Sweet Time

Erlanda Simamora
Chapter #5

Asa adalah Harapan

Grace, sosok ibu yang ada dalam mimpi Asa. Grace justru lebih layak sebagai pengganti mama, dibanding Sera. Kalau saja Grace tidak memiliki keluarga, Asa akan lebih setuju jika Lingga bersama Grace.

Asa terlanjur menyayangi wanita itu.

"Tante gak bisa tinggal lebih lama?" bujuk Asa.

Grace datang hanya untuk berpamitan. Wanita itu sudah diminta pulang oleh suami dan juga putranya. Tentu saja, ada keluarga yang juga membutuhkan kehadiran Grace. Ada anak seperti Asa yang juga butuh kasih sayang seorang ibu.

Namun,

Asa tidak ingin kehilangan secepat itu. Dia masih ingin diperhatikan oleh Grace. Dia masih ingin diajari cara menghadapi dunia yang akan semakin kejam.

"Kenapa Tante harus pergi menjelang ulang tahun Asa? Kalau Tante pergi, terus siapa yang akan mendandani Asa? Siapa yang membantu Asa mengikat rambut?"

Grace menekuk lututnya, agar sejajar dengan Asa. Sejujurnya, dia pun tak kuasa meninggalkan Asa.

"Asa masih bisa kok menghubungi Tante, kalu memang butuh bantuan. Kita bisa mengobrol panjang nanti. Terus untuk ulang tahun, Tante udah menyiapkan kado yang spesial untuk Asa,"

Tanpa aba-aba, Asa memeluk Grace. Memeluk erat leher wanita itu, seakan tidak ingin melepasnya meski sejenak.

"Asa harus tumbuh dengan baik. Suatu saat kita akan bertemu lagi. Tante sungguh gak sabar melihat wajah yang sangat mirip dengan sahabat baik Tante. Kamu pasti tumbuh menjadi perempuan yang sangat cantik,"

Grace melepas pelukannya, menatap bola mata Asa yang mulai berkaca-kaca.

"Asa gak boleh sedih. Kita masih bisa bertemu lagi kok, Nak,"

"Asa sayang Tante Grace,"

Grace yang mengajari Asa mengutarakan isi hatinya. Grace yang memberitahu Asa bahwa tidak baik memendam perasaan sendirian. Sesekali Asa boleh menangis, menumpahkan rasa sakit.

Asa juga berhak marah dan kesal. Asa juga berhak untuk egois. Karena Asa tetap seorang anak kecil yang harus mulai terbentuk karakternya.

Yang datang akan pergi. Yang bertemu akan berpisah. Seharusnya Asa belajar untuk mengendalikan perasaannya. Satu hal penting yang belum sempat Grace ajarkan padanya. Cara untuk ikhlas.

Asa hanya bisa diam, menatap mobil putih yang membawa Grace semakin jauh dan tidak lagi bisa dia jangkau.

Asa kehilangan, lagi.

"Gak apa-apa, masih ada Kakek yang akan menemani Asa bermain,"

"Kakek janji ya, jangan pernah meninggalkan Asa seperti Mama dan Tante Grace,"

Asa mengulurkan jari kelingking, meminta Criss untuk berjanji.

Manik mata Asa menyiratkan ketakutan yang teramat dalam.

Takut kehilangan.

Sudah cukup banyak yang diambil dari Asa. Maka kali ini, Asa hanya berharap agar tidak ada yang diambil darinya.

"Kakek janji. Kakek akan selalu ada di sisi Asa, sampai Asa dewasa nanti."

Manusia punya ekspetasi, tetapi Tuhan punya realita.

...

Asa selalu dirayakan. Itu janji Widya dan Criss pada Ashilla beberapa tahun lalu.

"Aku sudah menulis surat dan menyiapkan kado sampai Asa berusia 18 tahun."

Ashilla sadar hidupnya tidak akan lama. Dia divonis mengalami stroke ringan. Namun, semakin hari bukannya membaik, kondisi tubuhnya malah semakin memburuk. Tubuhnya perlahan mati rasa dan tidak bisa digerakkan lagi.

Lihat selengkapnya