Menjelang 25 menit kelas bubar, Fella mengambil plastik putih yang tadi sudah diisinya dengan empat tumlber dan kotak bekal kosong. Pertengahan bulan ini, jadwal para tutor untuk ditraktir minuman gratis di Smoothy, kebijakan Rif yang membuat pegawainya makin cinta pada cowok murah senyum itu.
Fella berjalan gontai tanpa semangat, di dalam hati terus memanjangkan doa agar tak perlu bertemu Dean di sana nantinya. Kejadian itu, kalau Fella ingat lagi, sungguh memalukan. Dia sudah mengirim maaf melalui pesan atas bantuan Rif, juga mengirim stok obat penghilang rasa ngilu. Seandainya pun bertemu, Fella berniat kembali meminta maaf. Lebih bagus mereka tak perlu bertemu dulu lah.
Pada outdoor area, Fella mendapati Sandra yang melayani seorang pengunjung di balik kasir. Tak ada cowok itu di dalam. Maka, dengan mantap Fella menguak pintu lalu menuju ke bar sembari memberi senyum lebar pada Sandra yang sudah kembali di posisinya.
“Minuman seperti biasanya kah?” diserahkannya bungkusan plastik tersebut dengan anggukan cepat, lalu Sandra menyebut pesanan yang dihafalnya. “Tiga snickers smoothie, peanut butter cup smootie, semua toppingnya disamakan saja. Dan kotak pink ini, empat donut topping green tea.”
“Enam donat, dua di antaranya pakai topping cokelat,” koreksi Fella. Ketika Sandra meliuatkan alis, Fella terkekeh. “Bos ganteng lagi nggak ada di tempat, aku yang ambil bagiannya.”
Begitu Sandra mengambil buah untuk kemudian dipotong-potong, Fella kembali menoleh ke belakang. Menyadari bahwa semakin hari, kedai kehilangan pengunjung. Bukan urusannya, tetapi Fella terkadang penasaran, minuman dingin berbahan baku buah buatan Sandra sangat lezat. Dia dan pegawai lainnya di Gyan’s tak pernah bosan memesan minuman di sini. Topping es krim homemade-nya pun tak kalah dari es krim pabrikan.
Sontak Fella teringat sesuatu, “Dean nggak ada di sini, kan?” Sandra melengak, tetapi dua tangannya tetap sibuk. "Obat yang kemarin kutitip, gimana?
" Itu dia, Fel. Disuruh balikin ke kamu katanya.” Fella meringis. Jangan sampai cowok itu kesal padanya. "Sebentar, aku ambil obatnya."
"Simpan saja, Teh. Siapa tahu nanti ada yang butuh."
Fella tadinya hendak menanyakan kondisi wajah cowok itu, atau bertanya apakah Dean mengeluhkan sakit di tubuhnya, sebaiknya Fella tak perlu sekepo itu. Dia meminta maaf, berarti selesai masalahnya sekarang.
"Kemarin aku lihat Teteh dijemput Rif." Hanya direspons Sandra dengan senyum kecil. "Teteh nggak mau bicara apa pun padaku? Aku sekadar pengin tahu, kok. Nggak bakal aku godain Rif. Janji." Akan tetapi, bungkamnya Sandra semakin membuat Fella geregetan.
Sandra menyodorkan pesanan yang sudah dimasukkan lagi ke dalam bungkusan plastik. Lalu, “Aku baru pengin menghubungimu, Dean.”
Fella menanapkan mata dan refleks berbalik. Tiba-tiba saja degub jantungnya tak keruan mendapati cowok itu bergerak ke arah bar. Maka, Fella memutar tubuh. Agak bingung apakah perlu menyapa atau langsung pergi saja usai membayar. Fella lebih condong memilih opsi kedua, sayangnya, mendadak dia susah payah mengeluarkan uang di saku jin. Lekas diberikan pada Sandra ketika berhasil mengambil uang. Dan..., dia menelan ludah begitu berbalik sudah mendapati si cowok bule berdiri tak jauh darinya.
Matanya abu-abu pekat, Fella menyebut satu detail itu di dalam hati. Sapa saja lalu dia lekas pergi dari sini. "Hai."
Cowok itu malah mengernyit, menurunkan pandangan seolah menilik penampilannya. "Ya?"