Kalau ada orang yang ingin membuktikan bahwa perempuan itu harus cerdas, kuat tanpa perlu memakai make up tebal. Maka Nix Bonita orangnya.
Pagi-pagi sekali ibu Nix udah mewanti-wanti anak bungsunya itu menyisir rambut dengan rapi dan memakai lipstik tipis-tipis sebelum ke sekolah. Tapi, yang muncul di depannya adalah perwakilan cewek tomboy yang cuek.
Reva Aulia, ibu Nix mendelik menatap gadis seragam abu-abu yang tampil dengan sepatu sneakers hitam, baju sekolah ditutup jaket hitam, plus rambut yang sudah pendek tapi masih diikat. Ga ada unsur feminim sama sekali. Ga ada yang menyangka bahwa perempuan cantik dengan make up full dan busana feminim di depan gadis itu adalah ibunya.
"Kamu ini gimana Boni, susah banget dibilanginnya? Jadi cewek itu harus feminin, cantik, kulit bersih. Nah ini kamu rambutnya ga disisir apa? Percuma dong, mama punya salon kecantikan kelas wahid tapi anaknya berantakan kayak gini?" Boni adalah sapaan sayang bagi keluarga Nix. Di sekolah, teman-temannya memanggil Nix.
Mendengar ocehan yang lebih mirip kereta api, gadis itu tersenyum miring tak menanggapi ceramah mamanya. Itu udah biasa. Ibarat radio rusak tanpa menemukan tukang servisnya. Jadi, ya bunyinya cempreng ga karuan.
Mulutnya sibuk mengunyah roti gandum isi selai kacang sembari tangan kirinya memeriksa notif di ponsel. Mama makin gemas.
"Ma, udah biarin aja. Anakku tetap yang paling manis kok. Lihat tubuh bibirnya seksi kayak kamu. Jadi ga perlu dimerah-merahin segala. Alisnya juga tebal, ga butuh spidol," sahut Dodi Setiadi yang sejak tadi tersenyum melihat dua perempuan beda usia yang ada di depannya.
"Gimana mau dibiarin sih, Pa. Masa mamanya cantik dan anggun , anaknya cuek dan tomboy gini," rengut Reva. Si papa makin melebarkan senyumnya.
"Ma, Boni itu punya banyak kelebihan. Dia supel, pintar, jago karate dan berenang. Cita-citanya juga keren. Korps Wanita Angkatan Laut," tutur Papa Dodi menekankan pada kata Korps Wanita Angkatan Laut. Mendengar pujian papanya, Nix sumringah.
"Papa gue emang paling hebat."
"Eh, mamamu juga hebat lo. Nix," protes si Mama sambil manyun.
"Nama sih Nix Bonito , gadis selembut dan seindah salju, tapi gaya seperti tsunami, hahaha," celetuk Andika, adik sepupu Nix yang sejak tadi diam memerhatikan adegan drama itu.
"Eh, kampret lu. Masa gua dikatain tsunami," ujar Nix langsung menghadiahi jitakan pada Andika. Papa nyengir, mama melotot.
"Ya elah, Kak Boni-bon, gimana ga gua katain gitu kalau tiap ada yang kritik lu, pasti ketiban bencana. Kayak pala gue sekarang nih. Om, benjol ini kepala Andika," adu cowok baju seragam abu-abu. Wajahnya paduan meringis dan mengejek.
Papa Dodi geleng-geleng kepala melihat dua bocah di depannya. "Cepetan sarapannya, papa anter ke sekolah."
"Gak usah, Om. Andika naik motor aja. Kan keren kayak Marc Marquez," senyum Andika merekah mengucapkan nama pembalap motoGP Itu.
"Pa, aku ikut Andika aja. Ma, Pa, aku pamit ya," ujar Nix lalu mencium punggung tangan mama dan papanya. Andika ikut di belakangnya.
"Jangan ngebut, Dika!" seru mama Reva di pintu masuk. Andika mengenakan helm, sementara Bonita sudah duduk ala cowok di belakangnya.