Sweet Bitter Swiss

KOJI
Chapter #4

Masih Bisa

Perlahan pandangan Satya makin jernih hingga menampakkan sosok perempuan di tepi jalan. Ia terduduk di sisi sepeda yang miring, dan kacamata yang tergeletak di dekatnya. Satu tangannya memegang pinggul, sementara ia mengernyit kesakitan.

Rambut cokelat yang terjalin sepunggung, terurai sebagian di sisi wajahnya. Mata cokelat gadis itu menyempit, sedangkan hidungnya yang mancung memucat. Bibir tipis berwarna merah naturalnya terkatup rapat menahan sakit. Syal cokelat yang semula terikat longgar, terlepas dan menjuntai di dada. Sweater hitam, celana jeans hitam, dan sepatu bot cokelat kulit, tertutup sebagian oleh sisa salju yang sempat beterbangan akibat benturan tadi.

Beberapa saat kemudian, gadis itu meraba-raba jalan sampai menyentuh kacamata. Diambil kacamata itu lantas memakainya. Ia menoleh ke arah Satya. Mereka tersentak kecil ketika pandangan mereka bertemu. Keheningan mengambang di udara, seolah waktu berhenti demi memberi ruang ingatan untuk menampakkan memori.

"Satya!"

Terdengar suara seseorang memecah keheningan yang membuat mereka spontan melihat ke arah lain. Elara berlari mendekat, lalu berhenti di samping Satya. Dengan napas terengah, ia membungkuk sambil memegangi kedua lututnya.

"Kamu enggak apa-apa?" Suara Elara cemas dan terbata.

Satya menggeleng seraya mengangkat lengan yang tergores. "Lengan sama kaki nyeri ... sedikit."

"Syukurlah." Elara mengusap dada sebelum menegakkan badan. Matanya beralih ke gadis itu. "Hei, hati-hati kalau bersepeda!"

Perempuan itu terkejut. Badannya gemetar, lantas dengan mata berkaca-kaca ia berkata lirih, "Maaf ... aku tidak bermak—"

"Kamu pikir cukup minta maaf?!" bentak Elara, melotot sambil menatapnya tajam.

Satya memandang gadis itu sebentar. Sudut mata dan bibirnya sedikit turun. Sesaat kemudian pandangannya beralih pada Elara seraya menarik tangannya pelan. "Ela, cukup. Aku yang salah."

"Tapi ..." Elara tak melanjutkan ketika Satya menggeleng. Ia menghela napas panjang lalu menoleh pada gadis itu. "Awas kalau terulang lagi!"

Perempuan berkacamata mengangguk kecil. Perlahan dengan bersusah payah, ia berusaha berdiri sambil menegakkan sepeda lalu melirik Satya. Garis mata dan bibirnya turun. Hanya sebentar sebelum ia naik sepeda dan bergerak menjauh di sepanjang jalan.

Begitu ia menghilang di balik tikungan, Elara berjongkok di sisi Satya. "Kamu bisa berdiri 'kan?"

"Bisa." Satya berusaha berdiri, tetapi kakinya goyah. Ia merosot dan kembali terduduk.

"Pantas," gumam Elara melihat lutut kiri Satya yang memar. Ia menarik lengan Satya dan meletakkan di bahu serta lehernya. "Ayo, pelan-pelan."

Elara memastikan pegangan Satya stabil sebelum membantu mengangkatnya. Elara gemetar sesaat, tetapi ia tetap bertahan. Napas Elara pendek dengan ritme terdengar lebih cepat, dan rona merah muncul jelas di wajahnya.

Lihat selengkapnya