Elvan langsung masuk ke kamarnya usai mengantar Nix pulang. Dengan sigap dia membuka laptop yang tergeletak di mejanya. Di dinding kamar bernuansa muda dan putih itu terpajang beberapa foto karyanya. Kebanyakan bertema human interest atau terkait hal yang humanis.
Dia tersenyum mengamati foto-foto hasil jepretannya. Selama ini, Elvan menjadikan fotografi hanya sebagai hobi. Jika bukan karena teman kampusnya memohon agar klub renangnya didokumentasikan untuk keperluan promosi, Elvan pun enggan. Dia lebih suka turun mengabadikan orang yang sibuk bekerja, atau ibu-ibu yang sedang berbincang dengan anaknya penuh kasih sayang.
“Ada gunanya juga melayani permintaan Noval, jadi bisa ketemu Nix,” gumam Elvan seraya memainkan tetikus untuk memilih foto-foto terbaik yang akan dikirimkan ke owner Klub Paus Biru. Setelah itu dia akan memilah foto terbaik Nix. Gadis itu ingin dikirimi email foto hasil jepretan Elvan.
“Halo, Kak. Senyam senyum sendiri. Lagi liatin apaan sih?” suara Rex yang tiba-tiba terdengar dari arah punggungnya membuat Elvan terkejut. Untunglah bukan foto Nix yang sedang dalam mode layar maksimal. Entah apa kata Rex kalau melihat ia sedang mengedit foto Nix.
“Biasakan ketuk pintu baru masuk, Rex,” ujar Elvan sembari tangannya meminimize layar.
Rex yang sebenarnya sudah melihat sekilas foto di laptop tersenyum jahil pada kakaknya.
“Sejak kapan lo suka foto kolam renang eh, cewek cewek seksi?” tanya Rex lalu duduk di kasur di seberang meja belajar Elvan.
“Jangan salah paham. Gara-gara Noval, teman sekampusku ingin agar klub renangnya difoto untuk bahan promosi. Jadi, ya tadi aku kesana?”
“Cantik-cantik ga anggota klubnya?”
Elvan main jengah dengan pertanyaan adik satu-satunya yang usil itu.
“Ehm, ya gitu deh,” ujar Elvan. Rex tersenyum mencari akal agar kakaknya meninggalkan kamar sehingga dia bisa leluasa melihat foto-foto cewek yang sempat dilihatnya dari jauh. Sesaat dia mengetik sesuatu di ponsel lalu tersenyum jahil pada kakaknya.
“Oh ya, Kak, tadi mama nanyain lo. Soal resto katanya.”
“Oh ya?” Elvan berdiri dan menatap Rex untuk melihat apakah omongan Rex bisa dipercaya.
“Hem, kenapa? Ragu? Temui aja dulu.”
Elvan bergegas lalu membuka gagang pintu. Tiba-tiba langkahnya terhenti.
“Lo keluar dari kamar gue dulu.”
Rex menurut. Dia mengekor di belakang Elvan. Setelah melihat Elvan masuk ke ruang mamanya, Rex segera kembali ke kamar kakaknya. Rasa penasaran telah memenuhi isi kepalanya. Dia tak habis pikir, Elvan mau mengiyakan ajakan Noval bahkan mengedit foto-foto seksi itu sambil senyam senyum.
Sambil sesekali menengok ke arah pintu kamar, Rex membuka laptop. Gambar pemotretan Klub Paus Biru masih terbuka. Alangkah terkejutnya, Rex saat melihat wajah Nix yang tersenyum mengarah padanya dengan pose sedang di kolam renang.
“Wow!! Nix…?” ujarnya nyaris berteriak.