Sweet Ambition

Akira Tan
Chapter #8

Bagian 7

Karena yang kamu tahu,

hanya aku yang salah di sini

***

"Kak Dennis sering senyum-senyum sambil chat-an sama seseorang. Terus kemarin juga dia abis hunting foto. Kayaknya sama gebetannya soalnya pas aku intip, dia lagi liatin foto cewek gitu di kameranya."

Helaan nafas kembali terdengar. Ucapan Ratuna tadi malam terus terngiang diingatannya. Cessa tidak menyangka kalau hubungan Dennis dengan cewek itu sudah begitu dekat.

Kali ini Dennis melakukan semuanya dengan rapi. Jika biasanya terang-terangan memperlihatkan kedekatannya dengan sang gebetan, sekarang cowok itu mengubah taktik. Cessa yakin kalau lawannya bukan cewek sembarangan. Entah Dennis yang sangat berusaha melindunginya atau hanya rencananya saja untuk memberi kejutan padanya.

"Heh, ponsel lo bunyi noh!"

Suara Diran membuat Cessa menoleh, beralih pada ponselnya yang menampilkan nama sang pacar. Ia terdiam sejenak sebelum menolak panggilan tersebut.

"Lah, kenapa direject?" tanya cowok kurus yang tersesat ke kelasnya itu. Cessa hanya mengedikan bahu, kembali melamun.

"Btw Renata ke mana?"

Merasa terganggu, Cessa berdecak. "Lo ke sini sebenernya mau nyari Lino apa Renata?"

Diran mengerjap, kemudian menggaruk tengkuknya salah tingkah. "Y-ya Lino lah. Kenapa sih lo ketus banget?"

Cessa tahu perasaan cowok itu. Diran sering datang ke kelasnya dengan alasan mencari Lino, padahal ingin bertemu sahabatnya. Sayang sekali Renata tidak peka.

"Kalau suka kenapa gak jujur?"

Mata Diran terbelalak sebelum kemudian berdehem. "Kalau gue balik pertanyaan, apa lo bisa jawab?"

Cessa dibuat terpengkur. Ia mengalihkan perhatian pada lalu lalang di depannya. "Lo ngomong apa Diran?"

Cewek itu menaikan sebelah alis, berpura-pura tak paham. Sedangkan Diran hanya tersenyum miring, tak berniat menjawab.

Bunyi ponsel kembali terdengar. Diran berdecak, menatap Cessa yang masih enggan mengangkat telepon. Cewek itu malah mematikan ponselnya.

"Lagi marahan?" tanya Diran.

"Lo kepo banget sih jadi orang!"

"Napa sih lo ketus terus? Gue juga nanya baik-baik!" Diran yang terus mengajak bicara membuatnya jengah. Cessa mendorong bahu Diran. "Udah sana lo balik ke kandang! Gue mau tidur."

"Ya elah, lo cewek tapi kasar banget pantesan dia gak-" Cowok itu menghentikan ucapannya melihat Cessa yang sudah memandang tajam. "Maksudnya pantesan diselingkuhin."

"Anjir! Elo ya kalau ngomong suka nyablak!" teriak Cessa tak terima. Diran segera berdiri dan berlari kecil keluar kelasnya. Cessa sendiri kini memukul pelan meja dengan tangannya. Kali ini bukan karena tak suka terlihat menyedihkan, melainkan Diran yang seperti tahu tentang perasaannya.

***

Dennis sejak tadi fokus pada kamera slrnya. Mengabaikan para sahabatnya yang tampak rusuh karena free class. Kebetulan bu Sirly memintanya untuk menjadi fotografer dadakan di kegiatan seleksi pulang sekolah nanti.

"Hoy, serius amat sih?" Radit menyenggol bahunya, memperhatikan Dennis yang sejak tadi mengotak atik benda di tangannya. "Enak banget sih jadi elo, bisa fotoin cewek cakep."

Dennis mengernyit, "Maksudnya?"

"Lah? Bukannya elo disuruh dokumentasiin seleksi dance?"

Cowok itu malah mengedikan bahu, "Iya kali, bu Sirly cuma bilang gue dateng ke aula pulang sekolah."

Melihat sahabatnya yang cuek, Radit menggelengkan kepala. Cowok itu kemudian tersenyum cerah. "Gue ikut deh."

"Katanya mau ngerjain tugas kelompok? Lo kan anak rajin." Sindir Dennis pada cowok itu.

"Entaran deh mau nonton Cessa, dia ikutan seleksi juga." Seru Radit mengerlingkan mata, entah apa maksudnya Dennis tidak ingin peduli. Tsk, ia lupa bahwa cewek itu takan pernah ketinggalan dengan yang namanya dance.

"Elo nanti jangan lupa fotoin dia yang bagus yak? Ntar biar gue post di instragram biar tuh anak tambah nge-hits." Radit terus bercerita tanpa melihat raut enggan cowok di sebelahnya. "Tau gak? Tetangga elo itu banyak yang ngincer, sayang banget dia malah jadian sama si brengsek Caraka. Gak ngerti lagi deh gue, kenapa Cessa masih pertahanin tuh cowok."

Dennis yang mulai jengah menatap sahabatnya, "Elo bisa gak sih gak usah bahas dia?"

"Kenapa sih? Kan dia temen gue." Jawab Radit menatap bingung. "Heran deh. Kalian tuh sebenernya ada masalah apa? Apa kalian emang kayak gini sejak kecil?"

Dennis sempat terhenyak sebelum akhirnya mengedikkan bahu dan berdiri dari duduknya.

"Mau ke mana lo?" tanya Radit. Sahabatnya sedang menghindari pembahasan yang tak pernah menemukan titik terang tersebut.

"Liat calon pacar. Kenapa? Mau ikut?"

Radit mendelik. "Lo masih maksa sama cewek itu?"

"Leana. Namanya Leana bukan cewek itu." tekan Dennis yang merasa tidak suka mendengar panggilan Radit terhadap gebetannya.

"Den bukannya gue udah bilang, jangan dia. Mereka satu kelas." Radit menyesalkan keputusannya.

"Terus apa masalahnya kalau gue sukanya sama Lea?" tanya Dennis tak paham. Bukannya bagus kalau mereka satu kelas? Ia dapat dengan mudah membuat Cessa merasa kalah. Cewek itu akan kebakaran jenggot dan tidak bisa berbuat apa-apa karena Dennis akan melindungi Lea tanpa memberi celah sedikitpun.

"Den, haruskah gue tanyain ini sama lo?" Radit menatapnya sungguh-sungguh. "Lo bener-bener benci sama Cessa?"

Dennis mendengkus, "Apa jawaban gue gak cukup jelas selama ini, Dit?"

"Karena apa? Beri satu alasan untuk ngebuat gue bungkam. Elo deketin banyak cewek selama ini apa karena emang tertarik atau cuma buat mancing dia?"

Mulut Dennis terbuka seperti hendak menyangkal.

"Lo gak bis-"

"Gue sengaja!" potong Dennis. "Gue pingin liat raut kekalahan dia karena gagal hancurin kebahagiaan gue."

Lihat selengkapnya