Sweet Bitter Swiss

KOJI
Chapter #1

Masih Tersisa

Seorang pria berdiri di tengah cahaya senja yang menembus celah pepohonan. Napas mereka terdengar, diselingi desir angin yang membelai lembut. Tepat di hadapan, seorang perempuan menoleh kepadanya. Ia menatap pria itu dengan tenang dan teduh. Sesaat kemudian tangannya terulur, seakan mengundang pria tersebut untuk menyambut uluran itu.

Pria itu mengulurkan tangan perlahan. Namun sebelum bisa meraihnya, pria bertubuh tinggi muncul dan menggenggam tangan perempuan itu lebih dulu. Senyum pria tinggi mengembang sambil menatap perempuan di sebelahnya. Perempuan itu balas memandang seraya tersenyum lembut. Sambil bergandengan, perlahan mereka berjalan menjauh.

Menyaksikan kepergian mereka air matanya menetes. Tangan yang tadi sempat terulur kini terkulai lemah. Luka lama kembali menyusup ke relung hati dan meninggalkan kehampaan yang sulit diungkapkan. Dunia di sekitar terasa membeku; udara diam, cahaya terhenti di antara pepohonan. Perlahan dunia kembali bergerak; ranting-ranting bergoyang, dedaunan bergemerisik pelan, bayangan pohon memanjang dan memendek di tanah.

Dunia di sekitarnya berputar makin cepat, seluruh udara dan cahaya ikut terseret ritme yang tak terkendali. Perlahan gerakan itu melambat hingga berhenti sepenuhnya. Ia terkejut dan sontak terduduk. Napas pria itu terasa berat, dadanya berguncang. Ia membuka mata saat menyadari dirinya telah kembali. Jemarinya meremas selimut seraya memandang ruang hampa di hadapan.

Pria itu menunduk dan menekan kening dengan telapak tangan untuk mengusir sisa-sisa mimpi yang masih tertinggal. Setelah beberapa saat, disingkapnya selimut lalu turun dari ranjang. Tubuhnya masih lemah, langkah pun terasa berat ketika berjalan ke sudut ruangan.

Sesampainya di sana ia menyalakan komputer. Cahaya biru layar memantul di wajahnya, menimbulkan kontras lembut dengan bayangan ruangan. Dibukanya file "Foundation Lecture: Literary Theory Assignment - Master of English Studies"ยน, dan mulai menyusuri tiap baris tulisan dengan teliti. Selesai memeriksa, ia mengetik namanya di salah satu kolom: "Satya Ananta". Matanya bergerak sejenak ke bagian tanggal, lalu menambahkan: "Sunday, 2 November 2025".

Satya menghempaskan punggung ke sandaran kursi. Pandangannya menatap langit-langit ruangan dengan tatapan kosong. Tak lama kemudian matanya terpejam. Perlahan bayangan mimpi itu kembali menyusup ke pikiran. Sebelum bayangan masuk lebih dalam, ia membuka mata dan menghela napas panjang. Pandangannya berkeliling ruangan sampai terkunci pada kamera di atas meja.

Lihat selengkapnya