Swastamita di Cakrawala

Halimah RU
Chapter #11

Gerbang Waktu (3)

Cukup lama kedelapan pemuda mencerna tulisan yang muncul tadi, gelembung – gelembung pesergi tadi juga telah hilang. Narendra juga masih pingsan. Mereka ingin bertanya akan tetapi seperti tidak ada suara yang bisa dikeluarkan.

Matahari sore ini masih terik meskipun menginjak pukul enam belas. Semilr angin sore memberikan kesejukan tersendiri, ranting – ranting dan dedaunan saling bergoyang di setiap incinya. Seperti akan mengucapkan perpisahan kepada kedelapan pemuda itu.

“Uh…” Suara merintih Narendra membuyarkan lamunan mereka. Semuanya menatap Narendra secara seksama hingga dia bangun dari pingsannya.

“Ada apa ini?” Tanyanya setelah itu.

 “Ceritanya panjang. Kita ceritakan saat pulang.”

Akhirnya kesembilan pemuda beranjak dari posisi dan bergegas untuk pulang ke rumah Mbah Harsa. Sore ini, selama perjalanan pulang tidak ada percakapan mengenai kejadian yang barusan. Kedelapan pemuda hanya menikmati perjalanan pulang sambil melihat – lihat desa dengan seksama, atau mengobrol mengenai kejadian kemarin yang mereka alami. Narendra yang mengerti situasinya, kemudian berinisiatif untuk menceritakan mengenai asal usul bukit yang mereka naiki tadi, tentu dengan terjemahan dari Santika.

“Mulai lagi kamu Narendra. Aku capek tahu.” Keluh Santika.

“Ya gak apa Kak Santika. Menemani jalan pulang hehe.” Jawab Narendra sambil terkekeh.

“Jadi dari cerita Mbah—” Narendra langsung bercerita tanpa menanggapi Santika.

Perjalanan ini tidak memakan waktu lama, setelah sampai rumah mereka bersiap untuk mandi dan beribadah.

-----

Malam hari.

Setelah berberes, makan malam dan melaksanakan sholat isya bagi yang islam. Kedelapan pemuda berkumpul di teras samping rumah Mbah Harsa sambil melihat bintang malam hari ini yang terlihat sangat jelas, tidak tertutup awan. Narendra sedang keluar dengan Mbah Harsa dan Pak Pandita ke rumah seorang warga, sedangkan Nek Harsa sudah beristirahat di kamarnya.

Malam itu, kedepalan pemuda harus mendiskusikan rencana tak terduga yang mereka dapatkan dari petunjuk di tugu Antara.

“Baik, teman-temanku. Malam ini mungkin akan menjadi malam penentu kita untuk sisa waktu kita selama dua hari disini. Kita tidak tahu apa yang terjadi nantinya tetapi kita persiapkan malam ini.” Juan membuka bahasan mereka pada malam hari ini.

“Benar kita tidak tahu apa yang terjadi. Jadi apa rencana kita?” Tanya Askara tiba – tiba.

“Kak Aska, tolong. Ini kita baru mau membahasnya.” Min mengeluh yang disambung dengan yang lain. Mereka sudah terbiasa dengan sikap Askara seperti ini akan tetapi jika kondisi serius, membuatnya menjadi menyebalkan.

Kepribadian Askara memang susah ditebak, tetapi hal yang paling sering terjadi adalah sikap lemotnya dan tidak pahamnya. Meskipun dia terlihat seperti pemuda kutu buku karena memakai kaca mata, tetapi ketika sudah mengenalnya akan berbeda jauh sekali. Terkadang dia memberikan petunjuk – petunjuk tidak terduga karena ocehannya ketika membahas topik yang tidak menentu. Tidak jarang juga dia menjadi pendiam seperti sedang di dunianya sendiri. Askara merupakan orang paling tidak terduga yang pernah ada, akan tetapi dia adalah orang yang paling murah senyum dan perhatian dengan yang lain.

“Oke. Aku diam.” Sambil memperagakan isyarat tutup mulut. Teman yang lain hanya menggelengkan kepala dengan kelakuan Askara.

“Oke, kalau gitu jangan berlama – lama. Kita harus membahas tentang misi kita. Misi kita adalah pulang dan waktunya hanya dua hari. Selain itu kita tidak mengetahui petunjuk apapun untuk mencari gerbang waktu selain nama Narendra. Ada usul?” Jelas Zhang mengawali.

“Mungkin kita bisa mengurutkan kejadian – kejadian yang pernah kita lalui.” Jawab Danum.

Lihat selengkapnya