Sweet vs Savoury

Yuanita Fransiska
Chapter #23

You are Mine

“Chandra … Chandra …. Bangun, Nak.”

Aku menutupi telinga dengan tangan sambil menggumam. “Entar dulu, Ma. Masih ngantuk!”

Setitik kesadaran tiba-tiba menyebar menjadi sinar di jiwaku, membuatku terlonjak hingga terduduk di kasur. Aku menoleh ke kiri dan kanan, mencari sosok bertubuh tambun yang biasa menarik selimutku dan memanggil-manggil tak berhenti sampai aku membuka mata. 

Kosong. 

Sunyi. 

Hanya bunyi detik jam yang bergerak ritmis menjadi satu-satunya suara terdengar.

Aku mengembuskan napas kasar, kemudian memijat pelipis pelan. Tenggorokanku terasa sakit, entah apakah memang penyakit atau aku yang menahan untuk tidak menangis. Kulirik ke sebelah kanan kasur lebar yang menjadi tumpuan tubuhku, tempat biasanya Mama merebahkan badan. Di sini pula aku biasa menghabiskan malam saat sedang hujan petir.

Ya Tuhan! Mama sudah tidak ada. Iya, Mama sudah tidak akan ada lagi di sini untuk mengusap kepalaku, mengatakan badai akan berhenti. Mama sudah pergi dan aku tidak mungkin bisa bertemu dengannya lagi.

Kecuali jika aku juga mati.

Air mataku menitik entah seberapa kuat kutahan. Dadaku terasa berat, sesak yang kemarin terasa kini semakin kuat. Seperti ada udara dingin yang menyelubungi sekujur tubuhku, menekan dengan erat. Kenyataan ini sungguh seperti kiamat.

Aku kembali merebahkan badan di area kasur sebelah. Terasa kehangatan yang tersisa, juga aroma vanila yang melekat di sana. Aku terhenyak saat mendapati dua helai rambut panjang menjuntai di atas bantal. Mataku seketika terbelalak.

Astaga! Semalam aku tidak sendirian! Aku bersama … Dhira! Ke mana dia sekarang?

Melompat dari kasur, aku segera keluar kamar. Kutengok ke kanan dan kiri, hanya kesunyian yang menanggapi. Aku mengitari seisi ruang tamu dan ruang tengah. Tak ada tanda-tanda keberadaan Dhira. Sial, ke mana gadis itu pergi? Apa dia kembali ke rumahnya tanpa pamit? 

Tunggu dulu. Kenapa aku jadi heboh begini? Bukan urusanku kalau dia kembali. Mungkin memang seharusnya seperti itu, daripada aku melihat wajahnya dan teringat akan kematian Mama. Aku harus sadar, dia penyebab semua malapetaka. 

Lihat selengkapnya