Swasembada Angan

Reyan Bewinda
Chapter #2

Arus

Seragam dan jaket yang basah itu masih meneteskan air. Air itu jatuh di tanah dan menjadi satu tepat di bayangan tangan Sandi dan Riska yang masih bersalaman.

Sandi menatap Riska yang tersenyum lalu menatap ke tangan Riska yang ia genggam. Genggaman yang kuat, tetapi terasa lembut dan hangat. Perasaan hangat itu terasa sampai ke dada Sandi. Deg! Sandi pun tersadar dan melepaskan genggaman tangannya.

"Ngomong-ngomong, kamu tuh tadi melakukan aksi apa sampai dikejar begitu? Kamu ikutan gerakan mahasiswa yang suka diberitain di media ya?" tanya Sandi serius.

Namun, Riska malah tertawa, "Hahaha aku gak sepintar itu. Aku gak bisa ikut gerakan mahasiswa yang terorganisir begitu. Aku punya cara sendiri buat melawan."

"Oh iya? Gimana caranya?" tanya Sandi.

Riska tersenyum lalu mengangkat telunjuknya seolah akan memberikan sebuah ide yang brilian. Matanya memancarkan semangat yang berapi-api.

"Seni!" jawab Riska dengan penuh kebanggaan.

Sandi terpana. Riska lalu berjalan sambil celingak-celinguk mencari sesuatu. Sesaat kemudian, sepertinya dia berhasil menemukannya. Dia lalu menengok ke Sandi seraya tangannya menunjuk ke arah yang tadi dia temukan.

"Kamu tahu mural Soeharto yang di sana?" tanya Riska.

Sandi mencoba mengingat, "Mural? Oh, yang di dekat kantor pos?"

Riska mengangguk. Namun, Sandi masih bingung, "Kenapa?"

"Tadi aku percantik gambarnya," jawab Riska seraya bertolak pinggang bangga.

Sandi mencerna pernyataan Riska, "Sebentar .... Kamu ... nyoret-nyoret gambar presiden?"

"Bukan asal coret-coret, tapi itu karya seni!" Riska mengklarifikasi.

Namun, Sandi malah tertawa, "Hahaha iya sih itu bukan aksi mahasiswa banget. Terus kamu aksi begitu pakai jaket almamater?"

Riska tersentak, "Kamu sendiri tadi nyoblos pakai seragam PNS?"

Sandi tersentak, "Eh... Itu... Berarti kita ini sama bodohnya ya?"

Riska tertawa lepas. Sandi terpana melihat Riska yang tertawa begitu bebas seperti tidak ada beban sedikitpun. Setelah puas tertawa, Riska kembali menampakkan wajah serius.

"Mungkin kita bukan bodoh, kita cuma ingin melawan dengan menunjukkan siapa diri kita," ucap Riska pelan. Rambut panjangnya tertiup angin. Tatapan matanya sayu memandang ke langit. Sandi bisa merasakan kesedihan mendalam dari Riska. Kesedihan atas ketidakberdayaan yang dia juga rasakan.

"Tapi aku merasa aku belum melawan ...," kata Sandi menundukkan kepalanya, malu. Tatapan matanya memandang ke tanah yang basah oleh tetesan air jemuran. Riska melirik ke Sandi dan bisa memahami perasaannya.

"Kalau gitu, kamu mau gabung aksi aku gak?" tanya Riska.

"Eh?" jawab Sandi tersentak.

"Tenang, gak cuma coret-coret tembok kok. Aku akan kasih lihat kamu aksi dari gerakan Swasembada Angan yang sesungguhnya. Gimana?" tanya Riska.

Sandi tampak bingung. "Tapi ... aku PNS. Kalau ketahuan melakukan aksi begitu aku bakal ...," Sandi tidak bisa melanjutkan kata-katanya. Namun, Riska paham maksud Sandi.

"Aaaahhhh! Gara-gara nyebur ke sungai, walkman aku jadi hanyut!" teriak Riska mengalihkan topik pembicaraan.

"Ya udah, Aku mau cari walkman di pasar loak dulu ya. Thanks bantuannya!" kata Riska berjalan menuju pagar.

Sandi terkejut, "Eh? Kamu mau pergi? Terus ini baju kamu gimana?"

"Aku titip dulu. Besok aku ambil. Sekalian kamu bisa kasih jawaban kamu mau ikut aku atau nggak," kata Riska seraya membuka pagar. Saat hendak keluar, Riska berhenti sejenak dan menengok ke Sandi.

"Kalau kamu gak nyelamatin aku, aku pasti udah hanyut terbawa arus sungai, sama seperti walkman aku. Sandi ... Kamu orang baik. Tapi aku sering dengar kalau lingkungan dengan orang-orang berseragam seperti kamu saat ini bukan lah tempat yang baik. Orang bersih yang lama di sana, katanya lama-lama akan terbawa arus dan ikutan jadi kotor," ucap Riska.

Sandi tertegun, tidak bisa membalas pernyataan yang ia juga sadari sebagai kenyataan itu.

"Seperti kamu yang nyelamatin aku dari arus sungai, aku juga ingin nyelamatin kamu dari arus kejahatan. Jadi, kalau kamu butuh pertolongan, bilang ya!" kata Riska seraya tersenyum.

Riska pun melangkah pergi meninggalkan Sandi termenung sendiri. Sandi melihat ke jemuran di sampingnya dan memisahkan bagian ujung lengan yang terlilit.

***

Lihat selengkapnya