Sweet Ambition

Akira Tan
Chapter #4

Bagian 3

Berapa lama lagi aku harus bersembunyi?

***

Suasana kantin begitu ramai. Seperti biasa, Cessa serta Renata akan mengikuti Davina, membiarkan cewek itu memilih tempat duduk yang tentunya sudah dapat Cessa tebak.

"Ian gue mau makan, tapi uangnya abis dipake buat kas."

Suara manja Davina pada kembarannya menciptakan respon beragam dari yang mendengarnya. Tak terkecuali Cessa yang seketika ingin menjitak kepala cewek bertubuh gempal tersebut.

Cessa mencari tempat kosong di antara kursi kantin yang memanjang. Tatapannya malah terarah pada satu cowok yang baru datang, Dennis. Seharusnya Cessa tidak lupa kalau cowok itu adalah gerombolannya Davian.

"Princess, duduk dong! Gak pegel berdiri terus?" Suara ngebass Lino membuatnya tersentak. Cessa merubah raut wajahnya. Dengan senyuman seringan kapas, ia mendudukan diri di samping Lino yang sepertinya hendak ditempati Dennis.

Cessa dapat mendengar dengkusan cowok itu sebelum mendudukan diri di dekat Diran. Untuk sepuluh menit pertama keadaan sepi karena sibuk dengan makanan masing-masing. Hingga menit berikutnya obrolan demi obrolan mulai tercipta.

"Bacot lo!"

Cessa refleks menoleh pada Dennis yang mendorong dahi Diran hingga hampir terjengkang. Beruntung cowok itu dengan sigap berpegangan pada lengan Renata dan satu tangan lagi ke ujung meja.

"Si anying, kalau gue jatuh gimana? Lo suka gak kira-kira deh! Kesel gue." teriakan Diran ditanggapi dengan tawa renyah. Dennis tampak puas melihat sahabatnya menderita.

Itulah Dennis. Jail dan annoying, tapi kesemuanya akan hilang jika mata cowok itu bersitatap dengannya. Meski mereka disatukan dalam perkumpulan yang sama, Dennis tak pernah sudi melihat ke arahnya.

"Heh, omongannnya dijaga! Ada cewek-cewek juga," tegur Davian berusaha melindungi agar para cewek di dekatnya tidak terkontaminasi dengan perkataan kasar mereka.

"Ya elah, lo kayak gak tau aja kalau umpatan mereka lebih dahsyat. Apalagi cewek di sebelah gue."

Renata yang masih menghabiskan sisa batagornya melotot tak terima atas ucapan Diran. "Kok gue?"

"Emang iya, kan?" sinis Dennis, "Gue masih inget umpatan lo yang bawa-bawa semua hewan di kebun binatang."

"Heh! Gue gini juga belajar dari gurunya."

Davian mengernyit. "Guru?"

"Heem, noh depan gue!"

Semuanya sontak menatap ke arah Cessa, kecuali Dennis yang malah membuang muka. Cessa yang hendak menyuapkan mie ayam ke mulutnya berdecak, menyimpan sedoknya kembali. "Apa? Kalian percaya gitu?"

"Jelas!" jawaban kompak mereka membuat cewek itu refleks mengumpat.

"Tuh kan, lo ngomong apa hayo!" Lino begitu antusias karena berhasil mencuri dengar apa yang keluar dari mulut cewek most wanted tersebut.

"Gue gak ngomong apa-apa," elaknya, tapi tak berhasil membuat mereka percaya.

"Gue denger ya, Princess-ku." yakin Lino dengan bangga.

Renata memajukan tubuhnya yang terhalang meja. "Ngomong apa dia, No?"

Lino mengeja satu kata yang didengarnya. "De a em en, damn!"

"Cessara. Gak boleh gitu, cewek tuh harus lembut ngomongnya." Davian menggelengkan kepala, kemudian menatap Davina. "Lo awas aja ya kalau ketauan kayak gitu, gue aduin ke mama."

Cessa memutar bola matanya. Mendapati Dennis yang lagi-lagi mendengkus, cewek itu merapatkan bibir. Ia memilih fokus pada ponselnya untuk membalas chat dari Caka.

Hal tersebut tak luput dari pandangan kedua sahabatnya. Davina menahan diri untuk berpura-pura tak tahu apapun, begitu juga Renata yang memilih menarik bulu-bulu halus di lengan Diran hingga cowok itu berteriak kesakitan.

"Adaw sakit! Gak ada kerjaan banget sih lo Maemunah!"

Bukannya merasa bersalah, Renata malah ngakak dan bertos ria dengan Davina.

"Cess."

Cessa memasang fake smile-nya, membalas tepukan tangan Renata.

"Dasar ya lo ular sanca, gue bales awas aja!"

Ancaman Diran membuat mereka tertawa. Bahkan Dennis sepertinya sudah kembali tak mempedulikan kehadiran Cessa.

Renata memiringkan badan, menatap tajam cowok bawel di depannya. "Silahkan kalau berani. Gue titisan dewi angin-angin kalau lo lupa."

"Uh takut!" Balas Diran tak mau kalah. Ia menutupi wajah sok ketakutannya dengan tangan.

"Heh udah. Kenapa sih malah ribut?" Davina menepuk lengan sahabatnya.

"Kita lagi diskusi bukan ribut, ya gak Dir?"

Diran malah mengangguk. "Bener. Orang awam mah gak bakal ngerti."

"Eh, eh udah ya diskusinya entar lagi. Gue mau nemuin Yayang gue dulu." Renata berdiri dari duduknya, menghabiskan jus jeruk dengan terburu-buru.

Diran mendongkak, "Pacar yang mana?"

"Kepo!" juteknya dan pergi dengan setengah berlari.

"Tuh temen lo masih gitu aja?" Diran beralih pada Cessa yang mengedikan bahu. Cewek itu tampak sibuk dengan ponselnya.

"Serius amat, chat-an sama siapa? Caka?"

Gerakan tangan Cessa terhenti. Ia menatap Diran yang selalu menjadi orang paling kepo sejagat raya. "Bukan, gebetan baru."

"Elo mau ikut-ikutan Rere ngoleksi cowok?" lengkingan Diran membuat Dennis sontak memukul kepalanya.

"Berisik anj-" Cowok itu tak melanjutkan ucapannya, malah membuang nafas. Melihat seseorang keluar dari Kantin, senyumnya mengembang. Dennis dengan cepat berdiri. "Gue duluan!"

"Ke mana tuh anak?" tanya Lino yang hanya dibalas gelengan oleh yang lain. Berbeda dengan Cessa yang keluar dari tempat duduknya.

"Gue ke toilet dulu," Cessa melangkah terburu-buru. Ia mengarahkan tatapan ke koridor, tapi Dennis sudah hilang dari pandangannya.

***

Lihat selengkapnya