Sweet Dream, Emily

Dania Oryzana
Chapter #8

Gamangnya Dua Hati

Awal bulan Mei tahun 2013; Laboratorium Tiga Kubah, London, Inggris

Claire sedang mencuci gelas-gelas uji saat Emily bersiap untuk pulang. Waktu telah menunjukkan pukul 05.48 pm dan cuaca sedang hujan. Emily menyampirkan jas labnya pada sandaran kursi lalu menggapai kunci di atas meja yang langsung dimasukkannya ke dalam tas.

“Aku duluan, Claire.”

Claire menoleh ke samping sambil terus mencuci, “Di luar masih hujan. Apa kau membawa payung?”

Emily memainkan bibirnya sembari menatap pintu yang terbuka, “Aku akan menunggu di lobi sampai hujan reda.”

“Kurasa itu bukan ide yang bagus, Emily. Di sini lebih hangat.”

I know,” Emily mendesah, setengah putus asa.

Claire meletakkan gelas-gelas kecil dalam rak pengering yang berada di sebelah wastafel. Dia lalu mengeringkan tangan.

Are you waiting for someone[1]?

Badan Claire berbalik menuju meja kerja di sudut ruang. Dua tangannya sibuk membuka kancing jas lab.

No,” Emily menggeleng, “Why you asking that[2]?

I thought you are waiting Gibran[3]

Claire sibuk membereskan barang-barang di atas meja usai melepas jas labnya, tanpa menyadari ekspresi Emily yang sedikit berubah setelah dia menyebut nama Gibran.

“Kami tak punya janji hari ini.”

“Harusnya seorang pria tak perlu janji untuk menjemput kekasihnya.”

Untuk sesaat Emily gamang. Kekasih… Sebuah kata yang entah patut digelarinya pada Gibran atau tidak. Kisah mereka yang manis dan bersahabat telah berjalan hampir dua minggu, tapi tak ada tanda-tanda dari Gibran untuk berikrar cinta. Hubungan mereka masih menggantung penuh tanya bagi pihak Emily. Jika saja sebuah ciuman bisa menjawab semua gundah itu, pastilah Emily tak perlu kata cinta lagi dari mulut Gibran. Ciuman adalah jawaban, tapi setiap hendak melakukannya, Gibran tiba-tiba tersadar, mundur dengan sopan dan pada akhirnya hanya menggenggam tangan Emily dengan erat. Mereka akan berjalan beriringan, bagai sepasang anak kecil berlari menuju permainan.

Claire menarik ritsleting tas lalu menggantungnya di bahu. Dia berjalan mendekati Emily.

“Aku akan minum kopi di pantry sambil menunggu hujan berhenti. Apa kau mau ikut?”

Lihat selengkapnya