Sweet Dream, Emily

Dania Oryzana
Chapter #23

Halusinasi Dari Puncak Tertinggi

Akhir November tahun 2023; Pusat Penelitian Penyakit Otak, Göttingen, Jerman

Embusan angin dingin tak menyurutkan langkah Emily untuk mendekati pinggiran gedung. Di lantai 12, pada bagian gedung tanpa atap itu, dia berencana menorehkan kisah terakhir hidupnya.

Uap putih terembus dari hidung Emily berkali-kali sesuai irama napasnya. Tangan kurus wanita itu memeluk bagian perut dan dada, dengan jemari yang menahan baju longgarnya di bagian sudut agar tidak berkibar.

Kakinya berjalan pelan, menapaki beton dingin nan lempap. Semua bak skenario yang teratur rapi. Pos perawat yang kosong, lorong-lorong lengang, lift tanpa penumpang, pintu lantai 12 yang tidak terkunci serta ketetapan hati. Ya, ketetapan hati.

Emily telah yakin bahwa malam ini adalah saatnya untuk mati. Tak ada lagi waktu yang lebih sempurna dari ini. Penolakan Gibran tadi siang telah menyadarkannya untuk berhenti berharap. Dalam hidup yang terasa hampa tanpa cinta serta derita sakit yang terus datang bertubi-tubi, Emily tak lagi punya alasan untuk hidup.

Dia tiba di pinggir gedung yang hanya dibatasi tembok setinggi setengah meter. Emily meletakkan kedua tangannya di situ, meraba tempat di mana kakinya akan berpijak. Dia menarik napas panjang, merasakan dingin yang menyengat dalam tenggorokan.

Bibir Emily menuai senyum getir. Dia bahagia sekaligus sedih. Dalam otaknya yang sudah buntu, tak terbersit lagi pikiran untuk kembali. Pada saat ini, mati adalah satu-satunya jalan agar dia bisa tidur karena dengan tertidur, dia tidak akan mengingat apa pun juga, termasuk penderitaan yang mendera hidupnya.

Kaki kanan Emily terangkat ke atas, memulai pijakan pertamanya. Telapak yang telanjang itu sudah nyaris mati rasa akibat sengatan dingin. Kaki kedua menyusul, lalu Emily mendorong tubuhnya dengan kedua tangan untuk berdiri tegap. Dia melihat dunia seluas jangkauan matanya dengan tatapan sayu.

Kepala Emily menoleh ke samping kanan. Dipandanginya taman belakang gedung yang biasa dikunjungi. Terima kasih telah menjadi tempat yang indah untukku menuang sepi… Emily tak mau mengotori taman itu dengan darahnya hingga dia memilih lokasi lain sebagai tempat untuk mati.

Lihat selengkapnya