Sweet Ambition

Akira Tan
Chapter #35

Bagian 34

Kita tidak bisa menyesali kisah kelam itu

Tapi menjadikannya sebagai pelajaran adalah hal paling berharga untuk masa mendatang

***

Cewek itu menatap bayangan diri di cermin. Menyentuh dadanya yang berdetak tak karuan. Setelah menghembuskan nafas, ia meraih jaket dan segera beranjak setelah mendapati chat dari seseorang. Langkahnya memelan mendapati kedua orang tuanya sedang menonton televisi.

"Loh, mau ke mana sayang?" tanya sang mama melihat dirinya yang tampak rapi. Cessa meringis, "Em mau ke depan komplek, ma."

"Ngapain?" Risa kembali bertanya, masalahnya Cessa tidak pernah sengaja keluar malam selain terpaksa pergi dengan Caka. Kalau pun ingin membeli sesuatu, ia selalu meminta diantarkan ke rumah.

"Mau beli bakso," jawab Cessa singkat, berharap mamanya berhenti bertanya.

Sang papa yang sejak tadi fokus pada televisi akhirnya menatap putri semata wayangnya. "Pergi sama siapa? Mau papa anter?"

Cessa mengusap lengannya gusar. Agak malu juga mengatakan dengan siapa dirinya pergi. "Gak usah, pa. Eca ... Eca pergi sama Dennis."

Kedua orang tuanya saling melempar pandangan dengan dahi mengernyit.

"Oh pantesan," gumam sang papa yang kembali menonton acara talk show di depannya. Cessa dapat melihat senyuman tertahan di bibir lelaki paruh baya itu. Ia beralih pada mamanya yang masih tak mengalihkan tatapan darinya. Cessa jadi takut tak diizinkan pergi. "Boleh 'kan ma?"

Sang mama tampak berpikir sejenak sebelum kemudian mengangguk. "Ya udah, hati-hati. Jangan malem-malem pulangnya."

Cessa menghembuskan nafas lega. "Makasih. Eca pergi dulu," pamitnya, berjalan cepat keluar rumah.

Cewek itu membuka gerbang bersamaan dengan kemunculan Dennis. Mereka berbalik dan saling melempar pandangan. Cessa merasakan jantungnya berdentum keras, senyumnya muncul begitu saja, pun cowok di seberangnya yang terkekeh sambil menggaruk tengkuknya. Dennis salah tingkah.

Cessa sebenarnya bingung, apakah dirinya yang harus menghampiri cowok itu atau sebaliknya. Tidak mungkin mereka bertemu di tengah jalan bukan?

"Aku yang ke sana!" ujar Dennis seolah dapat membaca kebingungnya. Cessa mengangguk. Namun, sebuah motor melaju kencang ke arah Dennis. Suara klakson yang memekikan telinga membuat Cessa terkejut bukan main dan spontan meneriaki nama cowok itu. Beruntung Dennis dengan sigap mundur, jika telat sebentar saja nyawanya bisa melayang.

"Anjir! Hampir aja," umpat Dennis dengan wajah pucat pasi, tak lupa nafasnya yang memburu. Cessa yang ikut lemas memaksakan diri menghampiri Dennis.

"Gak papa?" tanyanya menyentuh bahu cowok itu. Dennis hanya menggeleng, belum bisa berbicara.

"Makanya kalau mau nyeberang tuh liat kanan kiri!" Cessa tidak bisa mengontrol nada suaranya. Ia tidak bisa membayangkan jika Dennis terlambat menghindar. Melihat kejadian mengerikan di depan matanya sendiri dan orang itu adalah kekasihnya, Cessa benar-benar tidak akan sanggup. "Lo tuh ya, kalau mati gimana?"

"Takdir." Cowok itu bisa-bisanya bercanda. Menyadari mata cewek di depannya berkaca-kaca, Dennis berusaha tersenyum. "Aku gak papa. Sayang banget ya? Segitu khawatirnya."

Cessa memukul lengan Dennis. "Gak lucu!"

"Emang gak lucu. Masa baru pacaran berapa jam udah ditinggal. Nanti kamu nangis-nangis." Dennis meraih tangan Cessa yang terasa dingin.

"Gue gak suka lo bercandain hal kayak gini. Lo gak tau betapa takutnya gue tadi." Cessa masih belum berhenti mengeluarkan unek-uneknya.

"Ya udah maaf. Aku tadi terlalu seneng mau ketemu pacar, makanya gak liat jalan. Lagian juga tuh orang ngebut di jalanan komplek."

Mendengar kata pacar membuat Cessa refleks menatap cowok itu. Senyuman yang tersungging di bibir Dennis membuat ketakutannya perlahan menghilang. Cessa kalah. "Lain kali hati-hati."

Mengangguk, Dennis menariknya melangkah. Akan tetapi, Cessa menahan lengannya. "Ke mana?"

"Katanya mau beli bakso," sahut Dennis berlagak seolah tak terjadi apa-apa sebelumnya. Padahal tubuhnya masih terasa lemas, tapi ia tidak ingin memperlihatkannya.

"Kamu udah gak papa?" tanya Cessa merubah panggilannya.

"Enggak kok, yuk keburu penuh!" Dennis menautkan jemarinya hingga Cessa mengarahkan tatapan ke arah sana. Wajahnya memanas, meski begitu ia membalas genggaman tersebut.

"Aku pikir, gak akan pernah ngalamin hal ini lagi," ucap Cessa dengan pandangan lurus ke depan. Dennis menoleh, perasaan bersalah menghantamnya.

"Maaf."

Lihat selengkapnya