Swastamita di Cakrawala

Halimah RU
Chapter #7

Danau Pendem (2)

Pagi hari di Desa Candhika telah datang, para warga yang biasanya memulai aktivitas paginya seperti biasa, tetapi hari berbeda. Hari ini merupakan hari spesial karena waktu memanen jagung telah tiba dan para warga yang juga tidak bermata pencaharian sebagai petani ikut membantu untuk memanen jagung, hari panen merupakan hari besar Desa Candhika yang selalu diperingati oleh warga. Mbah Harsa dan Nek Harsa yang memiliki sawah cukup luas di desa ini pun turut memanen hasil jagungnya, kedua putranya juga turut ikut membantu. Min juga telah sembuh dari sakitnya, menjadi awal yang baik untuk pagi yang cerah.

Pagi hari di Desa Candhika telah datang, para warga yang biasanya memulai aktivitas paginya seperti biasa, tetapi hari berbeda. Hari ini merupakan hari spesial karena waktu memanen jagung telah tiba dan para warga yang juga tidak bermata pencaharian sebagai petani ikut membantu untuk memanen jagung, hari panen merupakan hari besar Desa Candhika yang selalu diperingati oleh warga. Mbah Harsa dan Nek Harsa yang memiliki sawah cukup luas di desa ini pun turut memanen hasil jagungnya, kedua putranya juga turut ikut membantu. Min juga telah sembuh dari sakitnya, menjadi awal yang baik untuk pagi yang cerah.

“Ayo, siapa yang ke Danau Pendem. Kita segera berangkat.” Ujar Santika.

Hari ini mereka terbagi menjadi dua kelompok, pertama ke Danau Pendem dan yang satunya membatu memanen jagung di sawah. Kelompok yang ke Danau Pendem ada Santika, Narendra, Tatsu, dan Danum; sedangkan sisanya membantu memanen di sawah.

Setelah melakukan rutinitas di pagi hari mereka bersembilan dengan Narendra berpisah arah. Seperti di janjikan kemarin sore, hari ini mereka harus menemukan sumber cahaya yang berada di dalam Danau Pendem.

Menurut Narendra, Danau Pendem ini merupakan mata air purba yang terbentuk dari letusan gunung berapi yang sekarang sudah hancur. Ada kata orang lain danau ini berasal dari lautan karena panjang danau ini tidak ada yang mengetahui dan beberapa kali nelayan menemukan ikan yang belum pernah ada di danau ini. Tapi, yang pasti Danau Pendem merupakan sumber mata air yang paling berharga untuk warga sehingga sebisa mungkin tidak tercemar.

Setengah jam perjalanan mereka berempat sampai di jalan menuju danau. Santika segera berlari kecil menuju depan tepian danau untuk memastikan cahaya kemarin ada di mana. Teman-temannya menyusul ke tempat Santika yang mematung tanpa berkata-kata.

“Loh, kok cahaya kemarin hilang sih.” Ujar Danum, sambil menengok ke kanan kiri di perairan danau.

“Iya, aku juga tidak tahu.” Sambut Santika dengan suara lemah.

“Coba kita lihat di sisi dermaga desa kemarin.” Usul Tatsu, sambil jalan ke arah dermaga.

Mereka berempat melanjutkan perjalanan ke dermaga desa yang sekarang cukup banyak perahu, dengan dua orang bapak-bapak nelayan yang sedang duduk minum kopi di tepian danau. Narendra menghampiri mereka duluan, sedangkan ketiga orang tadi mengedarkan pandangan ke danau sambil menyipitkan mata karena cahaya matahari mulai menyilaukan. Setelah sampai di dermaga, ketiga orang menghela napas putus asa.

“Kita tidak menemukan cahaya kemarin.” Keluh Santika.

“Iya.” Jawab Danum lemah.

“Apa yang harus kita lakukan sekarang.” Suara Santika bergetar kemudian dia berjongkok menenggelamkan kepalanya di antara lutut. Danum menenangkan Santika yang mulai menangis.

Narendra yang melihat menghampiri ketiganya, ingin menanyakan apa yang terjadi akan tetapi Santika sepertinya tidak akan bisa menjelaskan di situasi sekarang. Tatsu yang melihat Narendra hanya menggelengkan kepalanya.

“Jangan menyerah kawan. Ayo kita putari danau saja, barankali ada petunjuk meskipun sedikit.” Ucap Narendra menenagkan.

Santika yang mendengar Narendra mengangkat kepalanya, kemudian mengusap air matanya. Aku harus kuat, benar jangan menyerah; pikir Santika mencoba untuk tegar.

Lihat selengkapnya