Sweet Ambition

Akira Tan
Chapter #6

Bagian 5

Kita bukan dua sisi koin yang berlawanan

***

Cowok itu fokus mengarahkan kamera ponsel pada sosok yang beberapa minggu ini menarik perhatiannya. Hasil jepretannya tentu saja selalu memukau meski tanpa menggunakan kamera slr.

Mendengar derap langkah yang mendekat, ia segera memasukan ponselnya ke saku seragam. Sang pengganggu datang.

"Jadi anak kelas gue?" tanya cewek berpostur tubuh tinggi yang ikut mengarahkan pandangan ke tengah lapang. Mereka kini berada di lantai dua.

Dennis tak menjawab, malah memperhatikan cewek di sebelahnya yang sedang menghapus keringat di dahi. Terlalu memaksakan diri padahal jam olahraga masih berlangsung.

"Lo jauh-jauh cuma mau nanya ini?" Pertanyaan dengan sarat tak suka tersebut menciptakan kekehan. Cessa membalikan badan, balas menatap Dennis. "Raden Niswara, bukannya ini yang lo harepin?"

Dennis sempat terdiam sebelum tersenyum sinis. "Ya," jawabnya mantap. "Gue pingin tau sampai sejauh mana lo bertindak hingga akhirnya lo sendiri yang hancur."

Cessa tertawa, menyembunyikan rasa sakit yang menggerogoti dadanya. Ia menepuk bahu Dennis yang tampak enggan. "Jika mimpi lo itu jadi kenyataan, gue harap lo gak nyesel. Karena saat itu ... mungkin lo juga ikut hancur."

Tergelak, Dennis menghempaskan tangannya dengan tak santai. "Gak akan pernah ada kata menyesal dalam hidup gue. Justru saat itu gue akan berpesta untuk merayakan kesakitan elo."

"Oh ya?" tanya Cessa tercekat. "Kita liat aja nanti. Sekarang fokus aja sama tugas masing-masing. Lo lindungin cewek kesayangan lo dan gue- hm gak perlu gue kasih tau, kan?"

Dennis mengedikan bahu dan melenggang pergi. Cessa menghela nafas berat, mengarahkan tatapan ke lapangan. Mencari sosok yang membuat Dennis lagi-lagi melewatkannya.

"Sehebat apa dia?" tanyanya bermonolog.

"Cessara! Ngapain? Cepetan turun, pak Darma lagi jalan ke sini." Teriakan Davina membuyarkan lamunannya. Cessa berdecak, berjalan menuju lapangan dengan malas.

***

"Menurut kalian siapa?" tanya Cessa pada kedua sahabatnya. Kebetulan mereka tengah berteduh di bawah pohon akasia, menunggu pergantian jam karena pengambilan nilai olahraganya sudah selesai.

Renata mengangkat telunjuknya, mengarahkan pada beberapa siswi. "Anggi?"

Cessa dan Davina ikut mengalihkan perhatian pada cewek tinggi kurus yang sering mengepang rambutnya. Cessa menyipit karena sinar matahari yang tepat menyorot ke arah mereka, kemudian menggeleng. "Kayaknya bukan, dia udah punya cowok."

Renata menganggukan kepala, kembali menggerakan jemari. "Kalau Zia?"

Cessa menatap cewek yang dimaksud Davina. "Dia emang imut banget, tapi Dennis gak suka sama tipe polos-polos gitu. Dia gampang kesulut emosi, pasti mikir-mikir kalau mau deketin cewek kaya Zia."

Renata dan Davina saling bertukar pandangan. Cessa seolah paling hafal tentang Dennis. Padahal di depan orang-orang, mereka seperti tikus dan kucing. Cewek itu selalu mengatakan membenci Dennis, pun sebaliknya.

Mereka seketika terdiam melihat cewek berkucir kuda melintas sambil memeluk botol air mineral. Ketiganya saling mencuri pandang hingga Cessa menggeleng keras.

"Gak mungkin. Anjlok banget kalau beneran dia yang Dennis taksir," ujar Cessa penuh keyakinan. Masalahnya ia sangat tahu tipe cewek Dennis seperti apa. Dan Leana tidak termasuk ke dalamnya.

"Terus tipe cewek Dennis yang sebenernya kayak gimana?" tanya Davina.

Cessa yang tadinya menggembu-gembu langsung mengerjap. Kedua sahabatnya malah berbalik mengintrogasi. "Em tipe Dennis ... y-ya gitu. Udahlah gak penting. Sekarang gue cuma perlu tahu siapa cewek itu."

Renata sempat melirik Davina yang menggeleng pelan, kembali beralih menatapnya. "Lo yakin dia sekelas sama kita?"

Cessa mengangguk. "Makanya bantu gue."

"Buat gagalin pendekatan mereka lagi?" tanya Davina. Seperti sebuah sindiran.

Cessa mengangguk. Kernyitan di dahinya begitu dalam.

"Emang lo gak capek dimarahin terus sama Aden?" tanya Renata sambil mengipasi wajahnya, "Dia yang biasanya pecicilan berubah jadi monster dan itu cuma kalau marah sama lo."

"Shit!" umpat setelah membaca chat di ponselnya, mengabaikan ucapan Renata yang kini menggelengkan kepala.

"Lo dengerin gue ngomong 'kan Ces?" sebal Renata.

Lihat selengkapnya