“Selain promosi menggunakan akun medsos, kamu juga perlu mencetak brosur banyak-banyak, akan kubagikan satu-persatu pada siswa. Buat deh akun sosmednya sekarang, besok tinggal kamu unggah foto menu di sini.”
Lelaki itu menjenguknya tiga jam lalu. Khawatir Dean terlampau sibuk hingga mengabaikan telepon Rifgi berulang-ulang. Mereka, Dean dan Sandra, cukup sibuk beberapa hari ini. Itu sebabnya Rifgi datang berkunjung, kini Dean salah sudah mengizinkan Rifgi berkunjung ke rooftop-atau roof garden menurut lelaki itu karena suasana asri di sekelilingnya. Sekarang menyusahkan Dean karena lelaki itu terlalu banyak bicara.
“Satu lagi! Ini sangat kusaranku, ketimbang menyewa tenaga profesional, kamu minta tolong saja pada Fella. Berkat sering memosting seluruh aktivitas sehari-harinya di instagram, hasil memotretnya bagus-bagus.”
“Ide promosi via daring itu sudah saya pikirkan. Lalu soal brosur, cukup dua untuk ditempelkan saja di tempatmu. Terlalu boros membagikannya pada orang-orang, masih mending dibaca bukannya dijadikan kipas atau berakhir di tempat sampah. Kami nggak menggunakan kertas seperti Japan Mainichi Shimbun yang bisa tumbuh ketika ditanam.”
“Aku baru mendengar ada yang seperti itu.” Dean mengambil kembali laptop yang sempat dianggurkannya. “Ingat saranku, Fella bagus dalam memoret.”
Rifgi ganti menatap daftar menu yang disodorkan Sandra. Dean menunggu komentar, tetapi Rifgi hanya diam. Perkara menu inilah yang sempat membuat diskusinya dengan Sandra agak alot. Dean bersikeras menginginkan menu spesial, Sandra menolak dengan alasan akan ada pembengkakan dana.
"They are so yesterday, Sandra. Kita cukup membuat lima varian smootie bowl." Ide itu datang begitu saja. Melengkapinya dengan browsing di pinterest semakin meyakinkan Dean akan pilihannya. "Lalu mempercantiknya. Donat terserah kamu lah. Dua atau tiga varian, tetapi saya pengin yang seperti ini." Menunjukkan gambar donat lucu dengan topping beragam warna. "Bahan baku kentangnya, kita pertahankan itu. Omong-omong, ini rinciannya."
"Kepalaku sakit," Sandra melirih begitu Dean menyodorkan catatannya. "Om Rahadi belum tentu menyetujui ini."
"Semoga kamu nggak lupa, dia memiliki hotel bintang lima, jabatannya tinggi, dan ayolah. Angka ini nggak akan membuatnya memelotot atau sakit kepala sepertimu. Akan saya kirim ini."
Persetujuan itu datang begitu Rifgi akhirnya memutuskan pulang. Tidak hanya memberitahu Sandra mengenai kabar itu, dia juga memintanya agar mulai menyiapkan bahan. Mereka akan mencoba resep dari menu yang telah disepakati.
Rasberry almond butter adalah menu pertama yang mereka coba. Tidak buruk, tetapi Dean masih merasa ada yang kurang. Di saat seperti itulah Sandra malah menyarankan agar melibatkan Fella. Orang asing yang tak tahu apa-apa. “Kita cuman butuh bantuannya, kok. Meski kamu bilang oke, aku tahu kamu masih ragu. Fella bisa memberikan pendapat obyektif."
“Nanti, kita ambil dulu gambarnya.”
Sandra meringis. “Fella bisa melakukannya sekaligus. Lumayan lho daripada nyari food fotoghraper.”
“Saya bisa kok melakukannya.”
Tetapi, tidak mudah mendapatkan hasil seperti yang seringkali Dean lihat padahal beberapa aplikasi mengedit foto sudah digunakan. Pada foto yang kesekian, Dean menyerah. Membiarkan Sandra mengurus sepenuhnya. Perempuan itu tidak berbicara banyak, Dean hanya menyimpulkan pada raut dan desah leganya.
Jadwal bimbel Gyan’s belum dimulai, tetapi beberapa anak sudah terlihat di sana. Dua remaja sedang asyik bercengkerama dengan Fella. Sandra menyapa lalu menjelaskan kedatangan mereka sedangkan Dean hanya menatap ke arah lain. Menjadi risih kemudian ketika terdengar bisik-bisik dari remaja di sekitarnya. 'Cowok ganteng, bule pula' atau 'He's definitely hot', bukannya besar kepala Dean justru gerah mendengarnya.
Tatkala Fella menyilakannya ke dalam, empat remaja dengan berani mengadangnya demi berkenalan. Fella tertawa sebelum mengusir para remaja itu.
"Cewek-cewek sekarang memang secentil ini, ya?”
Sembari melirik kelas-kelas kosong itu, Dean berujar. Fella berbalik melipat tangan.
"Siapa yang kamu maksud centil, aku dan Teh Sandra?" Dean malah meliutkan alis. "Menurutmu cowok sekarang pada nggak kurang ajar apa?"
Sandra menengahi. "Maafin Dean, Fel. Tentu yang dia maksud bukan kamu."
"Saya bisa meminta maaf sendiri, Sandra." Dean menoleh ke belakang. Semakin ribut saja tempat ini. "Nggak ada lagi komentar aneh. Kita bisa memulai pencicipan dan lainnya sekarang."
Ke halaman belakang lah Fella mengarahkan mereka. Selain pencahayaannya bagus, mereka tidak akan terganggu. "Di atas juga lebih bagus, tapi kita nggak akan berkonsentrasi. Hani mungkin akan sampai, melihat kita, dan prosesnya akan lama."
Dean manggut-manggut sedangkan Sandra membuka penutup mangkuk yang terisi setengah smoothie. Fella terbelalak, memuji betapa cantiknya minuman itu ketika difoto. Gadis tersebut tidak segera mencicipinya malah menyiapkan perkakas foto seadanya dan memulai memotret hanya mengandalkan ponsel miliknya.
Setelah sekian kali mengubah posisi, Fella menyerahkan hasilnya. Cukup banyak, Dean sepertinya harus mengakui bahwa gadis itu berbakat. Tinggal diedit saja sedikit kalau Dean setuju.
Sandra dan Fella duduk, Dean berdiri seraya menunggu komentar Fella saat mulai menyendok smoothie. "Terlalu manis. Bukan manis yang bikin eneg, sih. Teteh kayaknya ngasih banyak yoghurt, ya? Aku lebih suka aroma buah yang pekat."
Mengerling pada Sandra, saudara sepupunya itu menaikkan alis padanya. "Oke, diterima. Memang terlalu manis. Terima kasih." Ditatap kembali Sandra untuk mengambil alih pembicaraan selanjutnya.
"Kami berencana membuat donat dalam bentuk lain, yang lebih lucu. Kuharap kamu masih pengin bantuin kami."
"Serius? Aku nggak sabar, lho. Sekalian aku pesan buat Raefal, dia penggemar donat. Mungkin ulasannya juga bisa membantu."
"Imbalan hari ini, saya totalin untuk besok, bisa?"
Fella melongo. "Nggak perlu imbalan. Dikasih gratis mencicipi menu kalian aku sudah senang banget, kok."
Dean hendak menyela lagi, mengatakan dia tak terbiasa berutang pada orang lain, Sandra malah memutusnya dengan ucapan terima kasih.