Sepertinya Fella menyesali keputusan impulsifnya datang ke SHADE gara-gara Rif memintanya datang. Kronologinya dimulai ketika Fella baru saja rebah usai beberes di rumah. Mendapatkan pesan singkat Rif untuk membantu kedai dalam tahap renovasi dan Fella segera menghubungi Rif bahwa dia tidak salah baca.
Dijelaskan singkat oleh Rif, Fella memelesat berbenah ke sana. Memberikan senyum paling manis tatkala Mama agak mengomel saat tahu anak gadisnya keluar padahal ini hari libur. Fella kan melakukannya demi si Bos Baik Hati yang tidak pelit. Juga Sandra, dan jangan lupakan Pak Rahadi. Kecuali satu makhluk berambut pirang yang sekarang berdiri melipat tangan di sampingnya.
"Menurutku ini paling cocok."
"Terlalu berwarna."
Ini mungkin keseribu kalinya cowok bertampang antagonis ini menolak idenya. Hanya saja, Fella, kan, cuma tamu. Dia tetap harus bersikap sopan, Fella sadar dia pernah menyakiti cowok itu hingga mati-matian bersikap ramah.
"Jalan tengahnya, sesuaikan saja warnanya kayak di atas. Monokrom."
Cowok itu memijat kening, serta-merta aura menyeramkan dari wajahnya berpendar, Fella agak merinding. "Saya memercayakan padamu karena Rifgi bilang seleramu bagus. Derra, Monokrom itu sama sekali nggak merepresentasikan anak-anak muda. Kecuali kita merombak kedai ini besar-besaran."
Monster satu ini, mudah sekali mengatakan hal seperti itu. Fella melihat raut Pak Rahadi ketika bertemu tadi, sedih dan muram. Entah apa yang mendesak beliau hingga menyetujui ide renovasi ini. "It's Fella, my name. Bukan Derra, Agnes, atau apa!" Kesal Fella. Kedua kalinya lho Dean menyebut nama yang salah. "Aku menyarankan monokrom karena warna pastel yang aku pilih tadi malah Akang bilang terlalu berwarna. Lama-lama aku pusing deh."
"Akang?" Dean menunjuk hidungnya.
Kali ini, tanpa ragu Fella menggerakkan bola mata. "Aa kalau begitu. Ah, Mamang!"
"Selera humor saya payah, you need to know it."
"It definitely looks on your face, Mas Dean." Cowok itu menatap. Tidak memberikan komentar, tetapi alisnya tetap berkerut. Juga wajahnya.
"Bagaimana kalau membiarkan Rif, Sandra, dan Hani ikut memilih. Lama-lama kita akan gelut kalau begini terus."
Paling tidak, cowok itu tidak banyak omong. Rif yang sibuk mengecat kursi kini bergerak ketika Dean memanggilnya. Sandra dan Hani menyusul. Ya, Hani juga ada di sini. Malah tahu lebih awal kedai akan direnovasi. Entah ya, Fella merasa kesal tahu paling akhir.
Setengah jamnya habis memilih warna wallpaper, mungkin akan menyia-nyiakan waktu lebih lama kalau Fella tidak memutuskan mundur terlebih dahulu. Duduk sedekat ini Fella bisa melihat bahwa meski ganteng cowok itu kadang menyeramkan. Aura mengintimidasi menekannya.
Sandra menyukai beberapa gambar yang dipilih Fella, Rif berkomentar cukup adil dengan mengatakan kelebihan dan kekurangannya. Lalu Hani, teman satu itu tidak bisa diharapkan. Dia selalu saja mendukung pilihan Dean, sengaja sekali cari muka.
Dalam waktu kurang sepuluh menit, sudah dipilih wallpaper yang cocok. Sederhana, tidak mencolok, tetapi tetap terlihat ceria. Akhirnya rehat itu digunakan untuk makan.
Tadinya Fella hendak memesan makanan saja ketika jam makan siang tiba. Segera Sandra menolak dan menawarkan diri membuat sesuatu di dapur kalau mereka tidak keberatan menunggu.
"Dean ke mana ya, tiba-tiba nggak kelihatan."
Kompak Rif dan Fella menoleh. "Hani, kamu mundur deh sebelum semuanya terlambat. Dia bukan cowok kayak di anime itu." Disambut tatapan pilon Rif sedangkan Hani menatapnya gondok. "Hani kayaknya naksir Dean. Menurutku dia bukan cowok yang mudah dikejar. Atau setipe cowok tsundere yang kemudian luluh karena kamu pantang menyerah mendekatinya."
"Bagus dong. Artinya dia nggak gampangan."
Fella menarik lengan Rif, cowok itu terkesiap. "Sadarkan temanmu ini. Aku yang duduk di sebelahnya tadi, Hani. Tuhan, aku nggak mau mendapatkan kesempatan yang sama lagi kayak tadi. Selain membosankan dia menyeramkan."
"Tapi kami nggak mau tukar posisi denganku. Sama saja kamu menikmatinya tadi."
"Fella punya penilaian yang bagus, Han. Makanya dia yang kuminta membantu Dean. Kerjaan kita nggak akan kelar saat kamu yang di sana, aku tahu banget kamu malah sibuk fangirlian."
"Begini-begini aku bisa profesional, kok." Hani mengibaskan rambut bergelombangnya.
Fella penasaran karena Dean kah dia tampil secantik ini. Sesuatu yang lebih menggelitiknya adalah menemui Sandra dan meminta informasi mengenai Pak Rahadi. Dia tahu sedikit sejarah kedai ini. Lambang cinta seumur hidup Pak Rahadi untuk istri yang mengkhianatinya.