Sweet Ambition

Akira Tan
Chapter #19

Bagian 18

Ada yang tidak kamu sadari sebelumnya

***

Dennis turun dari motornya dengan tergesa. Hampir kesiangan karena menunggu seseorang yang tak kunjung keluar dari rumahnya. Hingga akhirnya Dennis tau kalau cewek itu berangkat pagi sekali. Pasti sengaja untuk menghindarinya.

Melihat keberadaan Lino, ia berlari kecil dan menyampirkan tangan ke pundak sahabatnya. Lino tampak terkejut sebelum kemudian berdecak.

"Kirain siapa," ujarnya melirik Dennis. "Udah baikan lo?"

"Lo kenapa gak bilang kalau Cessa udah balik?"

Lino meringis. "Em gue ke kelas dul-"

"Mau ke mana lo?" Dennis memegangi kerah belakang seragamnya. Lino mengacak rambutnya, balik menghadap Dennis yang sudah menatap tajam.

"Jadi waktu itu kalian baru aja dari rumahnya, kan?"

Akhirnya Lino mengangguk. "Jangan salahin gue, gue cuma disuruh Ian."

Dennis berdecih, sudah ia tebak. "Sekarang ... dia udah ada di kelas?"

"Hah?" Lino tampak kebingungan beberapa saat lalu menggelengkan kepala.

"Dia udah masuk sekolah katanya."

Lino menepuk bahunya, memberikan tatapan iba. "Lo gak lupa kan apa yang Sam bilang waktu kalian tonjok-tonjokan?"

Cowok itu mengernyit.

"Lo gak akan pernah liat Cessa di penjuru sekolah ini," ujar Lino yang masih mengingat dengan baik ucapan teman sekelasnya. Raut wajah Dennis berubah muram. "Jadi?"

"Iya, Cessa udah gak di sini lagi Den. Dia pindah sekolah."

Seketika tubuh Dennis melemas. Ia pikir akan lebih leluasa meminta maaf jika berada di sekolah. Ternyata Dennis salah. Cessa benar-benar menutup semua jalan untuknya.

"Dia pindah ke mana?"

Lino tampak ragu, pasti sudah ada yang memperingatkan cowok itu sebelumnya. Menghela nafas berat, Dennis menatap dengan penuh permohonan. "No, please. Gue udah buat kesalahan lebih dari yang kalian tau. Gue pingin perbaiki semuanya. Jangan halangi gue."

"Tapi jangan bilang siapapun kalau gue yang ngasih tau," pinta Lino yang tak tega. Dennis mengangguk cepat, wajahnya berubah cerah. "Gak akan. Jadi, dia sekolah di mana?"

"Gemilang. SMA Gemilang."

***

Bel baru saja berbunyi. Dennis segera beranjak tanpa pamit pada kedua sahabat yang juga merupakan teman sekelasnya. Menuju parkiran, ia mengambil motornya, melajukan dengan cepat. Tadinya Dennis hendak ke sekolah cewek itu yang letaknya tidak terlalu jauh. Namun, melihat beberapa siswa dari SMA Gemilang di perjalanan, Dennis memutuskan menunggu Cessa di rumahnya.

"Bi, Eca udah pulang?" tanyanya saat melihat Mia keluar rumah dengan baju rapi, hendak pergi belanja.

Wanita berkepala empat itu memandanginya sejenak. Teringat kejadian malam tadi, saat Cessa menolak kedatangannya mentah-mentah.

"Bi, saya cuma mau ketemu. Mau minta maaf," jelas Dennis setelah mendapatkan tatapan menghakimi dari wanita itu.

Mia mengembuskan nafas. "Non Eca belum pulang."

Hanya itu, Mia kemudian berlalu setelah ojek online pesanannya datang. Akhirnya Dennis memutuskan menunggu tanpa menyimpan terlebih dulu motornya.

Deru kendaraan membuat Dennis menegakan badan. Sebuah motor sport berhenti di dekatnya dengan Cessa yang turun dari boncengan. Cewek itu tampak kesusahan hingga harus dibantu sosok asing di depannya. Mereka tertawa merasa lucu dengan hal sederhana tersebut.

Akan tetapi ketika mata itu tak sengaja menatap ke arahnya, Cessa terkesiap. Tawanya musnah seketika. Bahkan cowok yang mengantarnya ikut mengalihkan pandangan ke arahnya.

"Sa, gue balik ya."

Suara maskulin tersebut membuat Cessa menoleh. Ia mengangguk dengan senyum yang mengembang di raut ayunya. "Oke, Zi. Thanks ya udah nganterin."

Dennis tahu kalau Cessa memang mudah berteman dengan siapapun, bahkan cewek itu tampak akrab dengan cowok yang kini melemparkan tatapan penasaran padanya.

"Yo'i, santuy aja kenapa sih?" balas si cowok. "Oh ya besok mau berangkat bareng gak?"

Cessa tampak berpikir. "Entar gue chat elo lagi deh."

Cowok itu mengangguk, kemudian berlalu setelah sekali lagi menatap Dennis penuh tanya. Cessa terdiam, meloloskan nafasnya lewat mulut sebelum berbalik untuk melangkah memasuki halaman rumahnya. Berusaha mengabaikan keberadaan Dennis.

"Ca."

Cessa merasakan sesak di dadanya mendengar panggilan tersebut. Ia tetap berjalan hingga cowok itu menghalangi langkahnya.

"Eca."

Memasang wajah dingin, ia menatap Dennis. "Ada perlu apa?"

Bukannya menjawab, Dennis malah memandangi Cessa. Hampir tiga minggu tidak bertemu, ia menyadari satu hal, betapa Dennis merindukan wajah imut bercampur sinis di depannya.

Jengah dipandangi seperti itu, Cessa mendengkus. "Kalau gak ada yang mau diomongin, lo bisa minggir?"

Mulut Dennis terbuka, kalimat yang dilontarkan Cessa terasa menusuk. Namun, ia tetap berdiri di tempatnya, tidak pantang menyerah.

"Maaf." Satu kata yang meluncur dari mulutnya berhasil membuat Cessa mematung. Untuk kali pertama cowok itu mengatakan maaf secara langsung.

Tersadar, Cessa mendorong tubuh Dennis. Segera membuka gerbang dan menguncinya agar Dennis tidak masuk. Akan tetapi, ia kalah cepat. Cowok itu menahan lengannya lewat celah gerbang besi tersebut.

Lihat selengkapnya