Swara Guntur, 1998

Sayap Monokrom
Chapter #18

EPILOG

“Cinta banyak tertinggal di orang lama itu benar adanya, selebihnya hanya melanjutkan hidup.”

Guntur, 2023.

****

“Tur, apa yang kamu rindukan di tahun '98?” tanya perempuan dengan cekungan di sebelah pipi. Guntur menyadari bahwa lesung pipit itu masih tampak manis.

“Aku merindukan semua yang telah hilang, tenggelam, dan mati,” jawab Guntur dengan nada pelan, tetapi masih dapat didengar. Pria dewasa itu berjalan beriringan tanpa alas kaki menapaki pasir putih bersama gadis remaja.

“Kenapa merindukannya? Bukankah Mei '98 dipenuhi luka?”

“Benar, tapi setidaknya mereka masih ada,” ungkap Guntur. Rambut pria dewasa itu melambai diterpa angin laut. Tangannya menggenggam pasir sejak tiba di salah satu pantai di jakarta.

Gadis itu hanya tersenyum, lalu berjalan mendahului. Cukup lama mereka diam dan membiarkan ombak menghempas karang yang bersuara. Guntur senantiasa mengikuti hingga tiba di satu titik. Remaja perempuan itu duduk di atas bebatuan besar, lalu mendongak dengan tatapan nanar.

“Jadi, sekarang kamu kesepian?” tanya sang gadis.

“Bagaimana aku tidak kesepian saat ditinggal sendirian?”

Guntur duduk di sebelah perempuan itu dengan tatapan sendu. Dia melihat telapak tangan yang semula menggenggam pasir, kini tersisa butiran debu. Pasir yang digenggam sangat kuat, menghilang seiring mereka berjalan ke titik ini.

“Kamu tidak sendirian, Tur. Aku masih di sini,” ungkap perempuan itu.

“Bukan, Putri. Kini kamu hanyalah bayangan yang aku ciptakan sendiri,” sanggah Guntur menatap wajah yang selalu dirindukan selama hampir 25 tahun. Setelah itu, sang perempuan menghilang dari pandangannya secara perlahan. Pria itu berdiri seraya mengembuskan napas kasar.

Menjelang siang, dia berjalan meninggalkan lautan dan masuk ke mobil mewah. Berkat jerih payahnya selama lebih dari dua dekade, Guntur berhasil meraih salah satu impiannya, yaitu menjadi orang kaya. Mempelajari investasi jangka panjang, membuatnya bisa menikmati hidup nyaman di usia sekarang. Namun, ada impian lain tidak mungkin terwujud.

Hidup tenang bersama orang-orang tersayang.

Pria yang menginjak usia kepala empat itu tidak pernah memiliki pemikiran untuk hidup berkeluarga. Guntur pernah mencoba membuka hati kepada seorang wanita saat masih berkuliah. Dia menjalin hubungan beberapa bulan, tetapi akhirnya gagal karena dirinya masih terjebak di masa lalu.

Cintanya telah habis di orang lama.

Guntur mengendarai mobil selama beberapa jam di jalanan ibu kota. Beberapa jam kemudian, dia berhenti setelah sampai di tujuan. Tidak jauh dari Istana Negara, pria itu menepikan mobil dan melihat ke luar jendela.

“Mereka masih melakukan itu?” tanya Putri di kursi belakang. Guntur menoleh sekilas, lalu kembali menatap ke sekumpulan orang berbaju hitam yang sedang membawa payung dengan warna sama.

“Hanya itu yang bisa mereka lakukan. Menuntut keadilan yang seolah-olah dianggap angin lalu. Sudah lebih dari 15 tahun mereka melakukannya, tapi belum juga mendapatkan yang mereka harapkan,” jawab Guntur sebelum bayangan gadis itu kembali menghilang.

Lihat selengkapnya