Swara Guntur, 1998

Sayap Monokrom
Chapter #16

15. Surat Terakhir

“Berteriaklah lantang sebelum dibungkam.”

Putri, 1998.

****

Seorang anak laki-laki berseragam putih merah sedang duduk sendirian di bawah pohon besar di halaman sekolah. Tanpa ekspresi, dia terus membalik halaman demi halaman buku yang sedang dibacanya.

Dengan pendengaran yang tajam, Guntur kecil mendengar langkah kaki yang berjalan cepat. Tepat saat dia menurunkan bukunya, seorang anak perempuan sebayanya terjatuh tersungkur dengan dagu yang mendarat duluan.

“Aduh! Mama, sakit!” rengek gadis itu yang malah menenggelamkan kepala ke lipatan tangan. Guntur kecil menghampiri dan menepuk pundaknya dengan tatapan bingung. Anak lelaki itu tidak tahu caranya menghibur. Sang gadis pun mendongak seraya mendelik.

“Kamu sengaja mau bikin aku jatuh, ya?” tuduh gadis itu dengan nada tinggi. Dia mencoba bangkit dan berdiri saat Guntur masih duduk. Guntur terdiam dengan kening berkerut. Gadis itu berdecak sebal.

“Gak mungkin aku sengaja. Aku sedang baca buku,” elak Guntur dengan nada lembut sambil menunjuk buku di tangannya. 

“Terus, kamu pikir aku jatuh sendiri? Cuma anak bayi yang jatuh sendiri!”

Guntur berdiri seraya memperhatikan gadis itu. Diam-diam, dia tersenyum melihat gadis itu mencebikkan bibir. Tak lama, sekumpulan anak perempuan menghampiri mereka.

“Putri! Kamu kenapa lari? Kita belum selesai main, tau!”

“Iya, gak seru kalau gak ada kamu!”

“Aku gak mau main sama kalian!” sentak Putri beringsut ke belakang Guntur. Dia mencengkeram lengan anak laki-laki itu dengan tangan gemetar. Anak lelaki yang belum memahami situasi pun kebingungan.

“Kenapa kamu malah sembunyi? Ayo ikut kami!”

Guntur menghalangi anak perempuan yang hendak menggapai rok merah milik Putri. Dia ragu akan segala hal, tapi dia tidak bisa diam ketika melihat anak sebayanya tidak nyaman bermain dengan anak-anak lain. “Dia tidak mau main dengan kalian. Berhenti gangguin dia!”

“Kami temannya yang mau main sama dia. Emangnya kamu siapa?”

“Teman gak akan menyakiti temannya sendiri,” ungkap Guntur dengan nada datar dan tanpa ekspresi.

“Kami cuma bercanda. Iya, kan, Putri?”

Lihat selengkapnya