Sweet Time

Erlanda Simamora
Chapter #4

Bukan Keluarga Cemara

Kehadiran orang baru yang sebentar lagi akan menyebut dirinya sebagai ibu, tak lantas membuat Asa bahagia. Ibu baru? Dia bahkan tidak menginginkannya. Toh mama masih ada di dekatnya, lalu buat apa dia memiliki ibu baru?

"Ma, Asa masih punya Mama. Kenapa papa malah membawa orang baru ke rumah kita?"

Tidak ada jawaban. Mama memang selalu ada di dekat Asa, tetapi tidak sekalipun wanita itu berbicara. Dia hanya tersenyum sebagai tanggapan untuk perkataan Asa.

"Lebih baik kalau Papa sendiri aja. Kehadiran orang baru hanya akan membuat rumah ini menjadi tidak nyaman, Ma."

Asa mengingatnya meski samar. Betapa kasar papa. Bukan hanya pada mama, tetapi juga pada kedua orang tuanya. Jikan bukan karena kakek, entah apa yang terjadi. Kakek yang selama ini melindungi Asa dan nenek, dari Lingga.

Laki-laki itu cukup temperamental. Sikap kasar dan sulit mengendalikan emosi, membuat Asa semakin enggan berdekatan dengannya. Hubungan mereka tidak pernah baik sejak Ashila meninggal. Lingga juga tidak berinisiatif untuk mendekati Asa lagi. Laki-laki itu sibuk dengan hidupnya sendiri selama 5 tahun terakhir.

Lalu sekarang? Dia kembali membawa orang baru ke hadapan Asa.

"Asa."

Wanita itu bernama Sera. Dari segi bentuk wajah, memang cukup mirip dengan mama Asa. Bedanya pembawaan Sera lebih tegas. Sementara Ashila sangat lembut.

Asa membuang pandangannya, menunjukkan penolakan terhadap kehadiran perempuan itu.

"Sampai kapanpun Asa gak akan menerima kamu sebagai ibu. Sampai kapanpun mama gak akan bisa digantikan sama kamu."

"Saya gak akan memaksa kamu untuk menerima saya kok. Kamu benar, sampai kapan pun gak akan ada yang bisa gantiin mama Asa."

Sera mengusap rambut Asa.

"Mulai sekarang Asa gak akan dianggap anak piatu lagi. Asa udah punya keluarga lengkap sekarang."

Keluarga lengkap? Mungkin itu hanya formalitas. Karena pada akhirnya, Asa kehilangan segalanya. Sosok papa yang dulu dia inginkan perannya, akan membentuk keluarga baru. Pada akhirnya hanya kakek dan nenek yang selalu ada untuknya.

"Asa ayo jalan-jalan sama Papa dan Mama," ajak Lingga menghampiri dua perempuan beda usia dan generasi itu.

Asa menatap ke arah Criss, meminta pendapat. Sang kakek hanya tersenyum tipis.

"Asa mau main sama mama aja. Papa pergi aja sama calon istri papa," tolak Asa mentah-mentah.

"Main sama Tante aja ya, Nak," bujuk Sera terdengar menjijikan di telinga Asa.

"Kalau Asa bilang enggak ya enggak! Asa cuma mau main sama mama, bukan sama kalian!" teriak Asa.

Wajah Lingga merah padam. Rahangnya mengeras.

"Asakilla! Jaga sikap kamu! Siapa yang mengajari kamu teriak sama orang yang lebih tua, heh!" bentak Lingga, menatap Asa tajam. Sementara gadis kecil itu sudah siap menumpahkan air matanya.

"Kakek," gumam Asa.

"Apa! Mau ngadu sama kakekmu?!"

"Lingga, kamu ini kenapa sih? Anak itu dibujuk bukan malah dibentak," nasehat nenek menengahi. Raut wajah wanita tua itu sangat cemas. Dia mendekati Asa, lantas memeluknya. Tubuh Asa bergetar, terisak dalam pelukannya.

"Bu, dia putriku biar aku saja yang mendidik dia. Lihat, bagaimana hasil didikan kalian selama ini? Dia jadi pembangkang dan sangat tidak sopan," hardik Lingga.

Lihat selengkapnya