Untuk ketiga kalinya, aku terbangun di ruangan yang tampak asing dengan terlonjak. Lampu temaram, kasur berantakan, dan dinding penuh poster pemain klub sepak bola Inggris Manchester United. Tak salah lagi, aku pasti berada di kamar Chandra. Ya ampun! Bodoh sekali aku bisa-bisanya ketiduran di kamar orang?
Aku melirik ke kiri dan kanan, memastikan Chandra tak lagi ada di sebelahku. Bisa malu aku! Tadi sudah marah-marah, sekarang malah terkulai tak berdaya. Eh, tunggu dulu! Jangan-jangan dia sudah ngapa-ngapain aku dan kabur begitu saja? Ah, kalau ingat tabiatnya, aku rasa itu tidak mungkin. Malah, aku terharu dengan kebaikannya yang memindahkanku dari lantai ke kasur.
Menggunakan tenaga yang kembali terkumpul, aku turun dari tempat tidur. Jam sudah menunjukkan pukul tiga sore. Kubuka pintu ruang komputer di sebelah, tak ada Chandra di sana. Aku melawan hasrat mengintip lagi komputer itu. Biarlah dia mau memata-mataiku. Lagi pula, aku juga tidak punya jejak digital yang memalukan. Kecuali saat teman-teman mengambil foto aku dan Kak Haris diam-diam.
Aku menuruni tangga, mengintip ke setiap ruang yang ada. Chandra tak ada di mana-mana. Aku jadi semakin khawatir. Jangan sampai sesuatu yang buruk terjadi padanya.
Tiba di dapur, langkahku terhenti saat menginjak genangan air membasahi kaki. Kutelusuri asal muasal aliran air itu dan tampak keran bak cuci piring yang mengalir. Ya ampun! Apa aku lupa mematikannya tadi? Ah, rasanya tidak. Aku yakin pasti sudah memutar keran dalam posisi mati.
Berjalan di lantai yang licin, aku bersusah payah berpegangan pada meja dan kabinet di sekitar. Ternyata bukan hanya air, melainkan juga busa berlimpah yang keluar dari sana. Kutengok sebuah mangkok yang tengkurap di sebelahnya, juga sebuah sendok dan gelas. Astaga! Pasti ini ulah Chandra! Yah, siapa lagi? Di rumah ini cuma ada aku dan dia.
Setelah mematikan keran, aku memutar otak bagaimana membereskan kekacauan ini. Suara mesin cuci yang berdengung keras membuatku segera berlari menghampiri. Terlihat Chandra sedang bergumul dengan mesin cuci yang menyala, tetapi bergetar dengan hebatnya hingga sabun cuci yang ada di atasnya mental entah ke mana. Ya Tuhan! Sebenarnya Chandra ini makhluk apa, sampai membuat seisi dapur porak poranda.
“Mas Chandra!” teriakku tak sabaran. “Kamu ngapain?”
Aku hendak menghampirinya, tetapi lantai yang licin membuatku tergelincir. Aku jatuh terduduk di atas genangan air.
“Oh, kenapa banjir?” tanyanya seperti orang linglung. Ya ampun! Dia bodoh apa bagaimana, sih? Jelas-jelas dia satu-satunya tersangka. Bukannya membantuku, dia malah bertanya hal yang sudah jelas jawabannya.
“Justru saya yang harusnya tanya. Mas Chandra ngapain sampai berantakan semua gini?” pekikku gemas.
“Cuci baju,” sahutnya singkat, padat, dan tidak jelas.
“Kenapa keran cucian piringnya nggak dimatiin?” desakku sambil berupaya bangkit.
“Udah, kok, tadi. Kebuka lagi kali,” sahutnya tak merasa bersalah.
ASDFGHJKL! Aku ingin mengumpat sekali ini saja! Ugh! Bagaimana bisa ada orang seperti dia di dunia ini?
“Tadi Mas Chandra pasti lupa matiin keran!” seruku tak sabaran. “Lagian nggak usah dicuci piringnya. Biar saya aja!”
Dia tak memandangku, melainkan memegangi mesin cuci yang semakin meronta-ronta. “Nggak apa-apa,” katanya. Titik.
Aku membuang napas kasar, mencari sisa-sisa kesabaran di lubuk hati. “Itu Mas Chandra isi bajunya kedikitan. Jadi pas pengering bajunya nyala, mesin cucinya mental-mental,” jelasku tanpa diminta.
“Oh …,” gumamnya hambar. Ia menggaruk kepala, kemudian mencabut steker kontak mesin cuci.
Geleng-geleng kepala, aku berjalan menghampirinya. “Mas Chandra, kan, masih sakit. Mendingan tidur aja. Biar saya yang beresin,” ucapku merendahkan nada suara. Refleks, kupegang kening dan pipinya. “Masih demam, nggak? Kayaknya udah agak mendingan,” sambungku menjawab sendiri pertanyaan.
Chandra melengos, menjauhkan kepalanya dan menampik tanganku. Dia membalikkan badan, membelakangiku. “Sudah sembuh," katanya ketus.
“Oh, maaf!” pekikku. "Saya cuma mau periksa, apa badan kamu masih panas? Kayaknya, masih, deh. Mendingan Mas Chandra balik ke kamar aja. Nanti saya buatin makanan lagi sebelum minum obat."