Sweet Lies

Shafa Maurrizka
Chapter #1

Sweet Lies (One)

“Chersss!!!”

Suara dentingan gelas yang saling beradu terselip diantara hiruk pikuk keramaian ballroom sebuah hotel yang baru saja menggelar pertunjukan busana dari seorang desainer ternama Amerika. Kumpulan gadis-gadis cantik yang merupakan peraga dari busana-busana yang tak kalah cantik itu terlihat sedang bersenda gurau dengan sebuah gelas berisi cairan merah di tangan mereka masing-masing. Malam ini mereka akan makan sepuasnya. Melupakan segala macam diet dan momok mengenai berat badan yang sudah menyiksa mereka hampir tiga bulan yang lalu karena baju-baju super mini rancangan desainer itu tidak akan menarik di tubuh mereka jika mereka tidak menjaga pola makan mereka berbulan-bulan sebelum perhelatan akbar itu dilaksanakan.

“Ya Tuhan!!! Akhirnya aku bisa makan pizza.” jerit seorang model sambil melahap pizza di tangannya besar-besar. Rekan-rekannya yang berada di meja itu hanya menatap salah satu rekan mereka dengan tawa maklum, mengingat usaha Rebecca tiga bulan ini untuk menjaga postur tubuhnya agar tetap ideal hingga hari peragaan busana itu tiba tidak mudah.

“Makanlah yang banyak Bec, selagi bos tidak melirikmu di ujung sana.” canda Avery sambil menyodorkan sepiring besar pizza di depan rekannya. Rebecca telah menghabiskan sepotong pizza di tangannya, ia kemudian mengambil potongan lain dari piring yang disodorkan Avery.

“Kau tidak makan, Ave. Sejak tadi kau hanya minum wine dan memesan salad. Oh ayolah, kita sudah free. Kita tidak perlu lagi memikirkan diet yang menyebalkan itu untuk satu bulan kedepan, jadi kau bisa makan monster-monster berlemak yang lezat itu untuk malam ini.”

Avery menggeleng pelan sambil mengendikan bahu pada salad-salad yang berada di depannya. “Kurasa malam ini aku hanya ingin makan salad. Aku sudah kenyang dengan sepotong ubi tadi.”

“Apa kau takut tidak terlihat menarik lagi di depan bos?” tanya rekannya yang lain yang duduk di sebelah kanannya sambil melirik genit pada bos mereka yang saat ini juga sedang menatap mereka dengan tatapan intens. Lebih tepatnya pria itu sedang menatap Avery.

“Tidak, sama sekali tidak. Aku tidak tertarik dengan bos genit yang menyebalkan itu. Lagipula aku sudah menikah. Jadi ambil saja bos itu untuk kalian. Aku sama sekali tidak tertarik.” ucap Avery pedas. Rekan-rekannya langsung terbahak menertawakan ekspresi wajah Avery yang terlihat begitu muak dan juga jijik pada pria tampan yang merupakan bos mereka. Sudah menjadi rahasia umum jika bos agensi mereka memang tertarik pada Avery, dan sejak dulu selalu mencoba mendapatkan perhatian dari Avery. Tapi sayangnya Avery terlalu galak dan cuek, sehingga ia tidak pernah sedikitpun menanggapi godaan dari bosnya yang tampan itu. Bahkan beberapa kali Avery membentak pria itu karena sikap kurang ajarnya yang menjengkelkan. Seperti mencolek dagunya, mencium pipinya di tempat umum, bahkan mengaku-ngaku pada rekan bisnisnya jika Avery adalah kekasihnya. Such a player!

“Oya, apa suamimu sudah kembali dari Washington? Kau bilang ia sedang mengunjungi keluarganya yang sakit bukan?” tanya Becca di sebelah Avery. Avery menatap wajah Rebecca lesu sambil menggelengkan kepalanya lemah.

“Belum. Ia bilang penyakit kakeknya sangat parah, sehingga ia akan menetap di Washington lebih lama. Mungkin aku akan menggunakan waktu bebasku bulan depan untuk menyusulnya ke Washington. Aku merasa seperti cucu menantu yang tidak tahu diri karena jarang sekali menengok keluarga Andrew di Washington. Dan kali ini aku akan menghabiskan hari liburku untuk mengunjungi saudara-saudaraku di Washington.”

“Aww.. aku pasti akan sangat merindukanmu, Ave. Bulan depan aku juga akan pulang ke San Diego, ibuku terus menerus menghubungiku dan menyuruhku untuk pulang karena akan ada gathering keluarga di rumah besar. Jadi aku harus datang. Aku harus berbaur bersama keponakan-keponakanku yang nakal-nakal itu.” ucap Rebecca dengan wajah kesal yang dibuat-buat. Avery tergelak pelan di sebelahnya dan kembali menyesap winenya dengan nikmat.

“Hai ladies..”

“Hai tampan!!” teriak model-model itu serempak kecuali Avery yang mendengus gusar karena kemunculan pria itu di mejanya.

