Pertemuan dengan Biksu Dharma telah usai, Biksu memberikan saran untuk lebih mengamati Candi Sahasra karena merupakan bangunan tertua di desa ini. Mereka kemudian kembali ke pelataran candi tersebut, sampai disana orang beribadah mulai sedikit karena telah memasuki waktu siang hari. Matahari hari ini begitu terik, musim kemarau di desa ini benar-benar panas tapi angina sepoi-sepoi memberikan nuansa asri.
“Aduhhh…. Panas banget.” Keluh Aisyah sambil mengipas-ipaskan tangan.
“Kita istirahat dulu gimana sih? Panas banget hari ini.” Tanya Juan.
“Tapi kitakan baru saja istirahat di wihara. Baru aja sampe candi minta istirahat.” Jawab Santika ketus.
“Lihat yang lain dong San. Pertimpangin, kasian tuh Aisyah.” Sanggah Juan yang kemudian menengok ke arah Aisyah.
“Tapi…”
“Udah kalian berdua. Mending sekarang yang mau istirahat ya istirahat, yang mau berpencar cari petunjuk ya boleh.” Jelas Tatsu.
“Okee deh.” Jawab Santika, kemudian berlalu menuju candi.
Aisyah dan Danum mencari tempat berteduh di bawah rerimbunan pohon di pinggir pelataran candi. Narendra mengikuti Santika ke candi, kemudian Zhang dan Tatsu melihat-lihat relief kembali mencoba mencari petunjuk, sedangkan Juan pergi ke pinggir danau untuk membasuh muka.
Dua jam kemudian.
“Ayo…. Pulangg dong.” Rengek Aisyah yang sudah capek.
“Bentar sedikit lagi kita pulang.” Jawab Santika.
Santika yang sedang berbicara dengan Biksuni dan Narendra tentang petunjuk-petunjuk yang mungkin dapat mmenemukan kunci. Dia juga menanyakan terkait asal usul desa dan juga informasi mengenai kerajaan yang memimpin di desa ini. Setelah dua jam berkeliling ketujuh pemuda di pelataran candi dan penjelasan relief serta cerita yang ada di dalamnya, di danau, dan bukit terdekat sampai sekarang masih belum menemukan petunjuk.
“Ngantuk banget nih.” Ujar Juan setelah berkeliling di sekitar bukit bersama Tatsu dan sekarang membaringkan tubuh di tanah.
“Enak ya Askara gak ikut kita cari petunjuk.” Protes Tatsu yang juga membaringkan tubuh di samping Juan.
“Iya ya, seharusnya dia balik ke sini setelah mengantarkan Min. Di rumah juga ada Nek Harsa yang bisa merawat Min.” ujar Juan.
Zhang yang sudah dari tadi berada di situ hanya diam dan mendengarkan pembicaraan mereka berdua. Tubuhnya sudah lelah dan tidak bisa berpikir untuk menimpali ucapan mereka.
“Ayo semua kita kembali.” Seru Santika.
Mereka berpamitan dengan Biksuni kemudian kembali ke rumah Nek Harsa, tentu melewati jalan yang sama seperti ketika berangkat.