SWEET NOTHING

Kejora Anaphalisia
Chapter #11

Sebelas

Sebuah botol minum terjulur padanya, satu senyum dari seseorang yang dikenal Fella ketika dia melengak. Fella melongo, tidak sadar beberapa kali mengerjap demi memastikan penglihatannya.

“Iya, ini aku. Kamu apa kabar, Fel?”

“Aa Ragan? Hai, aku baik. Sering ke sini juga kah?”

Cowok sudah duduk di dekat. Ragan, cowok yang pernah Papa kenalkan, pernah menghubunginya beberapa kali, tetapi tidak diacuhkan. “Jarang banget malah. Jogging pagi ini sebenarnya dadakan saja. Kalau kamu?”

“Belakangan jadi rutin jogging.” Fella meringis. “Tapi, tempatnya random. Biar nggak bosan.”

“Makanya aku sempat mikir, rumahmu jaraknya jauh banget sama taman ini.” Fella kembali mengelap titik-titik keringat saat Ragan mengerling padanya. Ragan mengenakan jaket berwarna donker, beberapa helai rambunya terlepas dari ikatan, dan dia tidak berkeringat sama sekali. “Aa sebenarnya jalan pagi doang, ya?”

“Aku jogging, habis satu putaran megap-megap.” Ragan tertawa. “Setelahnya nggak ada tenaga buat jogging, ya aku muter-muter di sini. Ketemu kamu. Kamu kayaknya siap pulang, lagi nunggu jemputan?”

“Aku bawa motor.” 

Keduanya berdiri bersamaan, refleks tawa Fella terdengar. Direspons Ragan dengan senyum kecil. Dia pamit, akan berjalan satu putaran lagi.

“A, untuk minumannya tadi.” Ragan menaikkan jempol. Berbalik, tidak menunggu Fella mengucapkan terima kasih. 

Sepeninggal cowok berbadan besar itu, Fella menaikkan hoodie. Agak frustrasi beratnya belum turun sekilo pun. Jogging dan sit tetap rutin dilakukan, berbanding terbalik akan rencananya membatasi karbo. Ya, tiga hari di rumah Nini, dia dimanjakan betul masakan super enak, mana bisa Fella menolak. 

Dan semalam acara makan di kedai, dia tidak sadar sudah menghabiskan banyak tempura dan yakitori ditutup es krim lezat buatan Sandra. Ada untungnya Dean membatalkan janjinya.

Mengingat cowok itu, Fella kian gondok. Sungguh cowok itu tidak jelas, mendadak dingin padanya. Tidak cukup sampai di situ, malah membandinkannya dengan pemotret proesional, jelas lah hasil potretannya tidak akan ada apa-apanya. Terakhir, malah mengatakannya Terung Pucat. Memang wajahnya selonjong terung apa? Pada kamera ponselnya, wajahnya justru terlihat kemerahan, tidak pucat.

Fella ambruk di sofa setelah di rumah, indranya tengah menghidu wangi sedap dari dapur. Mama Papa belum pulang, maka dimanfaatkan kesempatan itu bagi Hani menginap di sini. 

“Mandi dulu dong, Fel.” Terdengar Hani. Sekarang lengannya beberapa kali dicolek, persis Mama. “Kita makan habis ini. Nggak akan kukasih kalau kamu nggak mandi.”

“Bentaran, aku capek.” Fella membuka mata. “Han, tadi aku ketemu Ragan lho di taman.”

“Siapa itu Ragan?”

“Oh, aku ternyata curhatnya ke Rif doang, ya.” Hani malah menariknya agar duduk. Tanda agar Fella menceritakan sedetail mungkin. “Dia dikenalin Papa, rekan kantor gitu. Tinggi besar, mapan, dan ya dari penampilan idaman cewek banget.”

“Sejauh ini kamu jarang stalking Abrar, biar proses move on lebih cepat, kamu terima sajalah ketika dia mengajak bertemu. Kan bisa temenan kalau nggak cocok. Atau dia yang nggak tertarik sama kamu, Fel?”

“Enak saja!” Fella meletakkan kepalanya di bahu Hani.

“Fel, aku serius, kamu bau!”

Lihat selengkapnya