SWEET NOTHING

Kejora Anaphalisia
Chapter #12

Dua Belas

“Sebaiknya satu dulu. Kita tuliskan kriterianya−”

“Saya serahkan sepenuhnya padamu. Kamu bisa menyelesaikannya besok?”

Dean menerima persetujuan dalam bentuk anggukan Sandra, kemudian membuka kembali pembukuan. Tidak lama, lalu dikembalikan lagi di atas meja. Pusing kepalanya melihat deretan angka-angka itu. Belum menembus ekspektasinya. 

“Seberapa besar keinginanmu pergi dari sini, Dean?”

“Dengan sepenuh hati.”

“Dan kamu tahu betul nggak akan sekedar tiga empat bulan di sini. Belakangan ini dia lebih sering menginap di hotel, tahu kenapa? Dia memikirkan kenyamananmu.”

“Sial, saya malah nggak merasa bersalah.” Dean mengerang akibat sikutan Sandra. “Begini, Sandra. Kami nggak terikat secara batin, bertahun-tahun kami hidup tanpa memikirkan satu sama lain. Bukan saya yang menyuruhnya pindah.”

“Memang percuma ya menarik simpatimu. Tuhan, dia ayahmu. Aku harap Lean nggak seperti itu nanti.”

“Siapa Lean?” Dean baru mendengar nama itu kali ini. “Anakmu?”

“Lucu, kamu bahkan nggak mengenal keponakanmu. Umurnya satu tahun, Dean. Beberapa kali ketika mengantar aku pulang, dia sudah tertidur. Kadang aku ingin membawanya ke sini, tapi nggak memungkinkan.”

Saat memutuskan pergi dari rumah, Dean tidak membawa kenangan apa pun. Hidupnya amatlah suram dulu, tidak ada yang pantas dikenang. Bahkan dari seorang saudara yang pernah dekat dengannya. “Sandra...” Dean membatalkan pertanyaan bersifat pribadi yang hendak dilontarkan.

“Kami dijodohkan, meski begitu, kami saling mencintai. Sayang sekali, rasa cintanya nggak cukup besar untuk menjadi suami yang bertanggung jawab. Mertuaku nggak bisa membantu banyak selain memberikan kerepotan lain. Jujur, membiayai hidup Lean nggak mudah, seenggaknya kehidupanku yang sekarang jauh lebih baik, nggak perlu gondok nyaris setiap saat.”

“Kamu perempuan kuat, Sandra.”

Sandra menepuk ringan lengan Dean. “Mungkin aku nggak akan mengubah keputusanmu supaya berbaikan dengan Om Rahadi. Kalau begitu, kamu harus cukup bersabar.”

Curhat itu berhenti begitu pintu kedai terbuka. Fella datang, tote bag ada di satu tangannya. Sandra bilang, setiap bulan Rif akan mentraktir semua tutor, dan Fella yang bertugas membeli untuk mereka. 

“Hai.” Dean hanya mengerling. Dia membuka buku yang tadi diambilnya secara acak di rak atas. “Dean, mending kapan-kapan kamu minta diajari Rif deh, biar senyumnya itu natural. Kesan maksa itu malah bikin ngeri.”

“Nona Tukang Mendikte, kamu juga sebaiknya belajar agar nggak salting terus-menerus.”

“Aku, salting?” Begitu menaikkan kepala, wajah perempuan itu mulai memerah. Dean mengangguk, Fella membuka mulut. “Kayak hadepin cowok ganteng mesti salting.”

“Sandra, saya kurang ganteng?”

“Terserah.”

***

Dean tidak menduga keberadaan Rahadi di meja makan. Dia selalu mengantasipasi emosinya begit bertemu Rahadi, tetap saja jengkel sekaligus keki itu melanda, terlebih saat dia harus menjawab pertanyaan basa-basi.

“Yakin kalian hanya membutuhkan seseorang? Lebih bagus membuka dua lowongan untuk jangka panjang.”

“Tanyakan saja pada Sandra, dia yang lebih tahu.”

Lihat selengkapnya