah-masalah dengan dua kepala? Berarti saya harus mulai mengurai masalah-masalah yang sudah terlanjur ada pada kami. Tapi, mungkin bisa saya mulai dengan mengurai masalah saya sendiri. Uang? Saya ada punya usaha. Tempat tinggal? Kontrakan ini saya rasa sementara cukup. Kendaraan? Vespa ada. Dia ada motor. Saya juga punya kucing. Maksud saya bisa kami jadikan klangenan. Bahkan lebih dari itu karena Kakang saya sudah saya anggap sebagai saudara saya sendiri. Pakaian? Yah, lumayan lebih dari cukup lah. Pistol saya memang tidak punya. Tapi saya jelas punya nyali buat sekedar bertarung dengan maling. Saya juga bisa menulis karangan. Ini kelebihan saya, saya kira. Berarti tinggal menghadirkan lagi si gadis tamu saya itu dalam hidup saya. Menilik dari pembawaannya, saya rasa itu bukan hal yang teramat sulit. Kan saya juga sudah ada nomor kontaknya? Tak mungkin ia memblokir kontak saya dan melupakan saya tanpa sebab yang jelas, saya kira. Setelah itu tinggal memecahkan masalah-masalah yang ia bawa dan masalah-masalah yang sekira akan datang nantinya bersama-sama. Sepertinya ini akan menjadi motivasi yang menarik dan menantang. Baik, saya akan memulainya pagi ini.

Lihat selengkapnya