Sweet vs Savoury

Yuanita Fransiska
Chapter #16

Sweet vs Savoury

Aku sudah tak tahan!

Meraung sendirian, aku ingin mengibarkan bendera putih. Tekadku untuk tidak keluar kamar sama sekali menjadi bumerang tersendiri. Rasa lapar, haus, dan ingin buang air menggerogoti tubuhku semakin dalam.  Apalagi tak ada kegiatan yang bisa dilakukan. Satu-satunya senjata pengusir kepenatan, yaitu ponselku, kini seperti raga tanpa nyawa. Tak ada sambungan internet benar-benar membuatku tak bisa berbuat apa-apa.

Kalau saja tidak mati karena kelaparan, aku pasti mati karena kebosanan.

Suara ketukan samar terdengar lagi. Tiga kali, setelah itu hilang. Aku tak yakin ada yang mengetuk pintu, siapa juga yang bisa datang ke sini selain Chandra—yang mana itu amat sangat tidak mungkin. Mungkin suaranya dari rumah belakang? Atau tikus di langit-langit? Entahlah. Asal jangan sampai bayanganku tentang hantu benar-benar jadi kenyataan. Uh, aku jadi merinding sendiri.

Meskipun demikian, tak ada yang bisa kulakukan. Badanku terasa remuk redam, seperti baru saja di lumat oleh tangan besar tak kasat mata. Terlebih rasa dingin yang mendera, sekaligus panas tubuh yang seperti dibakar dari dalam. Kepalaku juga sakit, seperti rambutku yang akan rontok dengan sendirinya jika aku tak sengaja menariknya pelan. Aku tak mengerti, mengapa tubuhku bisa anjlok hingga terasa begitu sakit seperti ini? Padahal siang tadi, aku masih bisa beraktivitas seperti biasa. 

Mengibarkan bendera putih, aku menyerah atas keadaan. Aku ingin pipis, sudah tak tahan. Pasti Chandra juga sudah bersemedi di sarangnya, tak ada alasan dia untuk ke bawah. Semoga aman.

Aku nyaris terjatuh saat membuka pintu. Langkahku yang sedang terburu-buru seketika terhenti melihat banyaknya bungkusan yang berserakan di sana. Ada ayam goreng, pizza, sampai burger. Siapa yang meletakkannya?

Makanan bisa menunggu, tapi kebelet pipis sangat sulit. Aku melesat ke kamar mandi, menuntaskan hajat yang tertunda entah berapa lama. Setelah itu aku ke dapur, membilas tenggorokan yang semakin kering karena batuk. Baru kemudian aku menyisir satu per satu bungkus makanan yang membangkitkan rasa lapar. Kubawa semua makanan itu ke kamar, sambil menenteng sebotol air minum.

Tak ada yang bisa lagi memasuki area ini selain Chandra. Pasti dia yang meletakkan makanan ini di depan pintu karena dari tadi aku menguncinya. Kalau dipikir-pikir, dia lumayan baik juga. Dia tak membiarkanku kelaparan, walau caranya sungguh di luar dugaan. Alih-alih memberikan langsung padaku dan memastikan aku menerimanya, dia malah membuatnya seperti jatah makan narapidana di penjara. Yah, meskipun begitu, aku harus berterima kasih padanya. Nanti, kalau rasa malu sudah hilang di muka bumi ini.

Setelah makanan ludes pindah ke perutku, rasanya ada yang kurang di mulutku. Yap, dessert! Aku ingin membuat kue yang lezat, tetapi apa daya tenagaku tak sanggup  Sekarang aku mau buat apa, ya? Mulutku yang pahit harus diberi treatment khusus dari manisnya hidangan pencuci mulutnya. Uh, membayangkannya saja, air liurku sudah menetes lagi.

Namun ada yang aneh, dari tadi aku makan, kenapa tidak ada aroma yang terhidu di indera penciumanku?

Ah, entahlah. Mungkin karena sekarang hidungku mulai berair. 

Aku mencari bahan kue yang mungkin ada di dapur ini. Kunaiki tangga dan merogoh bagian atas kitchen set, kemudian mengambil gula dan bubuk agar-agar yang ada. Gerakanku terhenti saat menyentuh sebuah buku agenda tebal yang sepertinya tidak cocok berada di dapur. Kubuka halaman buku itu dan tampak tulisan tangan dengan huruf bersambung miring. Kalimat pertamanya berbunyi ‘Resep Ayam Goreng Sutriningsih’.

Halaman berikutnya menunjukkan kalimat yang kurang lebih sama. Resep-resep masakan rumahan yang tertulis rapi di garis-garis buku. Ada pula potongan-potongan lembaran majalah dan tabloid yang juga menampilkan resep, ditempel rapi di beberapa halaman. Resep ayam saus mentega yang berada di bagian tengah buku menarik perhatianku, karena ditulis dengan tinta merah dan diberi bulatan besar dengan keterangan ‘kesukaan Chandra!’

Aku tersenyum, kemudian membawa buku itu turun bersama bahan-bahan lain yang kutemukan. Kuletakkan buku itu di meja makan, kemudian berpikir kue apa yang bisa kubuat dengan bahan yang ada. Selain gula dan agar-agar tadi, di kulkas hanya ada lima pak susu cair ukuran satu liter, buah-buahan segar, mentega, serta bahan mentah seperti ayam di freezer serta sayuran. Melihat ada buah dengan warna merah mencolok, sebuah ide muncul di otakku. Aku akan membuat strawberry cheesecake.

Tidak adanya krim keju yang sudah jadi membuatku harus membuat sendiri. Kurebus susu sampai hangat, kemudian mencampurnya dengan air lemon. Setelah terbentuk gumpalan, kusaring susu dengan saringan rapat. Bagian menggumpalnya kublender dengan tambahan sedikit garam sampai lembut. Krim keju buatan sendiri, siap kupakai.

Setelah membuat krim keju, aku melehkan mentega hingga mencair. Lalu, kuhancurkan biskuit susu yang ada dengan kekuatan bulan, membayangkan kalau itu adalah Chandra.  Setelah itu, kucampur biskuit dengan mentega, kupadatkan dan kumasukkan dalam kulkas. Selanjutnya aku mencampur susu, krim keju, air jeruk nipis, gula, dan bubuk agar-agar, menggunakan mixer.  Kutuang adonan itu ke biskuit dari kulkas tadi dan kumasukkan ke kulkas. Terakhir, aku membuat selai stroberi dengan memasak potongan buah merah itu dicampur gula.  

Selesai! Sekarang aku tinggal menunggu selama tiga sampai empat jam hingga adonan mengeras. 

Kembali ke kamar, aku melirik jam di dinding. Pukul tujuh malam. Menunggu kueku beku masih sekitar jam sepuluh, aku merebahkan diri setelah menunaikan shalat isya. Entah mengapa membuat dessert simpel itu saja aku sudah ngos-ngosan. Meskipun begitu, aku pasti tidak akan bisa tidur karena sudah terlelap seharian.

Dugaanku salah. Belum juga berapa lama rebahan, aku sudah meluncur ke alam mimpi.

***


Aku terbangun tengah malam. Batukku sangat mengganggu, membuatku terjaga. Mataku sangat mengantuk, tetapi ada dorongan yang menggelitik di tenggorokan. Aku ke dapur, mengambil air panas untuk minum. Setelah menenggak air hangat, batukku sedikit reda. Aku kembali terlelap. Belum berapa lama, batuk kembali mendera.

***

Lihat selengkapnya