Sweet vs Savoury

Yuanita Fransiska
Chapter #35

Enemy is Coming

Cara meminta maaf kepada istri:

  1. Minta maaf dengan tulus
  2. Akui kesalahan
  3. Tempatkan diri di posisi pasangan
  4. Segera lakukan, jangan ditunda
  5. Hindari membuat banyak alasan

Aku memijat kepala yang terasa penat sambil menggerakkan ibu jariku berselancar di layar ponsel. Semua artikel tentang hubungan baik untuk pasangan sudah kubaca dan beberapa juga sudah kulakukan. Namun, tidak ada satu pun yang berhasil melunakkan hati Dhira. Sikapnya malah makin ketus, bahkan dia sampai menampik sendok yang akan kuberikan padanya. Sekarang aku jadi tahu bagaimana rasanya ditampik seperti itu. Memang menyakitkan. Aku benar-benar menyesali semua perbuatanku pada Dhira. Aku sadar, aku memang sejahat itu.

Dhira pantas marah padaku. Dia pantas menghukumku. Aku akan menerima semua perlakuannya, caci makinya. Asalkan dia puas, asalkan dia lega. Aku harap di akhir itu semua, dia mau membuka pintu hatinya lagi untukku.

Suara pintu yang terbuka dengan keras menyentakku. Aku segera bangkit dari sofa di depan televisi, kemudian menghampiri sumber suara itu. Jantungku mencelos saat melihat sosok yang saat ini paling tidak ingin aku lihat wajahnya.

Yudha!

Pria itu menggendong ransel besar sambil menoleh ke kanan dan kiri. Begitu melihatku, matanya seolah mengeluarkan laser. Tidak ada senyum yang biasanya terukir di bibirnya setiap kali bertemu, dulu.

“Mana Dhira?” tanyanya tanpa tedeng aling-aling.

“Sudah sembuh!” sahutku ketus. “Ngapain kamu ke sini?”

“Mau jenguk Dhira, lihat kondisinya. Memang mau apalagi? Ketemu kamu?” Dia balik bertanya dengan sinis. Sebelah alisnya terangkat.

“Nggak usah! Dhira udah sehat! Mending kamu balik!” usirku. Aku tidak habis pikir bagaimana bisa dia lolos dari Pakde Jono yang sudah kupesan untuk menahannya.

“Atas dasar apa kamu melarang aku ketemu Dhira? Kamu udah nyia-nyiain dia! Kamu udah nggak pantas buat dia!” sentaknya dengan nada suara meninggi. 

“Dia istriku, Yudha!” teriakku seraya mengepalkan tangan. “Aku suaminya! Sah di mata hukum dan agama! Sedangkan kamu apa? Perebut istri orang?”

Yudha melotot. Dia mencengkram kerah kaosku. Wajahnya merah hingga pembuluh darah di kulitnya menyembul. “Aku cuma mau nyelametin dia dari laki-laki brengsek kayak kamu! Mana ada suami nelantarin istri, sampai nggak tau istrinya sekarat di rumah sakit? Bahkan baru nikah aja, kamu udah bentak-bentak dia dan nyalahin dia atas kematian mamamu? Kamu pikir, kamu pantas disebut suami?”

Dalam satu entakan kuat, aku mendorong Yudha hingga jatuh menimpa vas yang ada di sebelah pintu. “Aku udah perbaikin kesalahanku! Aku udah sadar kalau semua yang aku lakukan itu salah! Sekarang lebih baik kamu pergi! Kamu nggak dibutuhin di sini!”

Bangkit dengan wajah penuh emosi, Yudha membalas dengan mendorong tubuhku yang tak siap. Aku mundur beberapa langkah, tak menduga kekuatan yang dimilikinya. “Kita lihat aja, siapa yang dipilih Dhira kalau dia tahu aku ada di sini!”

Gemuruh di dadaku makin menjadi. Kobaran amarah kini telah berubah menjadi pijaran lava yang kembali tersulut setelah sebulan ini tenang. Aku tak dapat menahan umpatan serta hasrat untuk menghabisi sepupu yang dulu dekat denganku ini. Kukepalkan tangan dan mengerahkan segenap tenaga agar bisa membuatnya pergi dan tak berkutik lagi.

“Sialan!”

Baru saja aku hendak melancarkan bogem ke wajahnya, suara derap langkah samar terdengar ditelingaku seiring ucapan lantang dari belakang. 

“Ada apa ini?”

Lihat selengkapnya