...
"Nak, ayo peluk Mama untuk terakhir kalinya."
Mata bulat yang amat polos, menatap keramaian yang mengelilinginya. Mereka sangat asing. Hanya beberapa orang dari mereka yang dia kenal. Mata bulatnya bergerak tidak nyaman. Hingga pandangan itu berhenti pada satu titik.
Pandangannya tertuju pada seorang wanita yang tampak tertidur pulas. Senyum menawan menghiasi bibir pucat nya.
"Mama,"
Suara manis nan lugu, memanggil seseorang yang tidak akan menyaksikan dia tumbuh. Seseorang yang sudah kembali pada Sang Pencipta.
"Kasihan sekali. Putrinya masih terlalu kecil,"
"Anak manis harus kuat ya. Mama udah tenang bersama Tuhan,"
"Mama.."
Anak perempuan itu mulai memberontak. Merangkak pelan ke arah ibunya.
"Mama, Aca laper..."
"Nak.."
Ashakilla Keylova, nama lengkap dari perempuan yang bahkan belum bisa melangkah dengan benar. Usia anak itu masih menginjak 3 tahun. Dan ia sudah harus merasakan kehilangan, bahkan saat dia sendiri belum mengerti apa arti kehilangan yang sesungguhnya.
"Kakek, kenapa Mama gak bangun uga? Asa panggilin gak dijawab juga. Asa mau makan, Kek," adu anak itu menatap wajah pria yang sudah berlinang air mata. Pria tua yang masih setia memeluk tubuh mungil cucunya.
"Kakek, ayo bantu Asa bangunin Mama," rengek ia mengguncang bahu kakek.
"Kek, kenapa diam aja?"
Tidak mendapat respon dari kakek, mata bulat itu kini menaruh atensi pada wanita paruh baya yang duduk di dekat ibunya.
"Nek," panggilnya seraya merentangkan tangan, meminta wanita itu untuk menggendongnya. Kakek mengalah, menyerahkan cucunya ke pelukan istrinya.
"Gak apa-apa, Mama Asa hanya tidur kok. Mama Asa lagi capek, jadi gak bisa diganggu," jelasnya mengukir senyum palsu.
"Ma," tegur seseorang yang menyebut dirinya papa. Bagi Ashakilla, atau kerap dipanggil Asa, mereka semua asing. Hanya kakek dan nenek juga mama yang familier bagi anak itu.
"Dia tidak tau apa itu meninggal dunia. Biarlah dia tetap berpikir kalau ibunya hanya tidur. Putri kalian masih terlalu kecil, untuk merasakan pedih kehilangan,"
"Sampai kapan Mama bisa membohongi Asa?"
Nenek melihat ke arah Asa. Cucunya yang masih setia memandangi wajah ibunya, dengan kening berkerut.
"Sampai dia akhirnya mengerti makna kehilangan yang sesungguhnya."
Lingga hanya menghela napas kasar. Apa gunanya berbohong, toh sampai kapanpun istrinya tidak akan pernah membuka mata dan kembali pada mereka. Pada akhirnya mereka hanya akan memberi luka baru untuk Asha.
Sudah tiba waktu untuk berpisah
"Kek, kenapa Mama dikubur? Nanti kalau ada ular terus gigit Mama gimana? Kalau Mama lapar atau haus gimana? Terus Mama juga pasti kesepian sendirian di dalam sana,"
Sedikit demi sedikit tanah mulai menutup peti yang di dalamnya ada Mama.
"Asa," panggil Kakek lembut, Asa menoleh.
"Mama gak sendirian. Mama Asa juga gak akan merasa lapar, haus atau kesepian. Di sana, Mama Asa punya rumah baru. Rumah yang lebih indah,"
"Kalau gitu kenapa Asa gak ikut Mama juga? Mama pernah mengatakan kalau Mama akan selalu ada di dekat Asa. Jadi kalau Mama pergi ke rumah baru, harusnya Asa juga ikut kan, Kek?"
Kakek mengusap rambut cucu satu-satunya.
"Nanti kalau waktunya udah tepat, Asa akan bertemu Mama lagi. Asa mau bersabar kan?" bujuk Kakek.
"Berarti Asa gak akan ketemu Mama dalam waktu yang lama?"