Sweet Ambition

Akira Tan
Chapter #25

Bagian 24

Sudah saatnya kamu berhenti berjuang

***

Hal yang sangat Dennis benci adalah saat dirinya tidak bisa melakukan apapun untuk memperjuangkan cintanya. Satu minggu ini, ia benar-benar tidak bisa menemui Cessa. Cewek itu tidak pulang bersama Zian, melainkan dengan seseorang yang malas ia sebutkan namanya.

"Radennis, ayo cepetan! Kamu ngapain aja di kamar?"

Dennis yang sedang memandangi dirinya lewat pantulan cermin menghela nafas. Jangan sampai dirinya kelepasan membalas ucapan sang mama dengan nada tinggi.

"Kak Dennis cepet! Lelet amat sih! Entar acaranya keburu dimulai!"

Kalau yang satu ini, Dennis ingin sekali menyumpal mulut sang adik. Minggu lalu saja Ratuna menangis mengetahui Cessa hendak bertunangan dan sekarang malah tampak antusias. Kurang kesal apalagi dirinya terhadap gadis belia itu?

Ia baru hendak menjawab ketika seseorang membuka pintu kamarnya sembarangan. Dennis mendesis pelan, Ratuna sudah berdiri dengan gaun birunya.

"Ya ampun kakak! Itu mama sama papa udah nungguin dari tadi. Lagi ngapain sih? Percuma juga kakak dandan, toh kak Ayu gak bakalan naksir."

Dennis merasakan ada yang menyengat dadanya. "Bisa diem gak kamu? Berisik!"

Ratuna bersedekap dada masih dengan menyandarkan tubuhnya di pintu kamar. "Aku tau kakak galau, tapi semua udah terlambat. Siapa suruh kemarin-kemarin abain kak Ayu? Pas dia sama yang lain baru kerasa sakitnya, kan?"

Apa yang diucapkan adiknya benar dan ia tidak bisa mengelak. Dennis memutar bola mata untuk menyembunyikan perasaan tersinggungnya. "Kalian duluan aja, kakak gak bakalan nyasar."

Tertawa, Ratuna menegakan badanya. "Bukan masalah itu, Una cuma takut aja kakak gak sanggup masuk ke sana sendirian."

Dennis berdecih. Malam ini adalah acara pertunangan Cessa dan Caraka.

"Ya udah, Una duluan ya kalau gitu," ujarnya dan berlalu.

Dennis menghela nafas dalam. Mengetahui para sahabatnya berada di depan rumahnya, ia memutuskan turun. Sebenarnya Dennis tidak ingin pergi, tapi sisi lain hatinya ingin memastikan bahwa ini bukan sebuah lelucon.

"You oke?" Pertanyaan pertama yang diajukan Radit hanya ia balas dengan anggukan. Dennis menoleh pada Davian yang menepuk bahunya, memberi kekuatan. Bahkan tanpa ia katakan secara langsung, mereka sangat memahami perasaannya.

"Lo yakin?" Lino memastikan sekali lagi.

"Hm."

"Em ... kalau lo gak sanggup, bilang aja."

Dennis tertawa hambar, mendorong bahu Diran. "Iya iya, apaan sih kalian? Lebay banget. Yuk masuk keburu dimulai."

Ke empat cowok di dekatnya saling melempar pandangan. Kemudian mengikuti Dennis yang bersikap sok kuat dengan memasuki rumah pujaan hatinya.

Dennis memandangi sekelilingnya yang disulap menjadi sebuah ruangan indah. Selain teman terdekatnya dan para tetangga, banyak tamu asing yang datang. Jelas, Cessa adalah cucu dari pemilik perusahaan besar. Cocok dengan Caka. Sama-sama anak konglomerat.

"Si incess mana?"

Dennis melirik Diran yang menanyakan keberadaan Cessa pada cewek di rangkulannya.

"Ta-tadi sih dipanggil sama mamanya," jawab Renata dengan wajah memerah.

"Eh tuh dia!" Suara Davina membuatnya refleks mengarahkan pandangan.

Cewek itu berdiri di dekat sang mama yang tengah berbicara dengan orang tua calon tunangannya. Caka juga ada di sana, tampak sibuk dengan ponselnya.

"Ayu tenan, kayak namanya. Pantesan si Sam patah hati banget," celoteh Lino dengan nada prihatin.

"Oh ya tuh anak gak ke sini?" Diran ikut penasaran karena tidak mendapati keberadaan Samudra.

Mengabaikan percakapan kedua sahabatnya, Dennis kembali menatap Cessa. Memang benar, cewek itu begitu cantik dengan gaun putih yang membalut tubuh rampingnya. Rambutnya diikat rendah disertai sebuah aksesoris yang menempel di sana. Tak lupa make up natural yang membuat setiap orang terpana dan tak mampu mengalihkan perhatian.

"

Lihat selengkapnya