“Kerja kalian hari ini sangat spektakuler, kuucapkan selamat pada kalian. Dan karena kerja keras kalian, aku akan memberikan bonus pada gaji kalian bulan ini.”

"Waaa... Itu benar-benar berita yang sangat luar biasa.” teriak wanita-wanita itu heboh sambil ber-high five ria karena akan mendapatkan kenaikan gaji dari bos mereka yang baik hati. Tidak sia-sia selama ini mereka menekan perut mereka agar tetap terjaga di mode langsing jika pada akhirnya mereka mendapatkan bayaran yang setimpal dari penyiksaan yang sangat mengerikan itu.

“Bos, apa kau sedang mencari Avery?” tanya Lisa menggoda. Michiel tersenyum manis pada Lisa sambil melirik Avery yang sejak tadi hanya terduduk kaku di depannya. Wanita itu jelas sekali tidak mau bertemu dengannya.

“Hmm.. awalnya, tapi sepertinya ia sedang tidak ingin bertemu denganku. Bukankah dia sangat sulit untuk ditaklukan.” canda Michiel dengan tawa renyahnya yang berhasil menarik perhatian wanita-wanita cantik di hotel itu. Tapi hal itu tidak berlaku bagi Avery, karena ia justru merasa muak pada Michiel yang sejak tadi terus menggoda wanita-wanita di sana dengan trik trik player andalannya. Untung ia bukan jenis wanita yang mudah tertipu dengan wajah malaikat Michiel yang penuh dusta itu.

“Bos, apa malam ini kau perlu penghangat ranjang?”

“Penghangat ranjang yaa? Hmm.. kedengarannya menarik.” ucap Michiel sambil melirik Avery. Rebecca yang berada di sebelah Avery langsung menyikut-nyikut lengan Avery untuk menggoda wanita muda itu. Namun hal itu hanya ditanggapi Avery kalem sambil menyesap red winenya lagi.

“Apa kau mau menjadi penghangat ranjangku, Ave?”

Michiel mencondongkan kepalanya tepat di samping kepala Avery dan berbisik sensual di telinga waniata itu. Semua wanita yang berada di sana langsung bersorak sorai melihat kelakuan bos mereka yang sangat gentle itu, apalagi jika pada Avery.

“Menjauhlah dari sana sialan!” balas Avery ketus. Michiel tersenyum manis di sebelah wanita itu dan langsung mendaratkan satu kecupan ringan di pipi Avery yang merona.

"Jangan menciumku sembarangan! Aku sudah menikah. Persetan dengan statusmu yang merupakan bosku! Jika kau terus melakukan hal itu, aku benar-benar akan keluar dari agensimu.” ancam Avery galak sambil mengelap bekas kecupan Michiel dengan serbet putih di pangkuannya. Ia benar-benar muak dengan kelakuan pria itu sekarang.

“Coba saja jika kau bisa. Kujamin tidak akan ada satupun agensi yang mau menerimamu. Karena aku masih menyimpannya.” bisik Michiel pelan di telinganya dengan penuh kemenangan. Seketika wajah Avery berubah pucat pasi mendengar ancaman yang dilontarkan Michiel. Pria itu memang benar-benar busuk karena sengaja memanfaatkan kelemahannya untuk tetap menahannya di agensi pria itu. Andai suaminya bukan kakak dari bosnya yang sangat menyebalkan itu, ia pasti akan lebih mudah keluar dari agensi ini. Tapi sayangnya suaminya itu terlalu positif thingking pada adiknya dan menganggap semua kelakuan kurang ajar adiknya sebagai lelucon yang tidak perlu dipusingkan. Katanya apa yang dilakukan oleh Michiel hanyalah candaan biasa antara kakak ipar dan adik ipar. Tapi nyatanya, ia sama sekali tidak merasa seperti itu. Apa yang dilakukan Michiel sudah melewati batas menurutnya. Michiel terlalu kurangajar. Dan bahkan ia terkesan seperti melecehkannya dengan menyentuh bagian-bagian yang seharusnya tak disentuh, seperti pinggul misalnya. Dan ia muak dengan pria itu.

Cheers! Tidak baik mengumpatiku di dalam kepala cantikmu itu, Ave.” ucap Michiel santai sambil mengadukan ujung gelasnya dengan ujung gelas milik Avery yang masih tergenggam dengan erat di dalam tangan mungilnya. Sekuat tenaga Avery mengabaikan rasa marah dan rasa terhinanya atas Michiel yang telah mempermalukannya di depan umum. Well, pria itu membuat orang-orang semakin banyak berkasak-kusuk tentangnya yang dinilai sebagai wanita murahan. Bahkan wanita penggoda rakus yang dengan tamaknya ikut menjerat adik iparnya demi kesenangannya semata.

“Pergi! Jangan menggangguku, aku ingin bersenang-senang.”

Lihat selengkapnya