Awal musim gugur tahun 2023; Tepian kota Göttingen, Jerman
Gedung itu secara resmi bernama Pusat Penelitian Penyakit Otak, terdiri atas dua belas lantai dengan luas halaman tiga hektar yang sarat dengan nuansa alam. Pepohonannya yang rindang tumbuh secara acak, menyisakan sebagian kecil lahan untuk dijadikan jalan beraspal serta lapangan parkir.
Di bagian dalam gedung, ruang-ruang berkisi dibuat sedemikian banyaknya demi memenuhi kebutuhan sains. Jumlahnya sama pada lima lantai pertama, di mana manusia-manusia berjubah putih sibuk berseliweran di dalamnya, bekerja dengan objek hidup mereka yang dulunya juga manusia bernama tapi berakhir di tempat itu sebagai benda hidup berinisial angka belaka.
Pada lantai tiga, di bagian sayap kanan gedung, terdapat sub divisi FFI[1] yang merupakan pecahan kecil dari divisi Prion Desease. Peneliti di bagian ini melakukan riset tentang insomnia yang diakibatkan oleh mutasi gen PRNP. Biasanya, objek hidup mereka hanya bertahan hidup beberapa bulan saja semenjak terdiagnosa penyakit ini. Sebab itulah sub divisi FFI kurang diminati karena tekanan kerja yang keras serta jadwal yang padat. Sedikit orang bertahan di sana, termasuk Viktor Borowski, warga negara Jerman keturunan Rusia yang memiliki brewok tebal di seantero pipi serta rambut pirang yang sedikit acak akibat jarang disisir.
Melangkah santai dengan jas lab yang terbuka, Viktor menyusuri lorong sempit yang diapit dinding-dinding berpintu. Tempat itu adalah jejeran kantor-kantor pribadi bagi para peneliti yang sebagian besar pintunya terkunci, dibuka hanya pada jam-jam tertentu saja. Tak lama, Viktor sampai di ujung lorong. Tubuhnya menghadap pintu kayu besar bercat abu-abu. Diketuknya pintu itu tiga kali, lalu, tanpa menunggu aba-aba permisi dari dalam, dia membukanya.
“Hey, Gibran?”
Sorot mata yang tajam dari Aditya Gibran langsung tertuju pada Viktor, “Demi Tuhan, Viktor, kau tidak tahu sopan santun!”
Viktor tertawa mendesis. Lengan kanannya segera bersandar dengan nyaman pada kusen pintu.
“Membuat laporan lagi? Kau memang penggila kerja! Aku punya sesuatu untukmu.”
Mata Gibran kembali berpindah ke layar komputer, “Aku sibuk! Bemühe dich nicht[2]!”
“You cannot reject this new object! I have at least five reasons to ensure you receive her[3]!”
“Kenapa bukan kau saja yang menanganinya?” sahut Gibran asal tanpa menatap Viktor.
Viktor menarik napas panjang seraya menegakkan punggung. Aku tahu ini akan sulit!
“First reason[4],”
Kelopak mata Gibran sekejap menutup. Dia menggeram. Ya Allah, belum menyerah juga manusia yang satu ini!
“Dia penderita FFI termuda yang pernah aku temui sepanjang masa. Usianya baru 32 tahun, nyaris seumuran dengan kita! Ini kasus langka! I bet you won’t give this object to another researcher[5]!”
“Stop calling her as object, Viktor! She is human[6]!”
“Second[7],” Viktor tak mengindahkan Gibran, “Gejala awalnya muncul hampir empat bulan yang lalu, sudah cukup lama untuk mendekati titik kritis. Ketiga, dia sudah mengalami penurunan imunitas yang parah dan depresi.”
Mimik Gibran tak berubah. Kecuali indikator usia yang lebih muda, semua faktor yang disebutkan Viktor barusan masih tergolong biasa. Penderita FFI lainnya juga mengalami hal yang sama.
“Fourth[8],” Viktor menarik napas lagi, “Dia tidak dipindahkan dari klinik terapi insomnia manapun, bukan atas rujukan dokter siapa pun, melainkan karena permintaan sendiri. Dia berada di sini karena dia menginginkannya.”
Kening Gibran mengerut. Tatapannya perlahan beralih pada Viktor.