Tahun 2023; Kantor pribadi Gibran, Pusat Penelitian Penyakit Otak, Göttingen, Jerman
“Do not expecting more, Viktor! I’ll tell you nothing[1]!”
Gibran pura-pura sibuk membaca berkas, berharap sahabatnya itu segera pergi agar dia bisa menenangkan diri. Sesungguhnya, pikiran pria itu sedang kacau.
“Come on, Gibran, you owe me story[2].”
“I owe you nothing[3]!” bentak Gibran.
Viktor mengangkat sebelah alis. Sepertinya dia benar-benar harus menyerah sekarang. Gibran bukanlah tipikal manusia temperamen, tapi kasus kali ini benar-benar terlihat mengganggunya. Viktor jadi makin curiga, Emily Paddock jangan-jangan bukan sekadar wanita biasa di masa lalu Gibran.
“Alright,” Viktor menegakkan punggungnya dari posisi bersandar di dinding, “Apa kau mau pulang sekarang?”
“Nein[4],” jawab Gibran cepat.
“Tapi ini sudah waktunya pulang.”
“Aku masih harus menyelesaikan laporan yang tertunda dan menyiapkan berkas untuk wawancara besok.”
“Oh, wawancara? Dengan objek 827?”
“Her name is Emily[5].”
Viktor tertawa sinis, “Tak peduli dia awalnya siapa, Gibran, semenjak dia masuk ke tempat ini dan menandatangani surat perjanjian, namanya berubah jadi objek 827. Camkan itu!”
Rahang Gibran mengeras. Batinnya sakit mendengar hal itu. Bagaimanapun juga, Viktor benar. Selama ini mereka tak pernah peduli dengan nama asli objek-objek mereka. Penyebutan nama asli bagi para objek itu hanya dilakukan ketika memanggil sang objek dalam eksperimen, tapi dalam forum rapat atau obrolan antar sesama peneliti, nama-nama itu kandas, berganti inisial angka yang seringkali justru lebih mudah diingat. Gibran bergidik, merasa bersalah telah memperlakukan mereka sebagai bukan manusia.
“Aku pulang duluan,” Viktor menatap Gibran, “Bis morgen, Gibran[6]!”
Pria bercambang itu lalu menghilang di balik pintu. Gibran menutup berkasnya, menatap tembok dengan pandangan kosong. Sunyi serta-merta menyergap sekeliling, menambah pilu suasana. Belum pernah dia merasa seperti ini sebelumnya, tidak sebelum Emily datang. Hidupnya sebagai peneliti sungguh dinamis, penuh kesibukan dan tantangan. Semua itu lantas hancur dalam sekejap, bagai dihantam godam raksasa.
***
Laboratorium sub divisi FFI terletak di lantai yang sama dengan kantor Gibran dan Viktor. Pengaturan macam itu sengaja dilakukan untuk memudahkan akses bagi para penelitinya. Ada pula petugas lain yang bebas berseliweran di gedung itu. Mereka adalah para perawat, pria maupun wanita. Tugas mereka adalah mengurus para objek, terutama yang sakit berat, kemudian membawa objek dari kamar ke laboratorium dan sebaliknya juga memantau kondisi objek yang sewaktu-waktu luput dari mata peneliti.
Gibran tiba di kantornya sepuluh menit lebih awal. Setelah meletakkan tas dan memakai jas lab, dia beranjak menuju ruang Hans Fsicher, profesor paruh baya yang mengepalai tim FFI. Diketuknya pintu kayu sebanyak tiga kali setelah sampai di depan kantor Hans.
“Masuk,” terdengar perintah dari dalam.
Gibran membuka pintu dan sejenak termangu. Di dalam ruangan itu terdapat Viktor, duduk berhadapan dengan Hans dalam balutan jas lab rapi.
“Kau terlihat kusut,” Viktor tersenyum simpul.
Gibran menatap Viktor seraya mendengus pelan lalu berjalan menuju meja Hans.
“Duduklah, Gibran,” ujar Hans, “Apa laporan untuk objek 822 sudah selesai?”
Gibran meletakkan sebuah berkas di atas meja, “Done[7].”
Hans melirik sekilas berkas itu lalu kembali fokus menulis sesuatu, “Kudengar kau mendapat objek baru kemarin?”