Narendra bergegas menuju rumah Mbah Harsa. Di depan rumah terlihat teman-temannya sedang mendiskusikan sesuatu di ruang tamu dengan pintu yang terbuka setengah.
"Narendra? Kenapa sendiri? Dimana Zhang dan Juan?" Tanya Santika yang menyapanya terlebih dahulu.
"Mereka belum kembali kesini?" Narendra mengamati satu persatu memang tidak ada Zhang dan Juan.
Santika menjawab hanya dengan gelengan.
Tidak menunggu lama derap langkah kaki terdengar dari belakang mereka. Terlihat Juan dan Zhang berjalan ke arah rumah.
Juan meminta maaf atas sikapnya yang tidak dewasa dan membuat misi pulang mereka terhenti. Zhang juga terkejut Narendra sudah sampai di rumah padahal mereka berpisah tiga puluh menit yang lalu. Dia tertegun mendengar ucapan Zhang, bagaimana bisa pertemuan dengan ibu di wihara berlangsung singkat? Seperti tidak mungkin terjadi, seolah semua hanya mimpi tapi terlihat nyata.
Danum yang melihat Narendra terdiam dari tadi memberikan isyarat, apa ada masalah. Narendra hanya tersenyum tipis dan meminta memanggil Santika yang berada di sampingnya.
Narendra menyuruh Santika untuk berbicara berdua di pelataran rumah sebentar, kemudian menceritakan apa yang dialami tadi di wihara.
"Sepertinya memang kamu ada sangkut paut dengan kepulangan kita Narendra," Simpul Santika. Narendra hanya mengangguk setuju.
"Kita harus membicarakan ini kepada teman-teman." Lanjut Santika dan bergegas menemui teman-temannya.
Santika menceritakan kembali kejadian yang dialami Narendra dan meminta mereka untuk mencoba hal ini.
Askara menanggapi usulan itu dengan persetujuan karena dia juga berpikir demikian sejak tadi.
Juan dan Danum memberi saran untuk mencari petunjuk lain jika itu gagal.
Maka kesepakatan malam itu pagi hari mereka akan berkeliling desa kembali dan sore hari terakhir mereka akan mencoba cara mereka untuk membuka gerbang waktu.
Malam itu ditutup dengan dinginnya udara dengan waktu yang menunjukkan tengah malam. Santika berbaring di kasur paling kanan pojok dinding, matanya tidak bisa terpejam.
"Tak bisa tidur?" Suara lirih Danum disampingnya terdengar.
"Iya Kak."
"Aku juga. Ini akan menjadi malam terakhir kita di dunia ini, seakan baru kemarin kita masuk ke sini."
Santika hanya mendengarkan tanpa menanggapi. Dia melihat sekeliling kamar yang masih terlihat meskipun temaram.
"Kak Danum. Jika kita sudah keluar dari dunia ini, apa kita bisa bertemu kembali?"
"Tentu Santika, kenapa tidak?"
"Santika takut, semua kenangan kita disini akan hilang jika kembali ke dunia asal kita."
Danum yang mendengar hal itu hanya diam. Tidak terlintas dalam pikirannya akan masa-masa selama mereka berjuang di sini.
"Tidurlah San, besok akan menjadi hari yang melelahkan." Danum mengubah posisinya dan mulai tidur.
Santika memandang ke arah Danum dan memejamkan mata berusaha untuk tidur.
---
Keesokan hari
Aisyah dan Askara sudah terlihat membantu menyiapkan sarapan yang dimasak oleh Nek Harsa.
"Tumben hanya kalian berdua?" Sapa Min yang juga ikut membantu membawakan piring.
"Iya, Kak Santika dan Kak Zhang tidur lagi habis sholat. Kak Danum juga aku bangunin tapi mau tidur bentar lagi." Jelas Aisyah.
Semua masakan sudah tersaji di teras samping rumah. Terlihat Narendra yang berjalan dari depan rumah dengan senyum menawannya.
"Pagi." Sapa Narendra dengan sapaan favoritnya di pagi hari.
"Pagi." Seru semua orang yang berada disitu.
"Aku bangunin yang lain dulu ya." Seru Min dan disusul Aisyah juga yang membangunkan yang perempuan.
"Kak Askara sejak kapan bisa bahasa sini?" Tanya Narendra.
"Oh... Aku diajarin Zhang, baru-baru ini ketika kamu cerita sama aku." Jelas Askara yang terkejut dengan pertanyaan Narendra.
"Kak Askara pasti pintar ya orangnya." Puji Narendra dengan tulus.
Askara hanya menanggapi dengan senyum tipis dan menjawab dengan gelengan saja.