Rex mengamati suasana kompetisi dari jendela saat Nix melihatnya. Rex balik menatapnya tajam. Meski kesal, cowok itu penasaran siapa yang mengunci Nix hingga terancam tidak mewakili sekolah.
“Hai sayang, kamu liatin apa?” sapa Rihanna sembari melingkarkan tangannya di lengan Rex. Pemuda itu tersenyum.
“Lihat kompetisi lah. Kamu darimana aja tadi?” tanya Rex seraya mengajak pacarnya berjalan meninggalkan ruangan.
“Kamu kangen ya sama aku?”
“Ya iyalah… darimana?” senyum Rex seraya menyentuh dagu gadis yang memiliki hidung mancung itu.
“Hem, tadi dari atas, lihat-lihat gedung.”
Rex terdiam. Ngapain lihat gedung sementara di lantai dua tak ada kegiatan apapun di hari libur seperti ini. Apa gadis ini yang mengunci Nix? Kalau iya, ini bisa merusak citra sekolah. Benar kata Elvan, Rihanna gadis yang kurang baik. Walaupun gue jengkel dengan Nix, tapi bukan berarti dia disingkarkan seperti ini saat mewakili nama sekolah di event bergengsi.
“Sayang, kamu kan yang kunci Nix. Ngaku aja deh,” ucap Rex lembut.
“Ah, kamu fitnah yang, kamu…”
“Aku lihat kamu, kok. Ga apa-apa juga sih.”
Rihanna diam sesaat. Lalu tersenyum menatap cowok tampan di hadapannya.
“Sayang, aku ngelakuin itu karena ga suka dengan Nix yang sombong dan pernah nampar aku. Kenapa bukan kamu yang wakili sekolah, kenapa harus dia. Kamu senang kan sayang?”
Kepala Rex memanas mendengar celotehan kekasihnya. Gara-gara gadis ini, Manga School nyaris dipermalukan. Apa kata guru-gurunya nanti? Dia tak menghiraukan Nix. Kalau tak melibatkan sekolah, Rex tak peduli. Rex langsung menepis lengan Rihanna yang masih menggelayut padanya.
“Sayang, aku memang suka padamu. Tapi aku tidak suka, perbuatanmu yang nyaris membuat sekolah kita kehilangan muka karena kamu mengunci Nix di kamar mandi.”
“Maksud kamu apa sayang? Kok jadi gini? Kamu kan benci Nix? Bukannya kamu senang kalau dia dapat masalah?”
“Ya, benar. Tapi ini beda konteks. Aku tidak suka Nix, tapi dia sedang membawa nama sekolah kita. Kamu paham? “ tegas Rex lalu berjalan meninggalkan Rihanna.
“Rex! Tunggu dong. Kamu ga marah kan sama aku?”
Rex diam. Rasa sukanya pada Rihanna benar-benar hilang kini. Dia berhenti dan berbalik badan menatap gadis cantik yang sudah dipacari dua minggu lalu. Rex tersenyum manis, sama ketika dia menggoda Rihanna. Gadis itu tersenyum.
“Gue udah ga suka sama lo. Kita putus,” cetus Rex tegas.
“Rex! Kok kamu gitu sih?” protes Rihanna dengan wajah sedih.
Rex diam. Enggan menatap wajah gadis yang dulu getol diburunya. Rihanna kembali menarik lengan Rex. Lagi-lagi Rex menepisnya.
“Jangan ganggu gue. Mau fokus liat kompetisi sekolah kita,” ujar Rex lalu bergegas pergi ke ruangan dimana Elvan berada. Menyadari ada seseorang yang pernah berkata pedis padanya, Rihanna membeku.
Elvan yang melihat Rihanna lalu menatap Rex.
“Cewek lo, kenapa ga diajak ke sini,” tanya Elvan dengan wajah penasaran.
Biasanya, Rex selalu menggandeng mesra cewek itu.
“Bukan cewek gue lagi.”
“Wah, sejak kapan?”
“Kepo. Sejak kapan mau tau urusan percintaan gue?” ujar Rex sambil menatap ke ruangan besar dimana kompetisi dihelat.
“Sejak kenal Nix ,” ujarnya pelan. Seketika Rex menoleh menatap Elvan yang tersenyum.
Apa yang udah dilakukan si Nixon itu sih sama kakak gue?
Rex mengalihkan pandangan ke arah lain. Di ujung sana, Razka sedang serius menatap ke arah peserta. Ya, tak salah lagi, pandangan itu tertuju pada Nix.
Ga biasanya dia ke acara seperti ini? Apa dia sesenggang itu dari latihan balapnya?
****
“Selamat atas kemenanganmu, Nix,” ujar Elvan lalu menyalami Nix. Gadis itu sumringah. Tak menyangka Elvan mengadakan pesta untuknya di Twelve Café Senayan. Yang diundang pun teman-teman dekat Nix dan Rex.
“Makasih, Kak,” jawab Nix santun, didampingi Yuni dan Marina.