Sweet Ambition

Akira Tan
Chapter #26

Bagian 25

Berhenti, aku tak ingin tersiksa dengan perasaan ini.

***

Selama beberapa hari ini, Dennis kehilangan semangat hidup hingga membuat para sahabatnya kebingungan untuk membuat cowok itu kembali tersenyum.

Setiap Dennis mengeluarkan motornya hendak berangkat ke sekolah, selalu bertepatan dengan kedatangan Caka, berakhir dengan dirinya dan Cessa saling melempar tatapan dalam diam, mengabaikan pandangan curiga Caka.

"Jadi, lo nyerah?"

Dennis yang sejak tadi tak mengindahkan pembicaraan di sekitarnya menoleh. Diran duduk di atas meja, menyampingkan badan pada Dennis. Kebetulan guru bahasa inggrisnya sedang menghadiri seminar sehingga hanya memberikan tugas.

Menghela nafas, Dennis menatap sahabatnya. "Gue sempet berpikir, mungkin kalau gue menghilang dia bakal cari gue," ujarnya tersenyum miris. "Tapi kayaknya gue terlalu berharap."

Diran menepuk bahunya. "Gue gak tau apakah ini bisa ngebantu atau enggak," ucap cowok itu yang tidak tahan melihat sahabatnya murung. "Renata bilang, Cessa kayak nyembunyiin sesuatu."

"Gue juga ngerasa gitu." Radit yang sejak tadi fokus dengan games-nya ikut bersuara. Ia mengangkat ponsel di genggamannya. "Gue sempet chat Zian. Nanyain tentang Cessa, tapi dia terus ngalihin topik."

Dennis jadi teringat malam pertunangan itu. Cessa mengasingkan diri ke tempat sepi. Matanya tampak merah seperti habis menangis. "Kalau apa yang kalian pikirin bener, apa gue masih punya harapan?"

Radit mengangguk. "Tentu, selalu ada harapan kalau lo mau berusaha."

"Caranya? Bahkan gue udah kehabisan ide." Dennis mengusap wajahnya kasar.

Kedua sahabatnya berdecak bersamaan. Diran mendorong kepalanya hingga meringis. "Emang bener yah kalau cinta itu bisa bikin orang bego!"

Dennis mendelik tajam. "Emang lo ke Renata gak gitu?"

"Kita lagi bahas kisah cinta elo ya."

Perdebatan keduanya membuat Radit terkekeh. Sudah lama ia tidak mendapati pemandangan tersebut. Tepatnya semenjak hilangnya Cessa, Dennis seperti memiliki dunianya sendiri.

"Caranya cari tahu apakah dugaan kita bener atau enggak," ucap Radit membuatnya terpengkur. Benar juga. Kenapa dirinya malah membuang banyak waktu dan meratapi nasib?

"Oke gue bakal coba hari ini juga."

"Nah gitu dong!" Diran menepuk bahunya. "Gue suka liat lo yang semangat."

"Tapi gue gak suka liat lo tuh!" balas Dennis.

Radit hanya menggelengkan kepala. "Udah deh jangan bertengkar lagi. Gue emang kangen perdebatan kalian, tapi jadinya males kalau dengerin terus-terusan."

***

Belum satu minggu bertunangan, Cessa merasa tidak sanggup menghadapi sikap temperamen cowok itu. Bagaimana bisa Caraka memiliki banyak pacar dengan sikap buruknya tersebut?

Menyelesaikan catatannya, Cessa melirik Zian yang tengah bermain game secara sembunyi-sembunyi. Berbeda dengan sosok di sebelahnya yang dengan berbaik hati mencatat materi untuk cowok itu. Cessa berdecak, apakah Adisti memang selalu sebaik itu pada sahabatnya kalau tidak memiliki perasaan apapun? Virus friendzone sepertinya sudah menyebar ke berbagai penjuru dunia.

Lalu apa kabar dengan dirinya? Tetangga zone?

Cessa memukul dahinya. Tidak bisa berbohong kalau ucapan Dennis malam itu terus terngiang di kepalanya tanpa diminta.

I love you

I love you

I love you

"Aish, sialan!" umpatnya menggebrak meja hingga Robi yang tengah terlelap terlonjak kaget. Beruntung bu Sana sedang berbincang dengan guru lain di depan kelas.

"Anjir! Kaget gue." Cowok keriting yang merupakan teman sebangkunya itu menatap sebal. Padahal dia sedang bermimpi menikah dengan anggota girl band dari negeri ginseng. "Lo tuh ya, bisa gak sih gak usah gebrak meja? Apalagi pake ngumpat segala. Lo itu cewek, gak baik omongannya kasar."

Ucapanya Robi membuatnya teringat Davian yang biasa menegurnya. Dulu ia sengaja melakukan di depan Dennis. Delikan tajam cowok itu membuatnya senang.

"Sorry. Lanjutin lagi tidurnya." Cessa menekan paksa kepala Robi agar kembali tidur.

Lihat selengkapnya