Swastamita di Cakrawala

Halimah RU
Chapter #5

Desa Chandika (3)

Sekitar pukul Sembilan lebih, semua sudah siap dengan pakaian yang sudah disiapkan oleh Nek Harsa. Tentu mereka tidak akan memakai pakaian yang mereka bawa. Aisyah yang memakai hijab ditambah dengan selendang panjang yang menutupi kepala, Danum dan Santika juga memakainya untuk menemani Aisyah.

Pakaian perempuan yang dipakai sama seperti batik yang dipakai Nek Harsa akan tetapi lebih bagus dan warnanya lebih cerah dengan daun dan bunga sebagai motifnya, kemudian bawahan yang dipakai rok kain berwarna hitam dengan corak garis-garis coklat tua memanjang. Nenek mewanti-wanti untuk berjalan pelan karena rok yang dipakai dari kain panjang yang dibentuk seperti rok, Danum menambahkan pengencang dengan menalikan tali di pinggang kepada dirinya, Santika, dan Aisyah.

Pakaian laki-laki lebih sederhana dengan baju lengan panjang warna coklat muda dan bawahan kain berwarna hitam sampai lutut kaki ditambah penutup kepala yang berbentuk bulat berwarna putih.

Rumah Pak Surya berada di tengah pedesaan dengan model rumah seperti Mbah Harsa tetapi halaman lebih luas, sekelilingnya juga rumah model sama kecuali depan rumahnya, gubuk tua milik Mbah Asih dukun bayi desa. Wara Kirana merupakan putri Pak Surya yang menikah hari ini dengan putra sepupu jauh raja bernama Bhumi Badra yang bertempat tinggal di ibukota kerajaan.

Pesta pernikahan dilaksanakan di halaman rumah Pak Surya, pempelai wanita dan pria menggunakan pakaian adat masa itu, bunga melati menjadi dominan pun pempelai wanita memakainya sebagai mahkota di kepala. Pempelai pria bertelanjang dada dengan pedang di sarungkan di belakang tubuh kemudian ada kain dibentuk bundar di letakkan di atas kepala.

Pelaksanaan pemberkatan pernikahan telah selesai dilaksanakan di wihara yang terletak di pinggir desa, kami terlambat untuk melihat prosesi tersebut. Sekarang ramah tamah oleh tuan rumah dengan sajian makanan dan camilan tradisional disuguhkan. Kami berdelapan hanya berada di belakang Nenek sejak awal masuk ke acara pernikahan, tentu banyak warga memperhatikan. Nek Harsa memperkenalkan kami sebagai pengembara dari negeri jauh yang sedang mampir dan menumpang beristirahat di rumah Nek Harsa dan Mbah Harsa.

Nek Harsa menjelaskan yang bisa mengerti bahasa desa ini hanya Santika seorang, warga yang mendengarkan antusias dan penasaran tentang keberadaan mereka. Banyak yang bertanya berbagai macam kepada Santika mulai dari bahasa negaranya, makanan, pakaian, panen, dan lainnya. Ke-tujuh teman yang lain mulai menyebar satu persatu, ada yang mengambil makanan, melihat dalam rumah Pak Surya yang hari ini terbuka lebar, dan hal yang membuat penasaran. Hanya Askara dan Aisyah yang menemani Santika disitu.

Satu jam berlalu dari acara pernikahan. Nek Harsa sudah menemui teman sebayanya di sisi kiri dan mengobrol ria, sedangkan Mbah Harsa, suaminya belum terlihat batang hidungnya sejak awal mereka sampai.

“Nak, mana kawanmu?” Mbah Harsa menghampiri Zhang dan Tatsu yang mengobrol di jalan masuk rumah Pak Surya. Di belakang Mbah Harsa ada dua orang bapak-bapak dan seorang pemuda yang berusia hampir sama dengan mereka berdua.

Zhang yang sedikit paham pertanyaan Mbah Harsa segera menghampiri Santika yang masih dikerungi oleh ibu-ibu warga desa.

“San, Mbah Harsa sepertinya mau berbicara sesuatu.” Ujar Zhang setelah menerobos ke tengah ibu-ibu, sambil menunjuk ke arah Mbah Harsa.

“Maaf ibu-ibu, saya permisi sebentar ya.”

Santika, Askara, dan Aisyah meninggalkan ibu-ibu berjalan menuju Mbah Harsa bersama Zhang yang kemudian diikuti oleh Tatsu dibelakang, sepertinya tadi di suruh Mbah untuk memanggil teman-teman yang lain ke sini.

“Ada apa Mbah?” Tanya Santika.

“Mari kita pulang ke rumah, aku perkenalkan kalian dengan anak dan cucu saya.” Jawab Mbah Harsa kemudian menengok ke belakang, dua bapak-bapak dan pemuda tersenyum kepada mereka.

Lihat selengkapnya