Nix menunggu di lobi Twelve Restaurant yang terlihat mewah dan bersih. Selain Nix, masih ada beberapa orang di dekatnya yang menanti petunjuk kapan mereka akan dibawa masuk ke dalam melihat proses memasak di restoran hits tersebut. Ya, Nix berhasil lolos seleksi dan berhak mengikuti kursus selama satu bulan di Twelve.
Siapa yang ga merasa bangga, jika dari 2,200 yang daftar, namanya masuk dalam 20 besar peserta kursus masak. Dari 20 orang itulah nanti akan dipilih 3 orang yang akan mendapatkan hadiah berupa pengelolaan restoran baru dan berhak menjadi chef di cabang baru Twelve tersebut.
Entah sudah berapa lama Nix menunggu. Mungkin satu jam lalu. Ya, dia memang sengaja datang lebih awal. Dan di taman restoran tadi dia sempat berkenalan dengan seseorang yang menawan. Nix tersenyum sendiri dibuatnya.
“Maaf, Kak. Ga sengaja nabrak,” ujar Nix saat tubuhnya tak sengaja menabrak seseorang yang terlihat fokus memotret bunga di taman itu. Nix memang tadi fokus melihat keindahan taman dan tak tahu ternyata ada seseorang di dekatnya.
“Kameranya ga apa-apa, ya Kak?” tanya Nix khawatir melihat cowok itu masih berjongkok sembari membersihkan lensa kamera yang sempat mencium tanah. Nix khawatir menunggu pemuda itu berbalik. Dia siap dimarahi tapi ga siap harus mengganti lensa kamera yang harganya tergolong jutaan.
Pemuda yang semula berjongkok menghadap ke deretan bunga yang dipotretnya, berdiri dan kini menghadap tepat di hadapan Nix. Ya, ampun, dia tinggi amat? Cakep mirip siapa ya? Nix menggaruk kepalanya mencoba mencari tahu nama aktor drama Korea super ganteng yang mirip cowok yang ditabraknya barusan.
“Ya Kim Bum!” serunya tak terkendali. Cepat-cepat Nix menutup mulutnya lalu berbalik saking malunya dan melangkah. Suaranya pasti terdengar jelas. Ya, ampun.
“Dek, gue belum maafin. Kok malah mau pergi?” ujar cowok itu sembari tersenyum melihat ulah gadis yang dinilainya lucu. Bahkan mampu membuatnya tersenyum lebar seperti ini.
Nix berhenti. “Ya ampun, suaranya aja baritone. Berat and sedikit serak. Duh Gusti…”gumam Nix. Perlahan dia berbalik, dengan mengerahkan kekuatan untuk melihat kembali wajah itu.
Nix tersenyum ramah agar maafnya diterima. “Maaf ya Kak, aku ga sengaja,” pintanya lagi. Cowok itu mengangguk.
“Maksudnya itu? Ehm, gue dimaafin kan?”
Pemuda itu mengangguk, lalu pergi dengan kamera SLR di tangannya. Nix tidak tahu, kalau cowok itu juga tersenyum sendiri.
“Ya, dia pergi. Padahal, belum sempat kenalan.”
Nix berjalan menuju lobi. Kini, di sinilah dia duduk bersama beberapa peserta yang usianya beraneka. Mungkin hanya dia yang paling muda. Namun, seorang perempuan berbusana putih putih dengan aksen biru coklat muda mendekat dan meminta mereka untuk masuk ke dalam.
Mata Nix membelalak melihat interior restoran Twelve yang bersih, indah dan lux. Lukisan terpasang di dinding, dengan hiasan bunga segar warna warni yang menyegarkan. Hampir semua meja bertaplak krem dan coklat tua itu penuh. Dia dan beberapa peserta lainnya di bawah ke sebuah room yang. Ada sebuah stage untuk musik yang akan menghibur para tamu.
“Silakan kalian duduk. Sebentar lagi, owner Twelve akan hadir bersama kita,” ujar perempuan yang bernama Susan, sesuai nametag di bagian dada bajunya. Nix mengambil tempat paling depan. Dia ga sabar ketemu owner yang dikenal cekatan, ramah dan cantik.
Ruangan menjadi hening saat Susan membawa seseorang yang terlihat anggun dan cantik dengan dress simple warna biru tua. Dandannya simple tidak menor namun senyumnya sungguh memikat. Nix terkejut, bukan karena Mustika, pemilik Twelve yang namanya sudah diperkenalkan oleh Susan, tapi cowok fotografer yang berdiri di samping kiri Mustika. Nix jadi ga fokus.
“Terima kasih kepada peserta yang lolos seleksi kursus masak di Twelve. Ini kesempatan emas bagi kalian yang ingin menjadi chef bahkan membuka restoran. Untuk itu, manfaatkan kesempatan ini baik-baik. Sebelum kita mulai, saya perkenalkan putra sulung saya, Elvan Malik. Dia salah satu pewaris franchise Twelve ini. Dia nanti yang akan banyak membantu kalian. Harap kerjasamanya,”ujar Mustika. Dia lalu berbisik pada Susan. Perempuan itu terlihat menggeleng. Raut wajah Mustika berubah kecewa. Namun buru-buru dia tersenyum.
“Sebenarnya masih ada satu orang lagi yang ingin saya perkenalkan tapi mungkin sedang berhalangan. Dia juga anak saya. Baik, untuk sore ini, Elvan dan Susan yang akan mengambil alih dan menjelaskan apa yang akan kalian lakukan selama masa belajar ini. Terima kasih,” ujar Mustika lalu meninggalkan kami.
Mata Nix membelalak. Jadi cowok tadi anak Mustika, owner Twelve? Pantas keren, alis dan hidungnya turunan dari mamanya, batin Nix.
Gue lolos ikut kursus ini hasil iseng doang. Tapi kalau bisa kelola restoran kayaknya seru juga apalagi ada Elvan. Tapi, tidak, gue kan harus jadi Kowal. Aduh, Nix lo harus fokus.
Nix sibuk menenangkan dirinya. Tatapannya tak sengaja bertemu dengan mata hitam milik Elvan. Satu, dua, tiga, empat hingga tujuh detik mereka saling tatap hingga Nix mengalihkan pandang karena merasa pipinya mulai memanas.
Duh, kenapa mukanya mirip Kim Bum aktor favorit gue sih? Kalau gini gue kapan bisa belajar masaknya coba? Atau gue bayangin dia mirip Tukul aja kali ya. Kan lucu? Hehehe…
Nix sibuk mengaduk adonan yang akan dibuat dessert sembari tersenyum sendiri tanpa sadar lensa kamera sedang mengabadikan wajahnya. Elvan tersenyum sendiri melihat tangkapan kameranya. Membuat Susan melirik padanya. Heran dengan ulah atasannya sekaligus temannya itu.
“Lagi kesambet lo ya?”
Elvan terkejut dengan teguran Susan.
“Eh, San, ga kok. Gua lagi pilih pilih foto sih.”